Yang mencengangkan, masih dari bbc, sebagian besar dari mereka mengutil bukan karena alasan ekonomi. Lebih kepada dorongan dari alam bawah sadar. Dan hal ini menyimpulkan, memang benar "sudah dari sononya."
Kendati demikian, latar belakang sosial menjadi alasan terutama di sini. Sedikitnya mereka pernah terlibat dengan masalah keluarga atau di sekolah. Bisa karena kurangnya perhatian dari orangtua, atau menjadi anak yang sering dikucilkan.
Aksi mereka didorong oleh keinginan balas dendam terhadap ketidakadilan sosial yang mereka rasakan. Oleh sebab itu, meskipun mereka sudah sukses, tapi kebencian yang mengakar membuat aksi mengutil menjadi sebuah hasrat yang terpendam.
Lebih parah lagi, tanpa mereka sadari kebiasaan buruk ini mereka turunkan kepada anak-anak mereka. Hal-hal kecil terlihat sepele. Seperti meminjam barang tetangga tapi tidak dikembalikan. Sedikit banyak menimbulkan persepsi bahwa sesuatu yang telah berpindah tangan juga telah berpindah kepemilikan.
Tidaklah heran jika jenis ini menempati urutan pertama dan memberikan kontribusi sebanyak 50% dari keseluruhan kasus.
Pada akhirnya, kita semua harus sadar bahwa moralitas itu sangat penting. Ia harus selalu disertakan dalam benak setiap anak, bahwa ada nilai-nilai luhur yang harus dijaga dalam bermasyarakat.
Cobalah mulai bercermin mulai dari sekarang. Apakah kita telah menjadi seorang PS? Tidak harus mencuri lho, karena ketidakpedulian (moha), keserakahan (lobha), dan kebencian (dosa) adalah bibit-bibit dari gejala problema sosial yang satu ini.
Sesuatu yang dalam filsafat Buddhisme disebut sebagai Tiga Akar Kejahatan.
Semoga bermanfaat.
**
Acek Rudy for Kompasiana