Setali tiga uang dengan apa yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja (HPTK) Dinsosnakertrans Kabupaten Purbalingga, Tukimin.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya sangat sukar mendeteksi keberadaan plasma dan sub-kontraktor di Purbalingga.
Inilah yang menurut Tukimin menjadi kendala sulitnya memberikan pembinaan tentang kesejahteraan dan jaminan sosial bagi buruh mereka.
“Kadang mereka (plasma) tidak hanya menyuplai kebutuhan pabrik besar, namun juga memasarkan sendiri tanpa brand mark,” ujarnya.
Meski demikian, Tukimin menuturkan, ada dampak positif yang diperoleh dari keberadaan plasma dan subkontraktor dalam pola kerja kemitraan.
Sebab, meski dinilai tidak mengindahkan kesejahteraan buruh, keberadaan mitra cukup membantu untuk menyerap begitu banyak angkatan kerja di Purbalingga.
Analisis Medis
Menilik beban kerja yang dipikul oleh seorang buruh bulu mata palsu, Ketua Paguyuban Kepala Puskesmas (Palapa) eks Karesidenan Banyumas, HS Wahyudi mengungkapkan, para buruh tersebut memiliki kerawanan risiko medis baik itu terhadap badan, mental, maupun sosial.
Banyak hal yang apabila diperhatikan akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan, diantaranya:
1. Lokasi kerja dalam hal ini ruangan yang luasnya tidak berimbang dengan jumlah buruh yang ada.
Belum lagi ventilasi yang kurang proporsional akan berpengaruh terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan.