Kendati demikian, keterbatasan yang dianugerahkan Tuhan tak pernah membuat semangat Kuswati surut.
Sudah lebih dari 10 tahun, dia mengikuti jejak ibunya untuk menjadi pengrajin bulu mata palsu di rumahnya.
“10 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu saya bantu ibu ngidep,” kata gadis yang murah senyum ini.
Jangan menyinggung soal pendapatan, apalagi pemenuhan kebutuhan hidup layak di hadapan Kuswati.
Sebab, bagi buruh plasma seperti dirinya, penghasilan bukan dihitung dari jumlah kehadiran seperti pegawai pabrik, namun dari seberapa banyak utas bulu mata palsu yang dia sulam setiap harinya.
Dengan anugerah Tuhan yang dia sandang, dalam sehari Kuswati hanya mampu menyulam 20 pasang bulu mata palsu.
Lantas oleh pengepul, satu pasang bulu mata hanya dihargai Rp 200. Jika dihitung kasar, dalam sehari Kuswati kontan hanya mampu memperoleh Rp 4.000, atau Rp 120.000 per bulan.
“Ya lumayan, bisa buat bantu ibu nempur (membeli beras),” ujarnya tanpa sedikitpun raut sedih.
Secara kualitas, sebenarnya hasil pekerjaan Kuswati belum dapat diterima oleh pengepul. Di sinilah Purwati (47), sang ibunda, bertugas menyempurnakan hasil pekerjaan Kuswati agar layak dijual.
Ingin bertemu Jodoh
Sejenak Kuswati menurunkan kakinya dari alat ngidep. Sembari mengeliatkan punggungnya diatas dipan, Kuswati menatap langit-langit yang penuh ramat.