Setengah jam lebih. Kapi Liong Bulan yang kau pesan sudah adem. Tukang bakso yang tadi di seberang menghampiri warung. Berbincang dengan para karyawan pabrik yang tengah istirahat. Kau mendekati kerumunan itu dan bertanya dalam bahasa sunda, "punten, Mang, anu eta pabrik Kopi Liong Bulan, lain? (permisi, bang, itu pabrik Kopi Liong Bulan, bukan?)" tangan kau sambil menunjuk ke arah pabrik yang dimaksud.
"Iya, Kang. Pabrik Kopi Liong Bulan," jawab tukang bakso.
Kau semakin mendekatkan tubuh tanda menaruh minat atas jawaban tukang bakso itu. Kau mulai menanyakan ini-itu, tentu dengan berbasa-basi terlebih dulu. Ada yang tertawa. Ada yang nyeletuk menambah lucu. Kau mengambil gadget untuk merekam obrolan itu. Kau menyatakan maksud kedatangan kalian ke sini. Mereka saling tatap satu sama lainnya. Kau mulai merasa akan ada yang tidak beres dari gelagat mereka.
"Eta pabrik geus aya keur iraha, Mang?" tanya kau, masih dalam bahasa sunda yang artinya kurang lebih: pabrik itu sudah ada dari kapan?
Geus lila atuh, jawab tukang bakso itu. "30 taun leuwih?" kembali kau tanya. Lebih, kata salah satu karyawan, antusias.
"Pabrik itu kurang lebih bareng sama BSW (singkatan untuk pabrik di mana karyawan itu bekerja). Paling beda setahun lebih dulu," lanjutnya.
Kau mulai menerka kapan kiranya pabrik itu berdiri. Dan ada yang kemudian membuatmu penasaran: daerah yang relatif banyak diisi oleh rumah warga dan pabrik itu, dari mana asal kopi yang digunakan Kopi Liong Bulan?
Tidak lama kau tanyakan itu, tiba-tiba tukang bakso yang tadi meyakini kalau pabrik yang kau maksud adalah pabrik Kopi Liong Bulan, mengelak, "oh, bukan. Itu Pabrik (kopi) Oplet. Iya, kan?" Tukang bakso seakan mencari afirmasi dari karyawan-karyawan pabrik BSW. Tidak ada yang menanggapi.
"Itu pabrik (kopi) Oplet. Nah, selain kopi, di pabrik itu juga produksi mie instan. Namanya mie Apollo."
Kau bingung, mana yang benar: jawaban pertama atau yang barusan dijawab tukang bakso itu? Kau melirik kawan kau yang masih duduk di tempatnya. Asap rokok ia hembuskan dengan asal. Seperti menegaskan bahwa ia kesal.
Dengan mengucapkan terima kasih, kau bangkit dari tempat itu. Kau masuk ke dalam warung untuk membayar kopi dan teh dingin botolan yang tadi dipesan. Sekadar iseng kau bertanya kepada penjaga warung, "teu jual Kopi Oplet, Mang?"