1.Riba dan judi, karena kedua transaksi ini mendapatkan harta tanpa usaha yang sah.
2.Suap, yang mengarah pada kezaliman.
3.Memberikan sedekah kepada orang yang mampu bekerja, yang mengandung unsur penghinaan, serta menerima sedekah oleh orang yang seharusnya mampu bekerja.
4.Pencurian dan ghasab (perampasan), yang melanggar hak kepemilikan orang lain, baik secara fisik (harta) maupun manfaat (jasa). Rasyid Ridha juga menyoroti ghasab manfaat sebagai tindakan merugikan orang lain, seperti tidak memberikan kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan orang lain.
5.Mempekerjakan orang tanpa memberikan upah yang layak.
6.Mengambil harta anak yatim secara zalim.
7.Mengambil imbalan dari transaksi yang diharamkan, seperti prostitusi atau praktik perdukunan.
8.Mengambil upah dari ibadah, seperti puasa dan shalat.
9.Transaksi yang mengandung penipuan, pemalsuan, atau korupsi.
Secara sederhana, An-Naisabury mengklasifikasikan tindakan mengambil harta orang lain secara bathil ke dalam dua kategori, yaitu mengambil dengan cara zalim seperti ghasab, pencurian, dan pengkhianatan terhadap pemilik harta, serta mengambil dengan cara yang bersifat permainan, seperti perjudian atau jenis permainan serupa. Pada bagian larangan mengambil harta orang lain inilah, QS. An-Nisa [5]: 29 sangat relevan, karena berhubungan dengan pelangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H