Kedua, memilih puzzle sesuai dengan jenjang usia, jumlah potongan, dan tingkat kesulitannya.Â
Ketiga, memperhatikan jumlah, ukuran, dan bentuk kepingan puzzle misalnya yang sesuai dengan karakter favorit anak.Â
Keempat, senantiasa mendampingi dan memantau ketika anak sedang bermain puzzle.
Adanya pengawasan dari orangtua atau pengasuh terhadap anak dapat meminimalisir terjadinya kepingan puzzle yang termakan terutama pada anak di bawah usia 2 tahun.Â
Selain itu, dengan menemani anak, akan menghindarkan anak mengalami stres karena menemukan kesulitan saat bermain. Sesekali orangtua bisa membantu dan mengarahkan anak dalam bermain puzzle.
Keberadaan permainan puzzle dapat menjadi alternatif dalam menyapih anak dari gawai. Oleh sebab itu, berikut penulis sampaikan 4 kemampuan atau skill dasar pada anak yang dapat terasah dalam permainan puzzle.
1. Kemampuan fisik, meliputi kemampuan anak untuk mengoordinasikan mata dan tangan, mengangkat kepingan puzzle, hingga menyusunnya menjadi bentuk utuh.
2. Kemampuan kognitif, meliputi kemampuan anak untuk mengasah daya ingatnya dalam menyusun puzzle menjadi bentuk sempurna.
3. Kemampuan emosional, meliputi kemampuan anak untuk tetap tenang, bersabar, dan berkonsentrasi dalam menyelesaikan kepingan puzzle.
4. Kemampuan sosial, meliputi kemampuan anak untuk belajar bersosialisasi melalui kegiatan bermain puzzle secara bersama-sama dengan teman sebayanya sehingga terjalin komunikasi, kerja sama dan interaksi yang baik.
Jika sebuah teori menyatakan bahwa mencegah demensia atau pikun pada lansia bisa dengan terapi puzzle, maka sama halnya untuk anak-anak. Untuk melatih daya ingat, biarkan anak mencobanya.