Aku bergegas menghampirinya saat kulihat waktu berpisah sisa dua jam lagi. Yaaa..dua jam lagi. Dan ituuu, membuatku sungguh semakin gelisah.
Ketika perpisahan memiliki aura yang sesakkan dada, ketika itu pula aku masih mengingat lekat pertemuan pertama yang mengharu biru rasaku. Jika keduanya akhirnya sama-sama meninggalkan jejak rasa tak nyaman, mengapa lebih memilih pertemuan? Entahlah...
"Yuuuk, buruan,In," tanganku ditarik kuat oleh Pram dengan suara baritonnya yang khas.Â
Bram sahabat tersetiaku selama ini karena kami bertetangga sejak orok.Â
"Tapiiii....jangan tarik kuat juga,tauuu!" protesku tak kalah kuat.
"Indi,katamu ingin mengantarkan kepindahannya. Mana udah beli bunga pula dan pakai acara nangis segala. Jadi ga,niiih?" goda Pram.
"In-di-Na-reswaa-rii!" Pram memecahkan lamunanku.
Jika Pramudya sampai mengeja nama lengkapku dengan suara penuh tekanan pertanda dia marah sama aku.
"Ja..ja..di !"anggukku cepat sambil merapikan dua kuntum mawar merah muda dan kuning.Â
Sengaja kupilihkan dua warna yakni  warna merah muda dan kuning. Keduanya mewakili rasa sayang dan harapanku untuk dapat bersama lagi.Â
"Sesungguhnya bukan perpisahan yang kutangisi, tapi pertemuanlah yang kusesali, du..du..du..du..du..tra..la..la..la..," Pram menyindirku dengan satu nyanyian yang entah apa judulnya.