Namun, sejarah kabinet Indonesia menunjukkan bahwa janji kabinet profesional sering kali terbentur oleh realitas politik. Dalam sistem multipartai seperti Indonesia, presiden sering kali harus membuat kompromi dengan partai-partai pendukungnya.Â
Burhanuddin Muhtadi, seorang pengamat politik, mengingatkan bahwa meskipun Prabowo menginginkan kabinet teknokratis, tekanan dari koalisi partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, dan PAN akan tetap memainkan peran penting dalam menentukan susunan kabinet.
Perbedaan Kebijakan: Infrastruktur vs Kedaulatan Nasional
Dari segi kebijakan, perbedaan antara Prabowo dan Jokowi dapat dilihat pada fokus mereka masing-masing. Di bawah Jokowi, Indonesia melihat ekspansi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur.
Jokowi melihat pembangunan fisik sebagai kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia internasional dan memperkuat konektivitas antarwilayah, khususnya di luar Jawa.
Proyek-proyek besar seperti tol Trans-Jawa, tol Sumatra, pembangunan MRT di Jakarta, serta bandara dan pelabuhan di berbagai daerah menjadi simbol utama pemerintahannya.
Di sisi lain, Prabowo diperkirakan akan lebih fokus pada isu-isu kedaulatan dan keamanan nasional.
Sebagai seorang mantan perwira militer, Prabowo telah lama menyoroti pentingnya modernisasi militer dan perlindungan terhadap sumber daya alam Indonesia.
Kebijakan ini sudah ia mulai garap sebagai Menteri Pertahanan, di mana ia berhasil mendorong beberapa perjanjian penting terkait pengadaan alutsista dan memperkuat pertahanan laut Indonesia.
Meskipun Prabowo mungkin tidak akan meninggalkan sepenuhnya proyek-proyek infrastruktur yang sudah dimulai oleh Jokowi, diperkirakan ada pergeseran prioritas dari pembangunan fisik menuju penguatan ketahanan nasional.
Hal ini mungkin tercermin dalam alokasi anggaran yang lebih besar untuk sektor pertahanan dan keamanan, serta upaya untuk memperkuat posisi Indonesia di kawasan Asia-Pasifik.