Persamaan dari PS dan kleptomania adalah sama-sama merasa terhibur (atau merasa tidak bersalah) dengan aksi pencurian. Itulah sebabnya, masyarakat lebih mudah 'menuduh' jika kleptomania adalah gangguan penyakit mental yang masif.
Lalu seperti apakah isi kepala para pathological shoplifter ini?
Dikutip dari BBC, Laura (nama samaran), adalah seorang PS. Ia pertama kali mengutil pada saat berumur tujuh tahun. Saat itu, ibunya sendiri yang menyuruhnya menaruh sesuatu dari toko ke dalam tasnya.
Laura tidak terlalu kaget, karena baginya itu adalah tindakan terpuji suruhan orangtuanya. Lama kelamaan, Laura menjalani aksinya sendiri. Ia menganggap jika barang yang "berserakan" di dunia nyata adalah anugrah kehidupan yang bisa dinikmati.
Parahnya lagi, Laura juga tahu jika orangtuanya tidak pernah membelikan sesuatu yang ia inginkan. Kode kerasnya adalah "ambil saja di toko." Hukuman sosial tidak mempan baginya, karena keluarganya selalu tampil sebagai penyokong atas aksinya yang tidak terpuji.
Mengambil barang secara gratis bukanlah hal yang salah. Hanya perlu sedikit keahlian agar orang lain tidak mengetahuinya. Dari supermarket ke supermarket, Laura menjalankan aksinya.
Lalu kebiasaan tersebut berkembang lebih jauh ke dalam kehidupan sosialnya. Laura mencuri barang dari teman sekelasnya, mengambil uang dari dompet orang lain, hingga mengambil sesuatu yang menarik dari fasilitas umum.
Ketika ia dewasa dan sudah mulai membaur di masyarakat, Laura tahu jika mencuri adalah salah. Namun, dia ketagihan. Jika ia menyukai sesuatu, maka otaknya akan memerintahkannya untuk "ambil saja."
Laura melakukannya dimana-mana. Di tempat kerjanya, di tempat umum, bahkan di rumah temannya. Barang yang ia curi tidak selamanya yang mahal. Kadang barang bekas yang tak bernilai pun tak luput dari aksinya.
Apa yang terjadi?
Tanpa kita sadari kebiasaan mengutil ini sudah menjadi problema sosial yang besar. Dilansir dari beberapa sumber, kebanyakan pengutil tidak memiliki rasa bersalah dari aksinya.