Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sketsa Berhentinya Kopi Liong Bulan yang Fiktif itu

17 Desember 2017   14:29 Diperbarui: 19 Desember 2017   01:52 2942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesedihan itu ketika Ridwan Remin coba gambarkan seperti ini: Kopi Liong Bulan itu layaknya sahabat, dari dulu selalu bareng, apa-apa pasti ngopinya Kopi Liong Bulan. Terus tiba-tiba tutup. Kalau sahabat sama-sama sibuk sih mending, masih bisa satu waktu buat ketemu. Lha ini tutup, pergi ninggalin gitu aja. Sedihlah!

Pelan-pelan kau coba mencerna perumpamaan itu. Kau pun merasakan hal serupa. Seperti halnya Ridwan Remin, kau juga sudah lama minum Kopi Liong Bulan. Bahkan kau masih sangat ingat kali pertama kau belajar menyeduh kopi sendiri. Menakar berapa banyak kopi dan gula untuk satu gelas waktu itu. Percobaan pertama tentu saja gagal. Kopi buatanmu kepahitan. Kau juga pernah membuat sampai terlalu manis. Terus dan terus mencoba, hingga akhirnya kau temukan sendiri takaran yang pas. Kopi Liong Bulan dengan rasa yang pahit dan manis yang tertinggal dalam satu kali cecap.

Ridwan Remin tidak ingat kapan tepatnya mulai mencoba Kopi Liong Bulan. Yang jelas, ketika sudah mulai sering nongkrong dengan teman-temannya, kalau ngopi yha kopinya Kopi Liong Bulan. Jika dikira-kira sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Entah di warung dekat sekolah atau warung-warung sekitar rumahnya.

Obrolan kalian makin hangat saat kau tawarkan Ridwan Remin untuk berbagi segelas Kopi Liong Bulan bersama. Ada rasa pahit dari kopi dan ada manis yang muncul dari pertemuan yang lama kalian nantikan.

Sulit memisahkan Ridwan Remin dengan Kopi Liong Bulan memang. Pasalnya, setiap ada undangan untuk mengisi acara stand-up comedy di luar kota ia selalu membekali diri dengan 2-3 bungkus Kopi Liong Bulan. "Untuk jaga-jaga saja. Soalnya di luar kota pasti tidak ada yang jual Kopi Liong Bulan."

Ada dua alasan mengapa Ridwan Remin selalu melakukan itu (1) Kopi Liong Bulan itu selain praktis, juga rasa pas. Bila air saat menyeduhnya terlalu banyak sama sekali tidak berubah, karena Kopi Liong Bulan sangat kental. (2) Tidak terlalu suka kopi-kopi yang ada di kedai kopi 'banget'. Pernah ketika sedang di Jogja Ridwan Remin tidak membawa Kopi Liong Bulan, jadi ia terpaksa ngopi di kedai kopi. Sampai saat memesan ia diberi tahu oleh Barista, kalau kopi itu ada 2 jenis, asem dan pahit. Karena tidak suka kopi yang ditawarkan, maka kopi yang ia pesan, "kopi yang pahit aja, mas, tapi gulanya banyakin."

***

Belum tuntas kejengkelan karena kabar tutupnya Kopi Liong Bulan, ada saja yang kemudian membuat kau semakin jengkel: menemukan penjual Kopi Liong Bulan dengan embel-embel sudah langka. Kau heran, karena baru tadi pagi kau beli Kopi Liong Bulan di warung dan kopi itu ada. Yang menjual pun sempat mengajak bercanda, "udah gak beli se-pack lagi?" Kau melempar senyum terbaik yang kau punya karena belum mandi dan ingin cepat-cepat ngopi: engga, kalau beli yang lima ribu lebih irit.

Bersama kawan kau dari kantor akhirnya kau memutuskan untuk mendatangi langsung pabrik Kopi Liong Bulan dan (anggaplah) silaturahmi; menanyakan ini-itu yang sekiranya perlu. Kalian berangkat pada Jumat siang. Terik panas di kepala dan debu yang menyesakkan dada kalian hadapi di kecamatan Kedunghalang, Kabupaten Bogor. Semestinya, sebagaimana dugaan kawan kau, kalau karyawan pabrik Kopi Liong Bulan akan keluar pabrik dan makan siang, maka disaat itu pula kalian tanya-tanya. Tapi itu semua keliru. Meski sudah menunjukan waktu makan siang, pabrik itu masih menutup rapat pintu pagarnya yang tinggi.

100 meter dari pabrik Kopi Liong Bulan ada warung di pinggir jalan raya dan kalian istirahat di sana. Kau pesan Kopi Liong Bulan, sedangkan kawan kau memesan teh dingin botolan. Berhubung di sana cukup banyak pabrik, di warung itu berdatangan satu persatu karyawan yang istirahat. Ada yang kemudian duduk-duduk dan tertidur karena angin yang lumayan kencang. Ada yang mengeluarkan gadgetkemudian sibuk dengan tayangan YouTube. Beberapa lainnya memesan Kopi Liong Bulan dan mengambil cemilan dari toples plastik.

Tidak ada yang kalian lakukan di sana kecuali melihat keadaan sekitar. Kendaraan lalu-lalang dengan kecepatan yang lumayan kencang. Kebetulan jalanan sedang kosong. Pemilik warung keluar mengeluarkan mangkuk bergambar ayam. Ia menyeberang jalan dan memesan bakso. Tampak menggoda, tapi perut kau sudah kenyang. Kawan kau malah tidak menaruh minat sama sekali pada penjual bakso di seberang. Padahal, siang itu, sepertinya waktu yang tepat untuk mengudap semangkuk bakso pedas. Dari kejauhan terlihat asap yang mengepul manakala panci bakso dibuka. Asap yang tiba-tiba bisa membuat perut merintih diisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun