Pergantian Merteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) ke Prof. Abdul Mu'ti, menarik untuk kita lirik dari aspek tanggapan terkait kurikulum merdeka. Dikutip dari KOMPAS.com yang artikelnya diterbitkan pada tanggal 7 November 2024 dengan judul Mendikdasmen sebut nasib kurikulum merdeka ditentukan di awal tahun ajaran. Mendikdasmen menyebutkan bahwa pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu terkait penerapan kurikulum merdeka. Prof. Abdul Mu'ti menilai bahwa penerapan kurikulum merdeka belum merata dan memang ada polemik yang masih terus terjadi di masyarakat.
Namun dari beberapa hasil wawancara dilihak dari media sosial, Mendikdasmen mengatakan bahwa pembelajaran perlu diterapkan dengan pendekatan meaningful, deep, dan joyful. Dikutip dari ANTARA 87, Mendikdasmen meyuarakan bahwa mengenai ujian nasional, soal PPDB zonasi, Kurikulum Merdeka Belajar yang sekarang masih menjadi perdebatan, nanti akan dilihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati. Pertanyaan yang menarik ditanyakan apakah kurikulum merdeka akan berubah?, dan apakah kurikulum merdeka belum dapat memberikan kemerdekaan dalam pembelajaran sesuai dengan filsafat pendidikan Pancasila?
1. Konsep Utama dalam Filsafat Pendidikan Pancasila
Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan landasan ideologis yang berperan penting dalam membentuk karakter dan arah pendidikan nasional di Indonesia. Sebagai sebuah filosofi, Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara tetapi juga menjadi panduan dalam proses pendidikan untuk menciptakan individu yang memiliki integritas, moralitas, dan rasa tanggung jawab terhadap bangsa. Filsafat Pendidikan Pancasila diharapkan mampu menjembatani antara teori dan praktik melalui pengintegrasikan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan ke dalam satuan pendidikan.
Nilai Ketuhanan yang Maha Esa
Konsep ini menekankan pentingnya spiritualitas dan hubungan manusia dengan Tuhan dalam proses pendidikan. Pendidikan berbasis Pancasila bertujuan untuk:
- Membentuk individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat.
- Menanamkan nilai-nilai religius dalam setiap aktivitas belajar.
- Mendorong toleransi antarumat beragama sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman keyakinan di Indonesia.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pendidikan Pancasila mendorong pembentukan manusia yang menghormati hak asasi manusia, berempati, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Implementasinya meliputi:
- Mengajarkan penghargaan terhadap martabat manusia tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, atau agama.
- Menanamkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan solidaritas.
- Mendorong peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan sosial yang mengedepankan rasa kemanusiaan.
Persatuan Indonesia
Sebagai bangsa yang majemuk, pendidikan berbasis Pancasila harus mampu memperkokoh persatuan di tengah keberagaman. Konsep ini mencakup:
- Mengajarkan pentingnya cinta Tanah Air dan semangat nasionalisme.
- Meningkatkan kesadaran akan keberagaman sebagai kekayaan bangsa.
- Memupuk rasa saling menghormati antarindividu dan antarkelompok di masyarakat.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
Pendidikan Pancasila mengajarkan nilai-nilai demokrasi dan pengambilan keputusan yang bijaksana. Hal ini diwujudkan dengan:
- Mendorong dialog dan musyawarah dalam memecahkan masalah.
- Mengajarkan pentingnya menghormati pendapat orang lain.
- Membangun kesadaran akan tanggung jawab kolektif dalam masyarakat.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Konsep ini menekankan pentingnya pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial. Dalam dunia pendidikan, hal ini diterapkan dengan:
- Memberikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
- Mendorong peserta didik untuk memahami dan mengaplikasikan prinsip keadilan dalam kehidupan sehari-hari.
- Menanamkan semangat gotong royong dan solidaritas sosial.
2. Realisasi Filsafat Pendidikan Pancasila: Kurikulum Merdeka
Sejarah penetapan kurikulum merdeka
Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan pendidikan yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia pada tahun 2022. Kurikulum ini lahir sebagai respons terhadap berbagai tantangan dalam sistem pendidikan Indonesia yang dinilai kurang mampu untuk mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang relevan dengan perkembangan zaman. Sejarah terbentuknya Kurikulum Merdeka berawal dari berbagai isu yang muncul dalam implementasi Kurikulum 2013 (K13) yang telah diterapkan sejak 2013.
Kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk mengembangkan kompetensi peserta didik secara utuh, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Namun, pelaksanaannya menemui berbagai kendala, seperti ketidaksesuaian antara materi pembelajaran dan kemampuan guru dalam menerapkannya, beban administrasi yang tinggi, serta minimnya fleksibilitas dalam memberikan ruang bagi kreativitas peserta didik. Selain itu, sistem evaluasi yang terlalu berfokus pada ujian dan penilaian berbasis angka dinilai kurang memberikan ruang bagi perkembangan karakter dan kompetensi sosial peserta didik.
Melihat berbagai kekurangan tersebut, Pemerintah Indonesia kemudian merancang Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk memberikan kebebasan lebih kepada sekolah dalam menentukan cara terbaik untuk mengajar dan membentuk karakter siswa. Kurikulum ini mengusung prinsip kemerdekaan dalam pembelajaran, di mana siswa diberikan ruang untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, serta dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan kebutuhan individu.
Selain itu, Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang berfokus pada pengembangan keterampilan abad 21, seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Kurikulum ini juga mengintegrasikan pendidikan karakter dan pendidikan yang berbasis pada penguatan nilai-nilai Pancasila serta menjaga keberagaman dan kebudayaan Indonesia.
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka dimulai pada tahun ajaran 2022/2023 dengan pelibatan berbagai pihak dalam proses pengembangan dan penerapannya, termasuk guru, kepala sekolah, serta masyarakat pendidikan. Tujuan utama dari kurikulum ini adalah menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan, bermakna, dan sesuai dengan tantangan zaman, sehingga dapat mencetak generasi yang lebih siap menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian dan kompleksitas.
Kelemahan kurikulum merdeka ditinjau dari filafat pendidikan Pancasila
Walaupun kurikulum merdeka menawarkan kebebasan dalam pendekatan pembelajaran dan penekanan pada pengembangan kompetensi abad 21, namun masih memiliki sejumlah kelemahan dalam menerapkan filsafat pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan Pancasila mengutamakan pembentukan karakter yang berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, moralitas, keadilan sosial, dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Berikut adalah beberapa kelemahan yang dapat ditemui dalam upaya penerapan filsafat pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Merdeka:
Kurangnya Penekanan pada Pendidikan Karakter Secara Konsisten
Salah satu tujuan utama dari filsafat pendidikan Pancasila adalah membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi, gotong royong, dan cinta tanah air. Namun, dalam praktik Kurikulum Merdeka, fokus utama lebih cenderung pada pengembangan kompetensi teknis dan keterampilan abad 21. Meskipun kurikulum ini memberikan ruang bagi siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat, aspek pembentukan karakter melalui nilai-nilai Pancasila tidak selalu mendapatkan penekanan yang cukup. Hal ini berisiko membuat pendidikan lebih terfokus pada keterampilan praktis dan akademis, sementara nilai-nilai moral dan etika yang terkandung dalam Pancasila bisa terabaikan.
Penerapan Nilai-Nilai Pancasila yang Kurang Terstruktur
Filsafat pendidikan Pancasila menghendaki integrasi nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan pendidikan. Namun, dalam implementasi Kurikulum Merdeka, belum ada panduan atau struktur yang jelas untuk memasukkan nilai-nilai tersebut secara sistematis dalam setiap pembelajaran. Meskipun ada upaya untuk menanamkan nilai-nilai tersebut melalui pendekatan berbasis proyek atau tugas-tugas yang mendorong pengembangan karakter, sering kali nilai-nilai ini tidak secara eksplisit dijadikan bagian utama dari tujuan pembelajaran, yang menyebabkan kurangnya konsistensi dalam penerapannya.
Kesenjangan dalam Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila
Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan filsafat pendidikan Pancasila adalah kesenjangan dalam pemahaman dan interpretasi nilai-nilai tersebut antara satu daerah dengan daerah lainnya, atau antara sekolah-sekolah yang memiliki berbagai kondisi sosial dan budaya. Kurikulum Merdeka memberikan otonomi lebih kepada sekolah dalam merancang pembelajaran, namun hal ini juga dapat menyebabkan variasi dalam penerapan nilai-nilai Pancasila yang kurang merata. Di beberapa sekolah, penerapan nilai-nilai Pancasila mungkin sangat kuat, sementara di sekolah lain, nilai-nilai tersebut bisa lebih terabaikan.
Fokus pada Kemandirian yang Terkadang Mengabaikan Kerjasama
Salah satu nilai utama dalam Pancasila adalah gotong royong, yang mengedepankan semangat kerjasama antarwarga. Namun, Kurikulum Merdeka yang mendorong kemandirian siswa dan pembelajaran berbasis minat dan bakat individu cenderung menekankan aspek otonomi pribadi. Meskipun ada elemen kolaborasi dalam beberapa pendekatan pembelajaran, ada risiko bahwa pembelajaran yang sangat individualistis ini bisa mengurangi kesempatan bagi siswa untuk belajar bekerja sama dalam konteks sosial yang lebih luas, yang merupakan bagian dari semangat Pancasila.
Ketidakseimbangan Antara Pembelajaran Akademik dan Sosial
Filsafat pendidikan Pancasila mengutamakan keseimbangan antara pembelajaran akademik dan pembentukan karakter sosial, di mana keduanya saling mendukung. Namun, dalam Kurikulum Merdeka, ada kecenderungan untuk lebih menekankan pada keterampilan akademik dan teknis yang langsung berkaitan dengan dunia kerja dan perkembangan zaman. Sementara itu, pengembangan karakter sosial seperti etika, empati, dan rasa kebangsaan yang menjadi bagian dari Pancasila, tidak selalu menjadi fokus utama dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran yang terlalu berorientasi pada hasil dan keterampilan praktis bisa membuat nilai-nilai sosial dan moral terpinggirkan.
