Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menakar "Keseksian" Sepak Bola Sebagai Gerobak Politik

8 Desember 2020   13:02 Diperbarui: 9 Desember 2020   22:05 2539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendukung Timnas Indonesia. (Foto: Kompas Images/Kristianto Purnomo)

Sepak bola masih menjadi gerobak politik yang paling seksi. Apa yang sejatinya mampu dipersembahkan sepak bola untuk syahwat politik?

Sepak bola dan politik itu tak ubahnya api dan asap. Mereka sangat sulit dipisahkan. Keduanya seringkali berjalan beriringan, bahkan bergandengan tangan, walaupun salah satunya kerap diidentikkan sebagai biang kehancuran.

Simbiosis itu sudah berlangsung dalam tempo yang sangat panjang. Hubungan keduanya telah banyak dipengaruhi oleh homogenitas sejarah dan budaya.

Sebelum didapuk sebagai olahraga yang paling merakyat di Indonesia, faktanya, sepak bola telah lama diadopsi menjadi media propaganda politik di beberapa negara dengan kultur Jogo Bonito.

Kemesraan keduanya dapat kita jumpai mulai dari Perang Saudara Spanyol yang mewarnai El Clasico, lantas pertentangan kelas pekerja dalam derbi Le Classique antara Olympique Marseille versus Paris Saint-Germain, sampai jejak sejarah kolonialisme antara Aljazair melawan Prancis atau Brazil versus Portugal.

Andai saja Indonesia termasuk ke dalam jajaran tim elite dunia, rivalitas politis serupa akan tersaji dalam derbi Kompeni antara timnas Merah Putih melawan musuh klasiknya, Merah Putih Biru atau Belanda. Sayangnya, impian itu masih terlalu jauh dari kenyataan. Setidaknya untuk beberapa dekade ke depan.

Suporter timnas Indonesia. | (Foto: Pradita Utama/detikSport) sport.detik.com
Suporter timnas Indonesia. | (Foto: Pradita Utama/detikSport) sport.detik.com
Sebagai penggila sepak bola, tentu kita sudah tidak asing dengan Gerard Pique yang kerap menyuarakan kemerdekaan rakyat Catalan atas Spanyol. Sama halnya dengan eks penggawa timnas Der Panzer, Mesut Ozil, yang tidak pernah segan kala mengangkat isu-isu yang melibatkan umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Dalam konteks tersebut, sepak bola bukan hanya soal permainan sebelas melawan sebelas, tetapi juga menjadi simbol perlawanan yang penuh dengan aroma politik (bukan politik praktis).

Tidak hanya di Eropa, di Indonesia pun sama. Politik kerap "menumpang" pada sepak bola. Hanya saja, ada perbedaan motif yang signifikan antara apa yang terjadi di Benua Biru dan di Tanah Air.

Sebagian besar fenomena Politik dalam sepak bola Nusantara bukan berdasarkan ekspresi pemain atau penggemar, tetapi tokoh-tokoh di luar lapangan hijau yang melakukan infiltrasi untuk menghisap "nektar" dari aktivitas persepakbolaan. 

Politisi borjuis berbondong-bondong hijrah ke dunia sepak bola, baik untuk kepentingan Pilpres maupun Pilkada. Jika politik dan sepak bola sudah dicampur sedemikian rupa, maka yang menonjol adalah wajah bopeng pelaku politiknya.

Dalam statuta (Rules of The Game) induk sepak bola sejagat, FIFA, sudah sangat jelas disebutkan, bahwa segala aktivitas politik telah resmi difatwa haram dalam sepak bola. Simbol politik sekecil apapun ada sanksi tegas yang akan menjeratnya.

Statuta itu digunakan sebagai langkah purifikasi untuk membuat sepak bola bisa dikonsumsi oleh semua orang di seluruh benua. Olahraga harus disterilkan dan dibuat tanpa gimmick atau propaganda apapun kecuali "The Beautiful Game" itu sendiri. Aturan yang sangat mulia agar sepak bola tidak terfragmentasi dan bisa dinikmati siapa saja–tanpa sekat sosial.

Ilustrasi politik sepak bola (political football). | Peter Sully Cartoonmovement.com
Ilustrasi politik sepak bola (political football). | Peter Sully Cartoonmovement.com
Stadion harus didesain tampak "netral" serta terlindung dari elemen eksternal yang mungkin akan memberi makna lain yang melampaui drama dan pertarungan taktik dan strategi di atas lapangan hijau.

Jika melihat realita yang ada selama ini, FIFA masih memiliki pekerjaan rumah yang teramat berat. Rancangan statuta yang diharapkan mampu memisahkan politik dari sepak bola, ternyata belum cukup ampuh dalam praktiknya.

Hal itu terbukti dari tokoh-tokoh yang terlibat di atas lapangan hijau yang kerap menyaru sebagai pemerhati sepak bola meski mereka hanya memanfaatkannya untuk mendulang popularitas dan suara saat musim Pemilu tiba, seperti halnya Pilkada 2020 kali ini.

Analogi "gerobak" saya gunakan sebagai simbol. Selain mampu dijadikan sebagai kendaraan, gerobak juga dapat dipakai untuk memindahkan muatan. Dalam hal ini memindahkan loyalitas dan kuantitas publik sepak bola Indonesia yang masif ke dalam pusaran politik yang korosif.

Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh sepak bola bagi aktor-aktor politik?

1. Popularitas Instan
The greatest sport on Earth. Begitu para penggila si kulit bundar melabeli cabang olahraga yang sangat mereka cintai itu. Tentu bukannya tanpa alasan, sepak bola merupakan olahraga yang paling banyak dimainkan umat manusia, yakni sekitar 3,5 miliar pasang kaki di antero dunia.

