Tunanetra memandang dirinya sebagai seseorang yang tidak berdaya dan inkompeten, ditambah dengan perasaan cemas dan depresi. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan rasa harga diri, karena tunanetra tahu bahwa untuk memiliki kehidupan yang berkualitas harus berbuat sesuatu untuk memperoleh apa yang diinginkan.
Mengembangkan Ketrampilan Berpikir Reflektif dan Menghayati Spiritualitas St Yosef
Di bandingkan dengan ketunaan lain, tunanetra memiliki keunggulan di bidang akal budi dan pikiran. Tunanetra umumnya mampu menggunakan akal budi secara baik, layaknya orang pada umumnya. Oleh karena itu, model pembelajaran yang menggunakan pendekatan refleksi-spiritual, tepat diberikan kepada para tunanetra. Pendekatan refleksi-spiritual dapat menjadi pembelajaran alternatif bagi mereka dalam mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya.
Pentingnya Berpikir Reflektif
Menurut Driyarkara, pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha untuk memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia berarti mendidik manusia dari yang “tidak mampu” menjadi “mampu” dari seorang yang “tidak berdaya” menjadi “sumber daya”. Pendidikan berusaha untuk mengangkat manusia pada martabatnya yaitu sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Novianti et al., (2014) menyatakan bahwa pendidikan dewasa ini harus diarahkan tidak semata-mata pada pemahaman dan penguasaan konsep saja, tetapi juga diperlukan peningkatan pada keterampilan berpikir.
Ketrampilan berpikir peserta didik perlu senantiasa dilatih. Menurut Hamidah (Sara et al., 2020) kemampuan berpikir itu tidak dari sekedar mengingat tetapi berpikir kritis, logis, reflektif. Di dalam proses berpikir, diperlukan kemampuan menghubungkan informasi, menganalisis, membuat sintesis serta mengevaluasinya untuk diterapkan dalam mengatasi masalah atau situasi. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui berpikir reflektif.
Kemampuan berpikir reflektif merupakan suatu proses mendapatkan pengalaman dalam pemecahan masalah, dengan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh dalam situasi yang lain (Angkotasan, 2013). Selain itu, fungsi pemikiran reflektif adalah untuk memaknai, merumuskan hubungan antar pengalaman dan menciptakan kontinuitas (Choy et al., 2017).
Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir reflektif akan lebih mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan dalam proses pembelajarannya, dapat memecahkan masalah dengan alasan yang logis, serta mampu menganalisis kembali ketika memilih solusi untuk memecahkan suatu masalah atau situasi. Berpikir reflektif ini akan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran serta perubahan perilaku (Başol & Gencel, 2013).
Hubungan dari kemampuan berpikir reflektif dan self-confidence ini dapat tercermin dari beberapa penelitian yang dilakukan. Menurut Costa dan Calick (Miliyawati, 2014), individu yang mengamalkan pemikiran reflektif akan menunjukkan rasa percaya diri dan bersifat terbuka serta mampu mengubah pandangannya ketika memperoleh informasi yang baru. Hasil dari penelitian tersebut menerangkan bahwa berpikir reflektif dapat melatih kebiasaan-kebiasaan yang membuatnya bisa memutuskan tindakan yang lebih bijak, sehingga perlu dilakukan secara konsisten untuk menghasilkan peserta didik yang lebih unggul.
Kemampuan berpikir reflektif yang baik memungkinkan peserta didik untuk dapat menghadapi berbagai halangan selama pemecahan masalah dan bersikap aktif dalam prosesnya, dimana hal tersebut menjadi salah satu aspek dari kepercayaan diri. Proses pemikiran reflektif juga membuat peserta didik mendapatkan solusi ataupun keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan yang matang, sehingga peserta didik dapat lebih percaya diri dalam bertindak dan bertanggung jawab atas keputusan yang dipilihnya.
Peran Spiritualitas