Joe memilih Beretta-92 dengan peluru kaliber 9mm. Pistol semi otomatis buatan Italia. Paling sering digunakan oleh aktor laga Hollywood. Termasuk Mel Gibson si idola.
Pistol disewa dan satu dus peluru dibeli. Saya lupa berapa butir, tapi yang pasti itu ukuran dus yang paling kecil.
Selain itu, kami juga membeli beberapa lembar sasaran tembak. Ada yang berbentuk lingkaran dengan angka, ada juga yang bergambar wajah bandit.
"Apakah kamu sudah pernah menembak sebelumnya?" tanya si brewok.
"Belum," Ujar Joe.
Si Brewok tersenyum simpul dan menyodorkan sebuah kertas. Ada beberapa tulisan di sana, yang pasti berisikan "segala risiko ada di tangan penyewa." Kami harus menandatanganinya.
Setelah itu, ia mempersilahkan kami masuk ke dalam ruangan menembak. Dengan tegang dan sedikit terburu-buru, saya membuka pintu. Sedetik kemudian, bunyi kencang mengagetkanku. Suara tembakan senjata api dari orang-orang yang sedang latihan.Â
Melihat kekagetanku, si brewok langsung berteriak, "Gunakan penutup telingamu, idiot (tolol)!."
Ternyata, ada aturan yang tertulis di pintu. Kami tidak membacanya. "Google dan tutup telinga harus digunakan sebelum memasuki ruang menembak." Joe juga tidak lihat.
Lalu si brewok melanjutkan lagi, "No Rapid Fire," (tidak ada tembakan beruntun). Tak lupa membanting pintu. Semprul!
Hambatan pertama bagi kami adalah memasukkan peluru ke dalam magasin. Awalnya susah, tapi akhirnya berhasil. Joe mengisi tiga butir, lalu ia mulai menembak. Gayanya cukup meyakinkan, pistol diarahkan ke sasaran. Kedua kakinya dilebarkan sebahu. Wajahnya mirip anggota FBI yang sedang menyamar.