Kurangnya Pengawasan dan Evaluasi terhadap Penerapan Nilai Pancasila
Penerapan filsafat pendidikan Pancasila memerlukan pengawasan yang intensif dan evaluasi yang terus-menerus. Dalam Kurikulum Merdeka, meskipun terdapat kebebasan bagi sekolah untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran sesuai kebutuhan lokal, tidak ada mekanisme yang cukup kuat untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila diterapkan dengan konsisten di seluruh sekolah. Tanpa pengawasan yang memadai, kemungkinan nilai-nilai tersebut tidak diajarkan secara terstruktur dan mendalam, sehingga dapat mengurangi efektivitas penerapannya.
3. Kurikulum Merdeka: Penyesuaian Filsafat Pendidikan Pancasila
Untuk mengatasi kelemahan dalam mengimplementasikan filsafat pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Merdeka, perlu ada langkah-langkah strategis yang dapat memperkuat integrasi nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek pendidikan. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:
Penguatan Pembelajaran Pendidikan Karakter Pancasila
Salah satu solusi utama adalah dengan memasukkan pembelajaran karakter yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila ke dalam kurikulum secara lebih terstruktur. Setiap sekolah dapat mengintegrasikan nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, keadilan sosial, dan kemanusiaan dalam setiap mata pelajaran, baik dalam pembelajaran formal maupun non-formal. Hal ini bisa dilakukan dengan menyusun modul atau program khusus yang berfokus pada pembentukan karakter berdasarkan Pancasila. Selain itu, guru dapat diberikan pelatihan lebih lanjut mengenai cara mengajarkan nilai-nilai Pancasila secara efektif dalam konteks pembelajaran yang lebih dinamis dan aplikatif.
Menerapkan Pendidikan Berbasis Proyek yang Memperkuat Nilai Pancasila
Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran berbasis proyek yang memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang lebih praktis dan kontekstual. Untuk mengoptimalkan penerapan filsafat pendidikan Pancasila, proyek-proyek ini bisa dirancang dengan mengangkat isu-isu sosial yang relevan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti proyek yang mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong, pengabdian masyarakat, atau diskusi mengenai keadilan sosial. Melalui proyek-proyek ini, siswa tidak hanya mengembangkan keterampilan akademik, tetapi juga memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Penguatan Peran Guru sebagai Teladan dalam Penerapan Nilai Pancasila
Guru memiliki peran sentral dalam mengimplementasikan filsafat pendidikan Pancasila. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk tidak hanya mengajar materi akademik, tetapi juga menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Untuk itu, guru perlu diberi pelatihan dan pembekalan yang lebih mendalam tentang bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam interaksi sehari-hari di kelas, serta bagaimana membimbing siswa untuk memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka. Pelatihan ini harus mencakup tidak hanya aspek teori, tetapi juga contoh praktik yang dapat diterapkan di kelas.
Penerapan Kurikulum yang Lebih Fleksibel dengan Panduan yang Jelas
Meskipun Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk merancang pembelajaran, fleksibilitas ini perlu diimbangi dengan panduan yang jelas mengenai cara mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap materi pembelajaran. Pemerintah dan pihak terkait dapat menyediakan panduan praktis yang membantu sekolah untuk menyelaraskan kurikulum lokal dengan prinsip-prinsip Pancasila, sehingga meskipun ada kebebasan dalam merancang kurikulum, nilai-nilai luhur bangsa tetap terjaga dan diterapkan dengan konsisten.
Menumbuhkan Kolaborasi Antar Sekolah dan Masyarakat
Untuk memastikan nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan secara merata di seluruh Indonesia, penting untuk mendorong kolaborasi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah daerah. Sekolah-sekolah dapat bekerja sama dengan organisasi masyarakat, lembaga pemerintah, serta tokoh-tokoh masyarakat untuk mengadakan program-program yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila. Program ini bisa berupa kegiatan sosial, seminar, atau kampanye yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Evaluasi dan Monitoring yang Berkelanjutan
Salah satu solusi penting untuk memastikan implementasi filsafat pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Merdeka adalah dengan melakukan evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan terhadap penerapan nilai-nilai Pancasila di sekolah-sekolah. Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat membuat mekanisme evaluasi yang tidak hanya menilai hasil akademik, tetapi juga penilaian terhadap perkembangan karakter siswa. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui observasi langsung, wawancara dengan siswa dan guru, serta penilaian terhadap kegiatan-kegiatan berbasis Pancasila yang dilakukan di sekolah.
Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran Nilai Pancasila
Teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila dalam Kurikulum Merdeka. Penggunaan media sosial, aplikasi pembelajaran, atau platform digital lainnya dapat membantu siswa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dengan cara yang lebih menarik dan relevan. Misalnya, proyek-proyek sosial yang melibatkan teknologi, seperti kampanye kebangsaan atau kegiatan yang berkaitan dengan toleransi dan keadilan sosial, dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H