"Nah. Pancasila sebagai warisan dari jenius Nusantara dengan karakter kenusantaraannya itulah, Coy. Merupakan habitat yang tepat bagi tumbuh-kembangnya agama-agama, yang berketuhanan yang Mahaesa, Co."
"Emmm."
Ponco mengangguk-angguk.
"Asal tahu saja, Co. Dalam sejarahnyapun. Di Negeri Pancasila ini. Apapun budaya dan ideology yang masuk, sejauh dapat dicerna oleh system social dan tata nilai setempat, hampir dapat dipastikan, dapat berkembang secara berkelanjutan. Ya kan, Co? Itu angel yang pertama, Co!"
"Emmm..."
Ponco makin mengangguk-angguk. Tapi tanpa tri li li li li li li sebagaimana burung Kutilang.*
"Nah. Pancasila sebagai warisan dari jenius Nusantara dengan karakter kenusantaraannya itulah. Merupakan habitat yang tepat bagi tumbuh-kembangnya agama-agama, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Co."
"Jadi. Pancasila bagai wadah dan Agama merupakan isinya, Mas?"
"Penggambaran itu tidak selalu tepat, Co. Karena akan menimbulkan spekulasi persepsi. Seolah-olah Pancasila lebih luas dari Agama. Â Atau seolah-olah Pancasila lebih hebat dari Agama. Padahal, Agama dan Pancasila dua hal berbeda, dan bukan bertentangan, Co!" tegas Silo.
"Ya, Mas. Bagaimana kalau ada yang bilang inti Pancasila adalah Agama?"
"Em... Mari, ngopi dulu lah, Co!"