Artinya, popularitas sepak bola melibihi permainan apapun di dunia. Popularitas itu pula yang lantas akan menular kapada mereka yang terlibat di dalam circle-nya, termasuk para politisi (Indonesia).

Sepak bola kini telah menjadi industri budaya massa paling efektif sebagai media penyebaran citra politik yang mampu menembus batas kelas sosial.

Siapa saja yang memiliki relasi dengan sepak bola akan diperebutan oleh aktor-aktor politik. Setidaknya menjadi batu locatan untuk memperoleh popularitas instan dan sebagai pengeruk massa yang sangat efektif sekaligus efisien

2. Ceruk Masif
Selain dikenal sebagai permainan paling besar di jagat, sepak bola juga merupakan olahraga yang melibatkan banyak orang. Diperlukan 22 pemain yang terdiri dari dua tim untuk memulai pertandingan, belum termasuk pemain cadangan, staf pelatih, dan ofisial tim.

Hal itu yang membuat sepak bola mampu menarik massa dalam jumlah yang masif. Tentunya setiap pemain akan didukung oleh kerabat dan teman. Belum lagi para penggemar yang datang ke tribun atas dasar nasionalisme dan fanatismenya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Sport, 77% penduduk Indonesia (206 juta orang) memiliki ketertarikan pada olahraga si kulit bundar, terutama saat mendukung timnas Garuda berlaga.

Menilik masifnya massa yang mampu dikumpulkan sepak bola, menjadi hal wajar jika para aktor politik saling sikut untuk terlibat di dalamnya. Mereka akan membutuhkan banyak dukungan untuk mendongkrak citra politik, daya tawar, dan elektabilitas di arena perpolitikan.

3. Swing Voters dan Undecided Voters
Sepak bola masih merupakan salah satu gerobak politik paling seksi oleh karena melibatkan massa dalam jumlah besar, yang mayoritas termasuk swing voters dan undecided voters.

Kedua klasifikasi pemilih tersebut kerap menjadi rebutan bagi kontestan Pemilu, sebab posisi mereka secara politis masih "abu-abu" sehingga mudah digiring.

Merebut ceruk pemilih swing voters dan undecided voters adalah suatu keharusan. Keberhasilan dalam merebut keduanya merupakan satu tangga menuju tampuk kemenangan. Maka tidak perlu heran jika publik sepak bola menjadi mangsa favorit para politisi menjelang musim Pemilu.

4. Loyalitas
Suporter Indonesia dikenal mempunyai loyalitas dan fanatisme yang amat tinggi dalam mendukung kesebelasan favorit mereka. Setiap pertandingan di tataran timnas ataupun klub tidak pernah sepi dari kehadiran penonton.

Loyalitas merupakan modal yang paling mendasar bagi seorang suporter. Selain setia kepada tim, mereka juga amat loyal kepada para pemain.

Loyalitas tersebut yang kemudian akan dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik untuk merampas simpati para seporter dengan merangkul pengurus otoritas sepak bola, petinggi klub, dan pemain. 

Cara itu dipilih karena suporter memiliki kecendrungan untuk mengikuti pilihan pemain-pemain idolanya di tim. Dengan merangkul setiap orang yang terlibat di tim, akan mendongkrak peluang mereka memperoleh massa yang lebih banyak.

Politisi Sepak Bola
Keberadaan tokoh sepak bola nasional, baik yang aktif maupun non-aktif, yang turut terjun ke dunia politik merupakan fenomana lazim di negeri ini.

Mereka paham betul tentang keempat faktor krusial di atas, sehingga sepak bola mampu mereka sulap serupa tiket VVIP menuju kursi panas kekuasaan.

Dari sekian banyak politisi yang pernah mempunyai afiliasi dengan sepak bola, Nurdin Halid (Golkar), Edy Rahmayadi (Gerindra), serta Djohar Arifin Husin (Gerindra) merupakan tokoh-tokoh besar yang sukses meracik sepak bola menjadi mesin politik secara instan.

Tentu masih banyak lagi tokoh nasional dan aktor-aktor politik Nusantara yang mendompleng popularitas sepak bola, baik untuk kepentingan Pilkada maupun Pilpres. Para pemain pun mulai tergoda untuk merasakan kesuksesan serupa.

Jika sepak bola sudah berada di tangan, maka sudah setengah jalan pula langkah pihak yang berkepentingan untuk dapat menguasai Indonesia. Agaknya adagium itu bukan hanya pepesan kosong belaka dan mereka telah membuktikannya.

Raisa mengenakan jersey timnas Garuda. | Twitter Raisa Andriana @raisa6690
Raisa mengenakan jersey timnas Garuda. | Twitter Raisa Andriana @raisa6690
Keseksian yang Luntur
Dengan merebaknya pandemi Covid-19, kapasitas sepak bola sebagai "gerobak" politik agaknya menjadi mandek seiring dengan tidak dikeluarkannya restu dari POLRI untuk menggelar kompetisi.

Mobilisasi para suporter yang lazimnya digunakan untuk show of power tak lagi mampu diandalkan ketika pembatasan sosial diberlakukan secara global.

Praktis kini sepak bola bagaikan raksasa swing voters serta undecided voters yang tengah tertidur pulas. Para kontestan Pemilu harus berputar haluan dan mulai mencari alternatif lain untuk mengeruk ceruk suara di luar sepak bola.

Ya, setidaknya sepak bola tahun ini aman dari jangkauan tangan-tangan kotor itu, meskipun kompetisinya urung menemui jalan terang untuk digulirkan kembali....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun