Zahara mendekat mengulurkan tanganya utuk menggapai tangan ayahnya kemudian menciumnya tanpa berkata apa pun. “eh kok malah cium tangan? Pertanyaanku belum dijawab loh” selidik ayah Zahara.
“maaf ayah, telah membuatmu cemas, tadi Zahara tersesat tapi untung saja Zahara ketemu dengan Idris, dan dia berbaik hati bersediamengantarku pulang” kata Zahara sambil melirik ke arah Idris. Idris hanya tersenyum lugu mencoba menampilkan sisi terbaiknya saat ayah Zahara berusaha mengidentifikasi dirinya.
“kalau gitu, ajak dong sang penolongnya masuk” kata Ayah Zahara dengan maksud menggoda anaknya.
Tibalah Idris diruang tamu, matanya liar memandang lukisan-lukisan yang terpajang indah di tembok, kadang ia menggaruk kepala meski pun tidak gatal, ia merasa sedikit kikuk berada di tempat yang terasa asing baginya. Sesekali ia melihat keluar, berharap rasa canggungnya karena bersama ayah Zahara segera berakhir. Sementara itu Zahara meninggalkan mereka berdua menuju dapur untuk membuat minuman.
“kamu tinggal dimana anak muda’ terdengar suara Ayah Zahara memecah kesunyian.
“aku tinggalnya di dekat mesjid Nurul Yaqin kira-kira 300 meter dari sini paman, oia kalau boleh tau, nama paman siapa”