"Engkau sebenarnya memang tidak tahu atau hanya pura-pura saja"
"Saya sama sekali tak mengerti apa yang kau bicarakan"
"Pacarmu seorang pelacur. Kau tak tahu itu?"
Bagaikan disambar petir disiang bolong setelah mendengar pernyataan kawannya.
"Apa kau bilang? Pacarku seorang pelacur?" Parman mendekatkan wajahnya pada temannya. Tampaknya dia tak bisa menerima ucapan kawannya itu.
"Engkau sangat ketinggalan info Parman. Hampir separuh pemuda disini sudah tau.Kalau Pinasti itu seorang pelacur. Sengaja mereka tak memberi tahumu. Bisa jadi engkau akan marah. Aku nih sobat engkau. Sudah sepatutnya aku yang memberitahu hal ini padamu. Sebelum kau akan menyesalinya nanti"
"Kau bercanda kan? Mana ada Pinasti melakukan perbuatan sekeji itu. Saya banyak tahu hal tentangnya. Kau jangan menuduh dia yang tidak-tidak" Parman menarik kera baju rekannya. Merasa tak terima semua itu. Wajahnya terlihat memerah, layaknya manusia yang kerasukab anak iblis.
"Aku tak bohong Parman. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Hampir setiap malam dia berada di rumah pelacuran dikampung sebelah" ucapnya setengah gemetaran.
Parman sudah tak bisa membendung amarahnya lagi. Seketika itu juga dia melabuhkan pukulan keras mendarat diwajah rekannya itu. Hingga tersungkur ke tanah.
"Berani sekali kau menuduh Pinasti berbuat seperti itu" Amarah Parman makin tak terkontrol kembali ia meninju wajah rekannya hingga lebam.
"Pinasti bukanlah seorang pelacur. Saya tahu betul orangnya seperti apa. Sekali lagi kau menuduhnya pelacur kau akan mati ditanganku"