Sejak memasuki usia 30-an, rambutku mulai menipis. Untungnya nama saya bukan Agus. Jika tidak, maka "Agak Gundul Sedikit" cocok tersemat dengan wajahku.
Kakak saya tidak demikian. Rambutnya lebat berkilau. Namun, di usia yang tidak lagi muda, ia menjadi ubanan.
Kata orang sih, pria dewasa hanya memiliki dua konsekuensi terhadap rambutnya. Ubanan atau hilang. Entah benar atau tidak.
Ubanan mudah solusinya, penyemir rambut berupa-rupa tersedia. Harganya pun relatif terjangkau.
Tapi, tidak bagi Ricky (nama samaran). Ia adalah seorang pria botak. Berbagai jenis perawatan rambut telah ia jalani. Untungnya ia termasuk golongan tajir. Entah sudah berapa duit yang ia habiskan. Hasilnya? Biasa aja tuh.
Jika Anda termasuk pria yang mulai kehilangan rambut, jangan dulu terlalu khwatir. Anda tidak sendiri, sebabnya masalah ini sudah menjadi perhatian dunia sejak ribuan tahun lamanya.
Dampak yang ditimbulkan sudah setara dengan kehebohan Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan mungkin juga akan menyebabkan Perang Dunia III
Berikut adalah fakta yang mungkin Anda belum ketahui tentang kepala plontos;
Kekhwatiran Pria Sejak Zaman Dulu
Resep terkuno tentang kerontokan sudah terdaftar sejak 5000 tahun lalu. Bangsa Mesir menggunakan campuran duri landak yang dibakar hangus dicampur dengan madu, pualam, potongan kuku, dan tanah liat.
Bangsa Yunani Kuno memilih campuran kotoran burung dara, yang dicampur jinten, jelantang, dan lobak. Sementara Bangsa Viking mengusulkan krim yang terbuat dari kotoran bebek.
Wig Julius Caesar dan Cleopatra
Masalah kebotakan juga sempat meresahkan Julius Caesar. Kaisar Romawi yang paling disegani. Ia melakukan segala hal untuk mengembalikan rambutnya.
Ia lantas menggunakan wig buatannya sendiri. Daun salam yang dikira mahkota, ternyata adalah alat untuk menutup kebotakannya. Sukses menjadi tradisi kekaisaran Romawi.
Para ahli kedokteran Romawi Kuno pun kelimpungan. Obat dari gigi kuda, minyak beruang, hingga tikus pun tak cukup untuk membuat rambutnya gondrong.
Mengapa Julius Caesar begitu ngotot? Konon untuk membuat Cleopatra klepek-klepek padanya.
Dicap Sebagai Penyakit yang Menggemparkan Dunia
Kebotakan adalah histeria bagi kaum lelaki. Ia pun dianggap sebagai wabah yang harus diberantas.
Bahkan orang sepintar Aristotle saja pernah berpikir bahwa kebotakan disebabkan karena seks. Ia mengatakan seks yang terlalu sering bisa merontokkan rambut.
Di zaman Romawi Kuno, helm yang digunakan oleh para prajurit ditenggarai sebagai penyebab kebotakan. Dan kerontokan ini dicap sebagai wabah.
Kebotakan menjadi wabah masih berlanjut di tahun 1897. Seorang ahli kulit Perancis mengumumkan temuannya: Sejenis mikroba yang menjadi penyebabnya.
Dunia terguncang, pandemi seakan-akan datang merebak. Ilmu kedokteran segera bereaksi. Tukang gunting rambut jadi bulan-bulanan.
Teori lainnya lagi lebih kelam. Kerontokan rambut dikaitkan dengan "kekeringan otak." Akibatnya otak menjadi kerut dan pikun. Penyebabnya karena polusi udara atau salah potong rambut.
Lebih Besar dari Anggaran Negara
Kepanikan ini adalah warisan. Selama sekian abad lamanya, masih menjadi masalah. Dunia kedokteran modern pun mengambil jalan tengah.
Kebotakan tidak lagi dipandang sebagai penyakit. Tapi, sebuah gejala yang bernama "Androgenic Alopechia." Wajar adanya.
Tapi, para lelaki belum bisa menerimanya. Kebotakan dianggap sebagai kutukan yang harus ditumpas. Mulai dari obat tradisional hingga transplantasi rambut modern. Semua cara dilakukan.
Mau tahu berapa total uang yang dihabiskan untuk rambut? 3,5 miliar dollar AS per tahun. Bandingkan dengan anggaran negara Makedonia tahun 2020 yang hanya 2,75 milliar dollar AS.
