Kami tiba di lokasi tujuan tak lama kemudian. Tempatnya di distrik Bellevue, setengah jam perjalanan dari kota Seattle, tempat kami tinggal.
Dari luar, bangunan shooting range itu terlihat tidak terlalu besar. Gedungnya pun terkesan tua. Tapi, di bagian dalam suasananya berbeda. Merupakan toko modern yang menjual senjata api.
Mata berbinar-binar melihat puluhan pistol dan senjata laras panjang terpampang di sana. Yang selama ini hanya bisa kulihat melalui majalah saja.
Ada juga berbagai jenis senjata tajam dan aksesoris lainnya, seperti rompi anti peluru, sarung pistol, hingga seragam militer. Bagi penggemar senjata seperti kami, tempat ini laksana museum idaman.
Setelah puas melihat-lihat, Joe bertanya kepada seorang penjaga toko, "We are going for shooting range."
Lelaki ceking berkumis pun mengarahkan kami, "At the back door."
Suer, saya masih ingat mukanya. Sama sekali tidak ramah. Dia sepertinya paham, jika kami bukan pelanggan besar. Muka Asia, tampan mahasiswa, bukanlah pembeli pistol.
Ada sebuah pintu kaca. Di sana tertulis "Shooting Range Entrance." Kami membuka pintu. Di dalamnya hanya ada sebuah meja setinggi dada. Di belakangnya ada etalase terbuka. Macam-macam senjata terpampang untuk disewakan. Ada juga sebuah pintu lain, menuju ke tempat latihan menembak.
Penjaganya berbadan besar. Jenggot panjang, tato di lengan. Walaupun demikian, wajahnya masih lebih ramah dibandingkan si ceking tadi.
(Terjemahan): "Sila lihat harga sewa pistol. Itu untuk sejam. Minimum setengah jam," ujarnya tanpa ditanya.
"Peluru harganya 25 sen per butir. Haga sewa pistol sudah termasuk Google (kacamata pelindung) dan penutup telinga. Ini wajib dipakai.