Politisi borjuis berbondong-bondong hijrah ke dunia sepak bola, baik untuk kepentingan Pilpres maupun Pilkada. Jika politik dan sepak bola sudah dicampur sedemikian rupa, maka yang menonjol adalah wajah bopeng pelaku politiknya.
Dalam statuta (Rules of The Game) induk sepak bola sejagat, FIFA, sudah sangat jelas disebutkan, bahwa segala aktivitas politik telah resmi difatwa haram dalam sepak bola. Simbol politik sekecil apapun ada sanksi tegas yang akan menjeratnya.
Statuta itu digunakan sebagai langkah purifikasi untuk membuat sepak bola bisa dikonsumsi oleh semua orang di seluruh benua. Olahraga harus disterilkan dan dibuat tanpa gimmick atau propaganda apapun kecuali "The Beautiful Game" itu sendiri. Aturan yang sangat mulia agar sepak bola tidak terfragmentasi dan bisa dinikmati siapa saja–tanpa sekat sosial.
Jika melihat realita yang ada selama ini, FIFA masih memiliki pekerjaan rumah yang teramat berat. Rancangan statuta yang diharapkan mampu memisahkan politik dari sepak bola, ternyata belum cukup ampuh dalam praktiknya.
Hal itu terbukti dari tokoh-tokoh yang terlibat di atas lapangan hijau yang kerap menyaru sebagai pemerhati sepak bola meski mereka hanya memanfaatkannya untuk mendulang popularitas dan suara saat musim Pemilu tiba, seperti halnya Pilkada 2020 kali ini.
Analogi "gerobak" saya gunakan sebagai simbol. Selain mampu dijadikan sebagai kendaraan, gerobak juga dapat dipakai untuk memindahkan muatan. Dalam hal ini memindahkan loyalitas dan kuantitas publik sepak bola Indonesia yang masif ke dalam pusaran politik yang korosif.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh sepak bola bagi aktor-aktor politik?
1. Popularitas Instan
The greatest sport on Earth. Begitu para penggila si kulit bundar melabeli cabang olahraga yang sangat mereka cintai itu. Tentu bukannya tanpa alasan, sepak bola merupakan olahraga yang paling banyak dimainkan umat manusia, yakni sekitar 3,5 miliar pasang kaki di antero dunia.
Artinya, popularitas sepak bola melibihi permainan apapun di dunia. Popularitas itu pula yang lantas akan menular kapada mereka yang terlibat di dalam circle-nya, termasuk para politisi (Indonesia).
Sepak bola kini telah menjadi industri budaya massa paling efektif sebagai media penyebaran citra politik yang mampu menembus batas kelas sosial.