SELAYAK PANDANG SLB-A KARYA MURNI
SLB-A Karya Murni didirikan pada 26 Agustus 1953. Awal pendirian SLB A Karya Murni diinspirasikan oleh kisah kedatangan seorang gadis kecil yang tidak melihat, bernama Ponikem. Gadis kecil berusia 13 tahun itu ditemukan oleh serdadu Belanda di jalan kota Martapura, kabupaten Langkat.
Oleh karena belaskasihan, serdadu Belanda ini membawa Ponikem ke susteran St Yosef Jl. Hayam Wuruk, Medan dan disambut hangat oleh sr, Idelfonsa Van de Watering, seorang misionaris asal Belanda.
Kehadiran Ponikem membuka pemikiran Sr. Idelfonsa dan para suster di Hayam Wuruk pada masa itu untuk tidak sekedar mengasuh Ponikem tetapi menuntunnya agar bisa membaca, menulis, mengembangkan bakat dan potensinya dan kelak bisa hidup mandiri.
Karena pada masa itu belum ada sekolah khusus untuk siswa tunanetra di Sumatera Utara, maka Sr Idelfonsa memutuskan untuk ke negeri Belanda mendalami pendidikan bagi anak tunanetra sekaligus memohon kepada pimpinan konggergasi yang saat itu berkedudukan di Belanda untuk membuka sekolah bagi anak tunanetra di Medan, Sumatera Utara.
Pimpinan Konggergasi St Yosef menyetujui usulan Sr. Idelfonsa untuk membuka sekolah tunanetra di Medan, Sumatera Utara. Tress Bong, seorang gadis tunanetra asal Kepulauan Bangka, yang telah lama mengenyam pendidikan tunanetra di Belanda, diutus ke Medan untuk menjadi pengajar di SLB-A Karya Murni. Selang beberapa waktu, para murid yang bersekolah di SLB-A Karya Murni pun bertambah.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan siswa tunanetra, pada tahun 1970, SLB A Karya Murni yang semula di Jl Hayam Wuruk dipindahkan ke Jl Karya Wisata, Medan Johor. Para suster santo Yosef memandang, sarana dan fasilitas di jln Hayam Wuruk kurang memadai.
Demi mengoptimalkan pembelajaran dan pendampingan siswa tunanetra, dibangunlah sebuah gedung baru yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. St. Yosef dijadikan pelindung sekolah. Kini, di usia ke 71 tahun, SLB A Karya tetap berkarya melayani para disabilitas netra.
TUNANETRA DAN PERMASALAHANNYA
Pengertian Tunanetra
Kata “tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat penglihatan. Jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Sedangkan istilah orang yang buta merujuk orang yang rusak penglihatannya secara total. Jadi, orang yang tunanetra belum tentu mengalami kebutaan total tetapi orang yang buta sudah pasti tunanetra.