Mohon tunggu...
Kezia Victoria
Kezia Victoria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Estetika Desain Makam Tionghoa-Katolik di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul

11 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 11 Desember 2024   20:03 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAK

Makam adalah tempat tinggal, kediaman, bersemayam yang merupakan tempat persinggahan terakhir manusia yang sudah meninggal dunia. Penelitian ini mengkaji estetika desain makam Tionghoa-Katolik R. Andreas Herianto Kurniawan (Hoei King Bing/Koh Bing) di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul, Yogyakarta, menggunakan pendekatan teori estetika strukturalisme dan lima sila estetika desain. Makam ini dipilih karena beberapa hal, seperti adanya kelengkapan data dan fasilitas, serta makam yang tampak mencolok dibanding makam lain. Penelitian ini menitikberatkan pada tiga sila, yaitu: Sila Masa Depan, Sila Simbol, dan Sila Tata Nilai dan Peradaban. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan data yang didapatkan melalui observasi, wawancara, dan kajian literatur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara elemen estetika desain makam dengan nilai sosial-budaya. Tiga Fungsi Desain Komunikasi Visual, yaitu identitas, informasi, dan promosi, juga terlihat dalam elemen makam, seperti nisan yang mencantumkan nama, gelar, dan pencapaian mendiang. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian ini akan lebih fokus membahas Makam Tionghoa-Katolik di Daerah Gunung Sempu, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini memperluas pemahaman estetika desain makam, khususnya pada percampuran budaya Tionghoa dan Katolik, serta memberikan kontribusi bagi studi Desain Komunikasi Visual melalui eksplorasi nilai budaya dan simbolisme dalam desain makam. Selain itu, temuan ini diharapkan mampu menjadi referensi akademis di bidang Desain Komunikasi Visual, terutama pada topik estetika desain.

Kata Kunci: makam, Tionghoa-Katolik, Desain Komunikasi Visual, estetika desain

ABSTRACT

A tomb is a dwelling place, a residence, an abode which is the last resting place of a human being who has passed away. This research examines the design aesthetics of the Chinese-Catholic tomb of R. Andreas Herianto Kurniawan (Hoei King Bing/Koh Bing) in Mount Sempu V Cemetery, Bantul, Yogyakarta, using the structuralism aesthetic theory approach and the five precepts of design aesthetics. This tomb was chosen for several reasons, such as the existence of comprehensive data and facilities, as well as a tomb that looks more prominent than other tombs. This research focuses on three precepts, such as: The Precept of the Future, the Precept of Symbols, and the Precept of Values and Civilization. This research uses a descriptive qualitative method with data obtained through observation, interviews, and literature review. The purpose of this research is to analyze the relationship between the aesthetic elements of tomb design and its socio-cultural values. The three functions of Visual Communication Design, namely identity, information, and promotion, are also visible in the elements of the tomb, such as the tombstone that lists the name, title, and achievements of the deceased. In contrast to other studies, this research will focus more on the Chinese-Catholic tombs in the Mount Sempu area of Bantul, Yogyakarta. This research expands the understanding of tomb design aesthetics, particularly on the mixing of Chinese and Catholic cultures, as well as contributing to the study of Visual Communication Design through the exploration of cultural values and symbolism in tomb design. In addition, the findings are hopefully expected to become an academic reference in the field of Visual Communication Design, especially on the topic of design aesthetics.

Keywords: tomb, Chinese-Catholic, Visual Communication Design, design aesthetics

PENDAHULUAN

Makam adalah tempat tinggal, kediaman, bersemayam yang merupakan tempat persinggahan terakhir manusia yang sudah meninggal dunia (Safrina, 2022). Jika diteliti lebih lanjut, setiap makam pada dasarnya memiliki nilai estetika. Dalam mengkaji estetika desain sebuah makam diperlukan acuan guna memudahkan proses analisis. Acuan yang digunakan ialah lima sila estetika desain, yaitu Sila Masa Depan, Sila Kesederhanaan, Sila Simbol, Sila Tata Nilai dan Tata Peradaban, serta Maskulinitas dan Femininitas.  
Sila Masa Depan mengacu pada fungsi keberlanjutan jangka panjang. Dalam sebuah makam, hal ini dapat terlihat dari pemilihan material, struktur bangunan, dan fasilitasnya. Estetika sebuah makam juga dapat dilihat dari aspek kesederhanaannya. Dalam Sila Kesederhanaan, sebuah makam dinilai estetis apabila bentuk dan ornamennya sederhana. Sila ketiga, yaitu Simbol, menyatakan bahwa makam merupakan simbol kejayaan dari orang yang dikuburkan. Sila selanjutnya, yaitu Tata Nilai dan Tata Peradaban mencerminkan keindahan dalam kemanusiaan, seperti tanggung jawab, gotong royong, sosial kemasyarakatan, dan kolaborasi. Yang terakhir adalah Sila Maskulinitas dan Femininitas, yang membagi desain menjadi dua kategori yaitu memiliki sifat maskulin atau sifat feminin, masing-masing dengan ciri khas nilai estetikanya sendiri. Setiap makam tidak harus mencakup semua lima sila estetika secara keseluruhan, melainkan cukup dikaitkan dengan sila yang paling relevan.

