Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayang-Bayang Pilihan

22 November 2024   17:39 Diperbarui: 22 November 2024   17:58 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu Tami terdiam. Ada sesuatu dalam nada suara Suryo yang membuatnya tak bisa sepenuhnya berpaling. "Lalu, apa yang kamu inginkan sekarang? Apakah ini tentang rumah itu? Tentang uang?"

Pak Suryo menggeleng. "Tidak, Tam. Aku sudah menjual rumah itu. Aku serahkan semuanya untukmu."

Bu Tami tertegun. "Apa maksudmu?"

"Aku ingin kamu punya hidup baru, tanpa aku jadi bayang-bayang burukmu lagi," jawab Suryo. "Rumah itu, hasilnya... semuanya untuk kamu. Itu cara terakhirku memperbaiki sesuatu yang telah kuhancurkan."

Ada hening yang panjang, nyaris menyakitkan. Mata Bu Tami perlahan berkaca-kaca. Ia mencoba menyembunyikan gemuruh di dadanya, tetapi tangannya gemetar saat menerima amplop yang disodorkan Suryo.

"Suryo," suaranya pelan, hampir berbisik, "kenapa sekarang? Kenapa bukan dulu, saat semuanya masih mungkin diperbaiki?"

Suryo menatapnya, bibirnya melengkungkan senyum getir. "Karena aku dulu terlalu sombong untuk mengakui bahwa aku salah. Dan aku terlalu bodoh untuk mengerti, kebahagiaan itu bukan tentang apa yang aku dapatkan, tapi tentang apa yang bisa kuberikan."

Air mata Bu Tami akhirnya jatuh, deras. Tapi ia tahu apa yang harus ia katakan.

"Suryo," katanya dengan suara yang gemetar, "aku menghargai usahamu. Tapi aku sudah menemukan jalanku sendiri. Aku memaafkanmu, tapi aku tidak bisa kembali."

Suryo tersenyum kecil, menunduk. "Aku nggak berharap lebih, Tami. Mendengar kamu memaafkan saja sudah cukup."

Ia berdiri, melangkah pergi dengan langkah yang ringan, meski hatinya terasa hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun