Mohon tunggu...
Fiksiana

Bugenvil 9

8 November 2015   19:28 Diperbarui: 10 November 2015   07:56 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            “Apa maksud ibu dengan kata lega?”

            “Tidak apa-apa, kau tidak perlu mengkhawati..”

            “Sepertinya mustahil tidak ada apapun kecuali ada sesuatau yang terjadi dan aku tidak mengetahuinya. Apa ibu mengetahui sesuatu?” potongnya.

            Ibunya terkejut atas pernyataan sekaligus pertanyaan yang dilontarkan oleh putrinya. Dengan cepat ia menghindar dari topik permasalahan, takut jikalau ada ‘terpelesetnya lidah’. Alen tidak tinggal diam, ia mencabut kabel hard disk dan menatap ibunya tajam. Ibunya sedikit kehilangan konsentrasi mengemudi, Alen memaksa ibunya untuk jujur apapun keadaannya. Bagaimanapun juga rahasia itu adalah kesepakatan orang tua Alen yang tidak akan pernah sedikitpun ada pembocoran, sampai kapanpun. Sehingga ibunya harus berpikir keras untuk menghindari pergolakan anaknya itu. Ia semakin kehilangan kendali, sedangkan Alen terus melakukan pemaksaan-tekanan batin-dengan cara mengintimidasi ibunya jikalau tidak memberitahukan rahasia iytu, Alen akan meloncat dari pintu mobil. Wajah ibunya mulai terlihat panik, sedangkan mobil masih melaju dengan kecepatan 120 kilometer per jam.

            Kini Alen merasakan laju mobil yang sangat tinggi, ia pun mulai panik juga. Perhatiannya untuk rahasia kini sepenuhnya beralih kepada perasaan takut yang sangat tinggi karena ternyata laju mobil tidak bisa dikendalikan karena ibunya terkena serangan jantung mendadak. Tangan ibunya melepas setir dan beralih mengais erat dadanya. Alen yang belum bisa mengendalikan mobil sangat penik bagaimana cara menghentikan mobil dalam situasi bahaya ini. Ibunya tergeletak dengan tubuh lemas, Alen gugup. Tanpa pikir panjang ia langsung meloncat untuk mengendalikan setir.  Keringatnya menetes bergantian, keadaan memburuk, ia memencet semua pedal dengan keras. Namun sayangnya laju mobil semakin cepat, dilihatnya laju mobil mencapai 150 kilometer per jam, ia salah menginjak pedal. Pikirannya sudah terpecah belah, ia akhirnya memutuskan untuk membuka pintu mobil disampingnya, alhasil pintu pun terbuka. Ia melihat ibunya yang terkapar lemah, ketika ia memfokuskan matanya kedepan, Alen terbelalak kaget. Ternyata terjadi kecelakaan beruntun di ujung jembatan.  Ia menangis sekuat-kuatnya dan memohon maaf  kepada seorang ibu yang sedang  tergeletak tak bernyawa untuk memaafkan kesalahannya di masa lalu. Ia juga memohon maaf agar ibunya bersedia  memaafkan dirinya atas tindakan gila yang akan ia lakukan sebentar lagi.

Alen sudah tidak tahu apa yang hendak ia lakukan dengan mobil itu, pintu mobil yang terbuka membuatnya ingin nekat loncat dari mobil. Lokasi kecelakaan itu semakin dekat, ia benar-benar sudah tidak bisa menguasai diri. Ia membanting setir ke kiri, mobil berputar cepat,  pembatas jembatan tidak mampu menahan putaran mobil hingga patahlah pembatasnya. Mobil yang dikendarainya terlempar dahsyat ke pantai. Alen terlempar jauh ke pinggir pantai dengan keras hingga kepala dan tangannya terantuk batu karang di tengah pasir yang berkilau terkena sinar matahari. Sedangkan mobilnya menabrak batu karang setinggi 6 meter dan terlempar jauh ke tengah, sepuluh meter ke tengah laut. Seketika air laut memerah, di kemerahan itu  nampak  seorang wanita sedang  terapung di dalam mobil bagian jok depan.

            Alen tersadar, ia bergerak seadanya. Dia menahan rasa sakit yang hebat diderita tangan kanannya. Dari kejauhan dilihatnya benda kecil yang mengapung bersama helaian rambut yang basah tergerai melepas tekanan hidup, terbawa ombak lautan nan biru cerah. Selendang hitam mengapung bebas seakan mencari si pemiliknya, namun pemiliknya telah membawanya ke alam baka. Alen menangis, namun wajahnya semakin memucat, pendarahan yang terjadi di kepalanya membuat dirinya tak mampu berbuat apapun, ia merinyih kesakitan. Tak lama kemudian, dengan gerakan tubuh mulai menunjukkan ketakutan pun nampak. Suasana pantai sedang gerimis, hawa disekitar menjadi sangat dingin ditambah angin laut yang bertiupan bak badai hendak menghantam. Alen meringkuk, sepertinya kedinginan dan ketakutannya becampur,  ibu jari mungil nan memanjang dengan indah itu masuk ke dalam mulutnya.

            “Ayah, ibu. Maafkan aku yang telah menghancurkan perasaanmu. Ma..ma..af, tak seharusnya aku memaksamu, Bu. Ayah, maafkan diriku yang telah melukai namamu disana. Tuhan, tetaplah ampuni ayah dan ibuku karena ini semua salahku. Aku tidak mengindahkan apa yang keduanya katakan, aku terlalu terbawa emosi. Ayah, maafkan Alen, maafka bila Alen harus terpisah dari kalian berdua. Alen selalu berdoa untuk kalian, Alen sangat merasa bersalah kepada kalian, mafkan Alen.”  Kata terakhir itu terucap dengan kondisi yang mengenaskan, kini Alen telah benar-benar tak sadarkan diri.

            Matahari sepertinya tidak bersinar pagi ini, mendung gelap disiassi gerimis yang perlahan dengan kelembutan pun turun. Tak lama kemudian hujan deras menyusul, suasana kembali dingin meski tak sedingin suasana pantai. Secercah sinar matahari yang tidak begitu terang menembus kaca jendela ujung kamar, menerpa wajah sayu sang gadis yatim piatu dengan bulu mata lentik dan alis tertata indah diatas matanya. Kilauan sinar wajahnya menampakkan raut kesedihan yang tersurat, bersembunyi dibalik ketenangan jiwa. Meski tubuhnya tidak lagi meringkuk dan ibu jari telah terjajar rapi memanjang di atas ranjang bersama kawanannya.  

            Alen tersadar dari koma, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tidak sakit lagi.

            “Seberapa lama aku tertidur?” pikirnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun