Mohon tunggu...
Fiksiana

Bugenvil 9

8 November 2015   19:28 Diperbarui: 10 November 2015   07:56 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Alen berdiri sembari memeluk surat ayahnya dengan tangisan penyesalan. Segala yang pernah ia lakukan terasa menyusahkan ayahnya. Kini Alen memahami kehidupan yang dijalani ayahnya, terasa sesak di dada menghayati perjalanan kehidupan ayahnya, sangat menyakitkan ditinggalkan oleh seorang wanita yang dicintai, namun .

“Baiklah.  Alen akan sembuh yah, Alen akan sembuh!”  melodi tangisnya.

Sejenak kepala gadis itu menatap  jalan raya yang  becek, tertutupi dedaunan yang melambai-lambai tersapu angin, sementara hujan masih terus mengguyur. Perasaannya semakin hancur, tak kuasa ia untuk sekedar  mengusap air mata. Ingatannya kembali pada surat kedua yang belum dibaca olehnya, dari seorang ibu yang telah mengandung dan melahirkannya, serta merawatnya selama ini bersama dengan sang ayah.

Klasika Ayoedya Ardhanareswari Alendanuarga Sweta Wimala,

Anakku, Buah Hatiku Tercinta

Ibu harap keadaanmu akan selalu membaik, mengingat ibu akan memberitahumu. Sebelum ibu menceritakan kepadamu, rahasia antara ayah dan ibu selama ini. Tahukah kau nak? Selama ini ibu sangat menyayangimu. Atas dasar sayang itulah, ibu akhirnya memutuskan untuk menceritakan sesungguhnya drama klasik yang kami lakukan, hukum yang telah kami langgar demi rasa sayang kami terhadapmu, nak.

Ketika itu, usiamu memasuki tiga tahun. Usia dimana seorang anak belum mengenal konflik keluarga, hanya bermain sepuasnya. Konflik itu berawal dari awal tiga tahun usiamu, semua  permasalahan ibu yang memulai. Ibu memilih kembali dengan mantan kekasih ibu dan menikah dengannya namun pernikahan itu tidak berlangsung lama. Kemungkinan hanya bertahan selama 4 bulan. Ibu berusaha untuk menyembunyikannya, setiap ibu dan ayah berada di hadapanmu, kami selalu berdramaturgi. Manis dan harmonis layaknya sebuah keluarga bahagia. Kau tau mengapa selama ini ibu dan ayah tidak pernah tidur bersama dan selalu tidur dengan ayahmu? Itu karena perceraian yang berjalan antara kita.

Ibu ingin mengajak kembali ayahmu, namun sepertinya gagal. Ayahmu terlanjut terluka dan tidak pernah mau mengungkit masa lalunya dengan ibu. Ia memilih jalur damai dan kepentingan damai ini hanya untuk menyelamatkan dirimu dari dampak buruk perceraian terhadap seorang anak. Alhasil semua tindakan kami berhasil, semua yang kami sepakati berhasil. Kami tidak pernah berbicara satu sama lain dibelakangmu, meski ibu sudah memulainya, namun ayahmu diam membuang muka, ketika kau menoleh, drama itu dimainkan lagi, pura-pura sibuk berbincang. Padahal bukan apa-apa.

Kami telah bercerai sejak kau berusia tiga tahun. Ingatlah itu, nak. Kami sangat menyayangimu, usaha penghindaran dampak seorang anak yang lemah mental dan nakal kami berhasil. Kami melihat prestasimu, kami melihat semangatmu, kami melihat patuh dan hormatmu terhadap kami. Kami bangga terhadapmu, nak. Terutama ibu ini, mungkin kini ibu tidak ada maknanya lagi dihidupmu. Namun satu yang ibu mohonkan darimu. Ibu hanya memohon maaf atas apa yang telah kami sembunyikan selama ini terhadapmu. Kami tau itu meupakan kesalahan fatal, namun apalah bandingan nilainya bila disandingkan dengan sebuah kerusakan mentalmu. Kami, terutama ibu benar-benar memohon maaf. Kami juga manusia yang memiliki khilaf.

Pesan ibu, jangan pernah kau melanggar pesan ayahmu. Tahukah dirimu, nak? Ia sangat berbahagia ketika dirimu terlahir. Bagaimanalah cinta seorang suami terhadap istri, namun rasa sayang itu melebihi sayangnya terhadap ibu dahulu. Berbahagialah kau nak, memiliki ayah sebaik dirinya. Patuhilah pesan-pesan terakhirnya, serta jangan lupakan nasehatnya ketika ia masih hidup dahulu. Ibu mohon, jangan lupakan ibu juga, nak. Ibu juga sangat mencintaimu melebihi cinta ibu terhadap orang tua ibu sendiri, melebihi perasaan ibu terhadap ayahmu. Hargai semua orang baik yang menyayangimu maupun yang membencimu, nak. Sekali lagi maafkan ibu.

Sekian pesan yang dapat ibu sampaikan, harap kau mengerti. Maafkan bila kejujuran ini menyakiti hatimu, namun ibu tidak bermaksud kesana. Terima kasih atas perhatianmu, nak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun