"Sayaaang, aku ga mungkin lakukan hal itu. Sudah berulangkali kutegaskan itu!" suaranya terdengar meninggi.
"Tapi.."
"Tidak perlu ada kata tetapi lagi,In.Bosan aku menjelaskan!" ia melepaskan pelukannya.
"Silakan dirimu merefleksikan semua hubungan kita selama dua tahun ini. Jika dirimu masih tidak bisa mempercayaiku, katakan padaku." kali ini terlihat ketegasannya.
"Dengar, sayang. Â Aku tidak akan mengubah satu inci pun rasa sayangku padamu. Â Seminggu lagi aku berangkat ke Kendari. Tiket Kapal laut dan tiket pesawat menuju Surabaya sudah beres semua." ia menjentik daguku dengan tatapan tajam.
"Maaf aku harus balik ke kantor, ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan. " pamitnya . Aku terdiam memandangnya berlalu dari hadapanku.
Hampir seminggu sejak percakapan itu pula perasaanku kacau balau. Joe terlihat tenang menghadapiku.Â
"Akh,,!" jeritku tertahan.
"Makanyaaa..jalan jangan sambil melamun!" tegur Pram karena aku tak sengaja menyenggol bak sampah. Aku meringis tapi langkah Pram terhenti.
"Itu dia..samperin gih...," Pram menunjuk seseorang yang sedang memunggungi kami lengkap dengan tas ransel besar dan kopernya.Â
Aku tertegun dan ingin sekali memanggil namanya keras-keras agar ia menoleh dan meliha kehadiranku. Pram seperti membaca keraguanku.