Secara umum para medis mendefinisikan tunanetra sebagai orang yang memiliki ketajaman sentral 20/200 feet atau ketajaman penglihatannya hanya pada jarak 6 meter atau kurang, walaupun dengan menggunakan kacamata, atau daerah penglihatannya sempit sehingga jarak 2 sudutnya tidak lebih dari 20 derajat. Sedangkan orang dengan penglihatan normal akan mampu melihat dengan jelas sampai pada jarak 60 meter atau 200 kaki (Hidayat & Suwandi, 2013).
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa tunanetra tergolong dalam dua kelompok, yaitu tunanetra dengan buta total dan tunanetra yang awas atau memiliki keterbatasan penglihatan.
Faktor Penyebab Tunanetra
Pradopo (1977) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan seseorang menderita tunanetra, antara lain:
- Faktor endogen, merupakan faktor yang sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan atau yang disebut juga dengan faktor genetik. Adapun ciri yang disebabkan oleh faktor keturunan adalah bola mata yang normal tetapi tidak dapat menerima energi positif sinar atau cahaya, yang kadang-kadang seluruh bola matanya tertutup oleh selaput putih atau keruh.
b. Faktor eksogen atau faktor luar, seperti:
1) Penyakit yaitu virus rubella yang menjadikan seseorang mengalami campak pada tingkat akut yang ditandai dengan kondisi panas yang meninggi akibat penyerangan virus yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan fungsi indera yang akan menjadi permanen, dan ada juga yang diakibatkan oleh kuman syphilis, degenerasi atau perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata menjadi mengeruh. Â
2) Kecelakaan yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan atau jatuh yang berakibat langsung yang merusak saraf netra atau akibat rusaknya saraf tubuh yang lain atau saraf tulang belakang yang berkaitan erat dengan fungsi saraf netra, akibat terkena radiasi ultra violet atau gas beracun yanga dapat menyebabkan seseorang kehilangan fungsi mata untuk melihat, dan dari segi kejiwaan yaitu stress psikis akibat perasaan tertekan, kesedihan hati yang amat mendalam yang mengakibatkan seseorang mengalami tunanetra permanen.
3. Kondisi Psikologis Tunanetra
Hilangnya fungsi penglihatan  menimbulkan keterbatasan tunanetra untuk menjelajahi semua isi benda maupun orang lain yang berada di lingkungan sekitarnya. Seorang tunanetra akan selalu menunggu aksi dari benda atau orang lain sebelum melakukan reaksi (Hidayat & Suwandi, 2013).
Jadi mereka akan bergerak dan merespon apabila ada stimulus terlebih dahulu yang datang padanya. Dengan demikian, kemampuan inisiatif untuk melakukan kegiatan cenderung rendah atau mengkin tidak ada sama sekali. Kondisi seperti ini bahkan dapat mengakibatkan seorang tunanetra kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial.
Ketunanetraan seringkali menimbulkan rasa ketidakberdayaan pada orang yang mengalaminya. Menurut Abramson, Metalsky & Alloy, perasaan ketidakberdayaan ini akan menimbulkan rasa keputusasaan dan depresi. Depresi tersebut ditandai dengan munculnya peristiwa kehidupan yang negatif yang dipersepsi sebagai bersifat global, permanen, dan diluar kontrol individu (Nawawi, A., Tarsidi, D., Hosni, I., 2010).