Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayo, Jangan Kawin dengan Warga China yang Eksodus ke Indonesia

31 Januari 2022   13:16 Diperbarui: 31 Januari 2022   13:40 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja saya kaget, kabar yang terdengar di Kompasiana adalah adanya Eksodus besar-besaran orang China ke Indonesia. Katanya sih, mulai dari yang kasar hingga yang berpendidikan.

Asalnya dari sebuah artikel yang lagi populer pada hari ini di laman Kompasiana. Mohon cek sendiri.

Konon perilaku mereka ini menimbulkan gonjang-ganjing isu sosial. Meskipun seperti apa isu sosialnya, tidak dituliskan dengan pasti.

Apakah perebutan lahan pekerjaan, atau apakah membawa pengaruh komunis ke Indonesia, atau apakah membawa penyakit yang bernama "virus china" atau apakah sebagai pelacur?

Entahlah, tapi semuanya bisa saja terjadi jika digoreng. Bukankah di dunia medsos seperti zaman now, apa saja bisa digoreng?

Lagipula, tidak disebutkan pula orang China darimana? Apakah China daratan, Taiwan, Hong Kong, Singapura, Amerika, Eropa, Afrika? Atau orang China Indonesia. Sebabnya defenisi China itu luas.

Okelah, tidak usah pura-pura bodoh. Yang dimaksud oleh penulis artikel tersebut adalah warga China Daratan dari RRC (Republik Rakyat China).

Pun halnya dengan eksodus. Menurut versi KBBI, eksodus adalah: perbuatan meninggalkan tempat asal (kampung halaman, kota, negeri) oleh penduduk secara besar-besaran

Artinya, tulisan tersebut bermaksud untuk mengatakan jika warga RRC tersebut akan datang ke Indonesia dan menjadi penduduk di sini? Jika iya, ada baiknya memberikan data.

Yang pasti, berapa banyak tenaga asing dari China yang dimaksud? Berapa banyak pula yang bermohon-mohon untuk menjadi WNI? Jika data ini tidak ada, maka mohon maaf saya akan memberikannya;

Pertama.

Memang benar, jumlah TKA dari RRC adalah yang terbanyak dari jumlah TKA hingga Mei 2021. Jumlahnya setara dengan 36% dari total TKA. Atau 35.781.

Sementara berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja, jumlah ini menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Dari 95.168 (2019) menjadi 93.374 di tahun 2020. Dan turun lagi hingga 92.058 pada Mei 2021(sumber: nasional.kontan)

Nah, jika ada penurunan jumlah, maka dengan sendirinya kalimat "eksodus di masa pandemi" sudah tidak berlaku lagi. Sebabnya masa pandemi itu dimulai dari 2020-2021. (sumber: tempo)

Kedua.

Kedatangan pekerja ini tentu bukan tanpa alasan. Selain dari RRC, posisi kedua dan ketiga dipegang oleh Jepang dan Korea Selatan. Masing-masing dengan jumlah 12.823 dan 9.097 pekerja.

Menurut Menaker jumlah "eksodus" tersebut sejalan dengan besarnya investasi dari China. Perlu dipahami bahwa selama 3 tahun terakhir, China, Singapura, dan Jepang masuk dalam 3 besar negara dengan investasi terbesar di Indonesia. (sumber: databoks.katadata)

Ketiga.

Banyak itu luas defenisinya. Dalam satu perusahaan misalkan, seberapa banyak-kah batasan TKA di dalamnya? Sepuluh persen, dua puluh, atau lebih dari setengah?

Ambil contoh dari sektor pertambangan. Menurut Menteri LBP, di Kawasan Industri Morowali, jumlah pekerja Aseng ada sebanyak 3.500 orang. Total pekerja yang di sana sekitar 50.000. Aseng di Morowali tidak sampai 10%. (sumber: ekonomi.bisnis)

Menurut Luhut juga, TKA tersebut dibutuhkan karena pemahaman teknologi, dan juga pengawasan jalannya investasi. Ini belum termasuk kendala teknis di lapangan, seperti masalah bahasa, tulisan, hingga budaya kerja.

Apa keuntungan bagi Indonesia? Logika saja. Investasi yang masuk tentunya ada multiplier effectnya. Ekonomi berjalan dan pembukaan lapangan kerja. Ini belum termasuk transfer teknologi, dan juga pengetahuan.

Bukankah ada pepatah, belajarlah hingga ke negeri cina? Lha, kalau orang-orangnya sudah ada, bangsa kita bisa hemat tiket, dong!

Siapa yang menikmati? Tentunya kita semua lah, bukan si Aseng.

Jika ini masih belum dipahami, lantas ada yang menanyakan lagi, mengapa harus China yang berinvestasi? Saya pikir itu sudah ranah pemerintah dan negara.

Keempat.

Opini memang sebaiknya dibuat berdasarkan data dan perbandingan. Andaikan Aseng-aseng tersebut dianggap eksodus, karena ada lebih dari tigapuluh ribu di Indonesia, marilah kita membuat perbandingan sederhana dengan TKI

BPS mencatat bahwa pada tahun 2019, tercatat jumlah TKI sebanyak 276.553 pekerja yang berada di negeri orang. Sepuluh negara dengan jumlah TKI yang paling banyak adalah sebagai berikut;

Malaysia: 79.662 orang. Taiwan: 79.574 orang. Hong Kong: 70.840 orang. Singapura: 19.354 orang. Arab Saudi: 7.018 orang. Korea Selatan: 6.193 orang. Brunai Darussalam: 5.639 orang. Italia: 1.349 orang. Kuwait: 782 orang. Uni Emirat Arab: 578 orang.

Sisanya tersebar di beberapa negara lagi. Coba perhatikan baik-baik. Tiga negara teratas penyedia lapangan kerja untuk TKI (Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong), jumlahnya masih dua kali lipat dari jumlah Aseng di Indonesia. (sumber: kontan)

Bayangkan jika si negeri jiran berani berkata "Wanita Indonesia Eksodus ke Malaysia Besar-besaran, Kawini Mereka!" Somplak bin Katrok mereka tuh!

**

Nah, cukup dengan data. Sekarang opini saya terhadap tulisan tersebut;

Satu. Ahok tidak ada hubungannya dengan investasi China. Dia bukanlah Menteri Perdagangan, Menteri Investasi, apalagi Presiden.

Dua. Hubungan antara WNA China dan penduduk Indonesia jangan berdasarkan azas "kemanfaatan". Bukankah lebih baik jika atas azas "saling menguntungkan?

Nah, penulis tersebut mengusulkan adanya peleburan antara warga asing dengan warga lokal, dengan lima cara;

Pertama.

Pemerintah diberikan usul untuk membawa lebih banyak Aseng perempuan daripada lelaki.

Sejujurnya, saya belum paham.

Kedua.

Syaratnya mengutamakan gadis, janda muda, baru lelaki produktif (dalam urutan). Plus memenuhi syarat sebagai pekerja produktif. Usia lanjut tidak diterima yang lansia sebagai pekerja atau warga negara Indonesia.

Mengapa harus gadis dan janda yang mendapatkan prioritas? Kalau maksudnya agar mereka bisa "dimanfaatkan" maka ingatlah di Indonesia terdapat jutaan Wanita yang sudah muak dengan pola pikir seperti ini.

Seolah-olah perempuan tidak ada gunanya, kecuali dipakai untuk bersenang-senang saja. Dan mengapa kita harus berpikir bahwa Aseng mau menjadi warga negara Indonesia? Atas dasar apa? Saya bingung!

Ketiga.

Bersedia ditempatkan di semua daerah atau provinsi yang bersedia menampung tenaga kerja RRC. Jumlahnya ditentukan dan dipertimbangkan oleh setiap daerah.

Saya tambah bingung, memangnya investasi China tersebar di seluruh pelosok negeri secara merata?

Keempat.

Bila ada yang ingin memperistri mereka juga dapat melapor sebelum keterangan itu disampaikan kepada pemerintah pusat oleh pemerintah daerah.

Memangnya, Wanita China mau dengan saya? Saya sendiri gak yakin, tapi kalau penulis yakin, sila dibuktikan!

Kelima.

Warga RRC yang eksodus ke Indonesia juga harus menyatakan bersedia menjadi istri kedua atau ketiga bagi lelaki pribumi.

Maaf ya, masih banyak lelaki Indonesia di luar sana yang setia kepada istrinya. Jangan sampai efek layangan putus kemudian membuat isu ini menjadi masuk akal.

Nah, penulis tersebut menambahkan juga jika solusi ini akan tepat dan bisa diterima oleh masyarakat luas. Saya kutip;

"Dengan cara ini akan banyak manfaat bagi peleburan kedua bangsa yang tanpa menimbulkan masalah yang negatif terhadap keutuhan bangsa. Akhirnya sebagai lelaki pribumi atau anak bangsa Indonesia saya mengucapkan aaamiiiiiin....."

Memangnya perempuan Indonesia semuanya mau dipoligami? "Come On". Lagipula, saya juga pribumi. Dan saya tidak merasa solusi ini cocok!

Oh ya, penulis juga meminta dukungan untuk voting dan berkomentar pada tulisannya. Tujuannya agar memenuhi syarat karewar.

Min, Karewar dihapus aja dah kalau begitu!

**

Baik, mungkin saya terlalu sensi, sehingga kayak orang sakit gigi. Bisa saja ini adalah humor seperti tanggapan orang-orang pada kolom komentar. Jika memang demikian, ada baiknya menggunakan jurus Engkong Felix. Mengkritik tanpa mengkritik, dan jangan lupa ganti label menjadi Humor.

**

Saya tidak membela si Aseng yang datang ke Indonesia untuk menjadi pelacur. Banyak tuh dulu di Kota (Jakarta). Saya tidak juga membela mereka yang datang ke Indonesia sebagai bandar narkoba, atau penipu pinjol.

Aseng-aseng seperti mereka jelas harus diusir!

Saya juga tidak membela China, meskipun secara kodrat saya adalah keturunan Cina.

Saya hanya menyayangkan jika kita sebagai bangsa Indonesia, masih juga terperangkap dengan dikotomi tidak berdasar bahwa Orang Cina datang ke Indonesia Membawa Pengaruh Buruk Bagi Bangsa Ini.

Sobat, ingat bahwa sebagai bangsa yang besar kita harus melihat kenyataan yang ada tanpa terselimuti perasaan benci, hanya karena satu-dua "katanya."

"Kita harus pandai melihat, mendengar, membaca, dan menganalisis apa yang sebenarnya terjadi. Dari sana baru kita bisa menjadi pribadi-pribadi unggul."

Kutipan tersebut, saya pinjam dari pesan-pesan Eyang Soeharto.

**

Acek Rudy for Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun