Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menakar "Keseksian" Sepak Bola Sebagai Gerobak Politik

8 Desember 2020   13:02 Diperbarui: 9 Desember 2020   22:05 2539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendukung Timnas Indonesia. (Foto: Kompas Images/Kristianto Purnomo)

Cara itu dipilih karena suporter memiliki kecendrungan untuk mengikuti pilihan pemain-pemain idolanya di tim. Dengan merangkul setiap orang yang terlibat di tim, akan mendongkrak peluang mereka memperoleh massa yang lebih banyak.

Politisi Sepak Bola
Keberadaan tokoh sepak bola nasional, baik yang aktif maupun non-aktif, yang turut terjun ke dunia politik merupakan fenomana lazim di negeri ini.

Mereka paham betul tentang keempat faktor krusial di atas, sehingga sepak bola mampu mereka sulap serupa tiket VVIP menuju kursi panas kekuasaan.

Dari sekian banyak politisi yang pernah mempunyai afiliasi dengan sepak bola, Nurdin Halid (Golkar), Edy Rahmayadi (Gerindra), serta Djohar Arifin Husin (Gerindra) merupakan tokoh-tokoh besar yang sukses meracik sepak bola menjadi mesin politik secara instan.

Tentu masih banyak lagi tokoh nasional dan aktor-aktor politik Nusantara yang mendompleng popularitas sepak bola, baik untuk kepentingan Pilkada maupun Pilpres. Para pemain pun mulai tergoda untuk merasakan kesuksesan serupa.

Jika sepak bola sudah berada di tangan, maka sudah setengah jalan pula langkah pihak yang berkepentingan untuk dapat menguasai Indonesia. Agaknya adagium itu bukan hanya pepesan kosong belaka dan mereka telah membuktikannya.

Raisa mengenakan jersey timnas Garuda. | Twitter Raisa Andriana @raisa6690
Raisa mengenakan jersey timnas Garuda. | Twitter Raisa Andriana @raisa6690
Keseksian yang Luntur
Dengan merebaknya pandemi Covid-19, kapasitas sepak bola sebagai "gerobak" politik agaknya menjadi mandek seiring dengan tidak dikeluarkannya restu dari POLRI untuk menggelar kompetisi.

Mobilisasi para suporter yang lazimnya digunakan untuk show of power tak lagi mampu diandalkan ketika pembatasan sosial diberlakukan secara global.

Praktis kini sepak bola bagaikan raksasa swing voters serta undecided voters yang tengah tertidur pulas. Para kontestan Pemilu harus berputar haluan dan mulai mencari alternatif lain untuk mengeruk ceruk suara di luar sepak bola.

Ya, setidaknya sepak bola tahun ini aman dari jangkauan tangan-tangan kotor itu, meskipun kompetisinya urung menemui jalan terang untuk digulirkan kembali....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun