Apa keuntungan bagi Indonesia? Logika saja. Investasi yang masuk tentunya ada multiplier effectnya. Ekonomi berjalan dan pembukaan lapangan kerja. Ini belum termasuk transfer teknologi, dan juga pengetahuan.
Bukankah ada pepatah, belajarlah hingga ke negeri cina? Lha, kalau orang-orangnya sudah ada, bangsa kita bisa hemat tiket, dong!
Siapa yang menikmati? Tentunya kita semua lah, bukan si Aseng.
Jika ini masih belum dipahami, lantas ada yang menanyakan lagi, mengapa harus China yang berinvestasi? Saya pikir itu sudah ranah pemerintah dan negara.
Keempat.
Opini memang sebaiknya dibuat berdasarkan data dan perbandingan. Andaikan Aseng-aseng tersebut dianggap eksodus, karena ada lebih dari tigapuluh ribu di Indonesia, marilah kita membuat perbandingan sederhana dengan TKI
BPS mencatat bahwa pada tahun 2019, tercatat jumlah TKI sebanyak 276.553 pekerja yang berada di negeri orang. Sepuluh negara dengan jumlah TKI yang paling banyak adalah sebagai berikut;
Malaysia: 79.662 orang. Taiwan: 79.574 orang. Hong Kong: 70.840 orang. Singapura: 19.354 orang. Arab Saudi: 7.018 orang. Korea Selatan: 6.193 orang. Brunai Darussalam: 5.639 orang. Italia: 1.349 orang. Kuwait: 782 orang. Uni Emirat Arab: 578 orang.
Sisanya tersebar di beberapa negara lagi. Coba perhatikan baik-baik. Tiga negara teratas penyedia lapangan kerja untuk TKI (Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong), jumlahnya masih dua kali lipat dari jumlah Aseng di Indonesia. (sumber:Â kontan)
Bayangkan jika si negeri jiran berani berkata "Wanita Indonesia Eksodus ke Malaysia Besar-besaran, Kawini Mereka!" Somplak bin Katrok mereka tuh!
**