Mengapa demikian? Menurut survey International Society Hair Restoration Surgery tahun 2009, sebanyak 60% lelaki lebih mencintai rambut daripada uang dan teman.
Pandangan Wanita Terhadap Lelaki Botak yang Tak Disadari
Frank Muscarella, psikolog Universitas Barry, pada tahun 1990-an pernah melakukan kajian terkait hal ini.
Pria plontos dianggap tidak menarik dari sisi fisik. Namun, mereka memiliki keunggulan yang berbeda.
Pria botal dipandang lebih cerdas, dominan, berpengaruh berstatus tinggi, jujur bahkan penolong. Kekuatan non-badaniah inilah yang membuat wanita klepek-klepek.
Seperti yang kita ketahui, wanita memerlukan rasa aman. Hal yang hanya bisa diperoleh dari pria yang terlihat matang secara sosial. Â
Image pria botak (dan klimis) sebagai orang baik-baik juga sudah memasyarakat sejak dulu kala. Jika Anda memerhatikan lukisan kuno, tokoh antagonis selalu dideskripsikan sebagai seorang dengan bulu lebat dan brewokan.
Pria Botak Lebih Perkasa?
Seperti yang sudah disebutkan di atas, filsuf Aristotle memiliki teori bahwa pria bisa menjadi botak karena terlalu banyak seks. Dalam kenyataannya pria plontos tidak memiliki level hormon testosteron yang lebih tinggi.
Bahkan, sebaliknya kehilangan rambut berhubungan dengan rusaknya produk testosteron, yang disebut sebagai dihydrotestosterone (DHT).
Di janin, hormon ini berpengaruh untuk menumbuhkan alat kelamin pria. Setelah dewasa, hormon ini seharusnya tidak lagi agresif. Namun, sebagian lelaki masih memilikinya.
Jika demikian, maka hormon yang masih terus diproduksi tersebut akan menyebabkan pengerutan pada akar rambut. Hasilnya, rambut rontok dan tergantikan dengan rambut halus, bernama vellus.
Orang Botak Rawan Terkena Kanker Prostat
DHT juga bertanggung jawab terhadap tumbuhnya kelenjar prostat pada bayi. Sehingga, masuk akal jika kadar DHT yang masih terus diproduksi pada saat dewasa akan menganggu kinerja kelenjar prostat.
Sementara sebuah survei menyatakan bahwa hilangnya rambut seiring dengan bertumbuhnya kanker prostat pada tubuh seseorang.
Sementara pria yang tidak lagi memproduksi DHT, seperti mereka yang berambut lebat, akan cenderung susah mendapatkan kanker prostat.
Ini pula yang menjelaskan mengapa wanita tidak botak, karena mereka tidak memiliki kelenjar prostat.
Orang Botak Lebih Rawan Terpapar Covid
Hal ini diutarakan oleh Prof. Carlos Wambier dari Brown University. Ia percaya bahwa hal tersebut disebabkan oleh kinerja DHT. Masalahnya, penyebab rambut rontok ini adalah pintu yang sama bagi virus Corona menyerang sel tubuh.
Namun, ada kabar baik jika teori Prof Carlos benar. Obat penekan hormon yang digunakan untuk mengobati kanker prostat dan mencegah kebotakan bisa digunakan untuk mematikan virus Corona.
Sebabnya, studi lainnya di Italia juga menemukan fakta bahwa pria yang sedang menjalani perawatan kanker prostat empat kali lebih kecil terkena virus corona, dibandingkan dengan pasien yang menjalani perawatan lainnya.
Namun Sebaliknya...
Tuhan maha adil. Siapa yang bisa menyangkalnya. Termasuk orang botak. Salah satu penyebab kanker prostat adalah rendahnya vitamin D. Sementara tubuh manusia tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi vitamin ini.
Vitamin D terbaik berasal dari paparan sinar matahari. Yang jelas, orang plontos lebih banyak terekspos dengan cahaya sinar matahari.
Selain itu, kinerja DHTÂ juga memiliki pengaruh positif lainnya. Yaitu meningkatkan proses metabolisme. Hal ini dapat membantu tubuh menjadi lebih bugar, berat badan yang lebih terkontrol, dan otot-otot tubuh yang lebih berkembang.
**
Jadi, demikianlah kisah si pria plontos. Dipandang jelek, tapi disukai wanita. Dianggap penyakit, padahal tak bisa dihindari. Tidak diinginkan, tapi menjanjikan.
Namun, dari keseleruhan artikel ini, saya hanya tidak memercayai satu hal. Menurut saya, Aristotle itu benar lho. Kebotakan ada hubungannya dengan keperksaan. Saya telah membuktikannya.
Bagaimana dengan kamu?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H