Lupakan boyband, yang datang menghampiri pun tidak muda lagi. Tapi, tajir sudah pasti.
Para Kawai pun tergoda. Diiming-imingi duit segepok hanya untuk kongkow sejam dua jam. Tidak ada salahnya.
Tapi, tidak dengan apa yang terjadi di Jepang...
Layanan pun semakin luas. Dibagi dalam beberapa kategori. Mutsumi Ogaki dalam jurnal Dignity (2018)Â punya defenisinya;
JK Satsuekai (jasa foto bersama), JK O-sanpo (sesi jalan-jalan), dan JK Rifure (pijat refleksi). Ada pula hanya sekedar menemani, ngobrol santai, dan bercanda ria.Â
Jenisnya bisa bermacam-macam, tapi obyek tujuan hanya satu. Kepolosan dan kecantikan gadis berseragam.
Dari sinilah segalanya bermula. Para bandot tua yang gateli mulai melancarkan bual.
Para gadis polos pun tertegun. Jumlah bonus yang ditawarkan melebihi moral. Jadilah transaksi seksual. Sang gadis kecil terbuai dengan tawaran pria dewasa. Miris memang.
Tapi, itulah yang terjadi di Jepang...Â
Stacey Dooley dalam investigasi Young Sex for Sale in Japan (2017) membongkar seluruh aktivitas terselubung ini (bbc). Jalan-jalan Akihabara ditelusuri, tempat lahir dari grup idol Jepang, AKB 48.
Di Kawasan itu, Dooley mendapatkan kafe-kafe JK bertebaran. Gadis-gadis JK berkeliaran di jalanan. Bukan hanya berseragam sekolah, tapi juga dengan kostum cosplay laiknya gadis anime.