"Asal kamu tahu ya,In. Dia yang memintaku untuk membujukmu ke sini. Kamu sih, ga kasih jawaban pasti mau antar atau tidak!" gerutu campur kesal Pram menyampaikan.Â
"Sana...sendiri. Masak aku di antara kalian, he he.." tertawanya renyah menertawakanku.
Aku menghampiri Joe dan memanggilnya pelan. Ia menoleh refleks, berdiri, dan meraihku ke dalam peluknya.
"Akhirnya...kamu datang,In," semakin erat aku dipeluknya.
"Gimana,sudah mendapatkan sesuatu dari refleksi ngambekmu hampir seminggu ini?" tanyanya lembut mengacak  rambutku.
Dan, aku tengadah, memandang ke kedalaman pancaran mata teduhnya. Aku yakin dia tak memerlukan jawabanku lagi. Kubenamkan tubuhku di pelukan Joe. Sungguh, aku tak ingin jauh darinya.
"Nah...gitu dong!" suara Pram terdengar mendekatiku. Beberapa saat dia sengaja menjauh dari kami.Â
"Thank Pramudya,!" mereka berdua tertawa renyah.
"Tahu Ga, In, Â Ada satu hal penting yang mau kukatakan lagi. Baca deh," Joe menyodorkan handphonenya.
"Joe, katakan pada Indi yang sangat kau sayang itu,bahwa si Febi udah nikah tiga bulan lalu. Dia diboyong suaminya ke Medan. Jadi, ga ada alasan buat dia cemburu kamu balik ke Surabaya. "
Aku tersipu malu dan mereka berdua tertawa lebih kencang lagi, seiring senja yang jatuh di pelataran tempat kami menunggu keberangkatan Kapal Laut yang akan mengantarkan Joe menuju Kendari.Â