Pada penelitian ini, kami memilih objek berupa makam Tionghoa-Katolik R. Andreas Herianto Kurniawan, SH, MBA. (Hoei King Bing/Koh Bing) di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Makam ini dipilih dengan pertimbangan kelengkapan data dan keunikannya, yaitu (1) adanya narasumber yang bertugas mengurus makam secara berkala; serta (2) makam tampak mencolok dibanding makam yang lain karena memiliki kompleks keluarga besar, bangku, kamar mandi, jabatan/gelar/pencapaian, foto mendiang, dan kavling yang diperuntukkan untuk keluarga.

Pada penelitian ini kami menggunakan tiga dari lima sila yaitu Sila Masa Depan, Simbol, serta Tata Nilai dan Tata Peradaban. Sila Masa Depan pada makam Koh Bing dapat dilihat dari infrastruktur yang dibangun di sekitar makam, seperti bangku, atap, kamar mandi, dan pagar. Fasilitas ini mencerminkan sila masa depan dengan menekankan kenyamanan bagi para peziarah. Sila Simbol pada makam Koh Bing dapat dilihat dari material dan ornamen yang digunakan. Yang paling mencolok adalah customized granite tile berisikan informasi yang menunjukkan popularitas dan peran mendiang semasa hidup di masyarakat, pencapaiannya, dan juga toko emas kepunyaan mendiang. Sila Tata Nilai tercermin dari makam Koh Bing yang terawat sebagai bentuk perwujudan cinta kasih keluarga, sedangkan Tata Peradaban tercermin dari penempatan atribut makam yang mengacu pada tradisi Tionghoa.

Adapun teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah teori estetika strukturalisme. Teori estetika strukturalisme adalah pendekatan analisis yang menekankan pentingnya struktur internal dalam karya seni. Pendekatan ini berfokus pada hubungan antar unsur dalam karya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif, dengan pengumpulan data dari hasil observasi, wawancara, dan kajian literatur. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji estetika desain pada makam Tionghoa yang telah mengalami percampuran dengan ajaran Katolik, dengan pendekatan tiga fungsi Desain Komunikasi Visual. Pendekatan tersebut meliputi fungsi identitas, fungsi informasi, dan fungsi promosi.

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman estetika desain terhadap elemen-elemen yang ada pada makam Tionghoa-Katolik di Gunung Sempu, terutama kaitannya dengan tiga sila estetika desain, yaitu Sila Masa Depan, Sila Simbol, serta Sila Tata Nilai dan Tata Peradaban. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi karya ilmiah di bidang studi Desain Komunikasi Visual, terutama  tentang kajian estetika desain pada makam.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggali dan mendeskripsikan hasil kebudayaan berupa makam Tionghoa-Katolik. Data yang diperoleh merupakan hasil dari proses observasi, wawancara, dan kajian literatur sehingga mampu mengungkap makna yang lebih dalam dari segi estetika desain dan konteks sosial budaya yang tercermin dalam objek penelitian.
Adapun teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah teori estetika strukturalisme oleh Robert Stanton. Teori ini membantu memahami bagaimana makna dibangun dalam karya seni, serta menawarkan analisis mendalam terhadap keindahan dan kompleksitas karya.

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian pertama yang digunakan sebagai acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Yana Liza, Firman, dan Rusdinal (2019) yang berjudul “Makna Pemakaman bagi Etnis Tionghoa di Sungai Penuh”. Penelitian yang dilakukan oleh Liza, et al., membahas mengenai tata cara dan rangkaian upacara pemakaman etnis Tionghoa secara umum dengan metode penelitian sejarah  yang terbagi dalam empat tahap: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Mulai dari tahapan upacara sebelum jenazah dimakamkan, hingga gaya arsitektur makam itu sendiri, beserta pemaknaannya.

Penelitian kedua yang digunakan sebagai acuan adalah penelitian yang dilakukan oleh Olivia Daisiprima Santoso dan Shinta Devi ISR (2019) yang berjudul “Bisnis di Balik Upacara Kematian Etnis Tionghoa di Surabaya, 1967-1998”. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso, et al., membahas tentang bagaimana peran penyedia jasa di bidang bisnis kematian menyebabkan terjadinya perubahan dalam pemaknaan dan pelaksanaan upacara kematian etnis Tionghoa. Pelaksanaan upacara yang awalnya dilakukan secara sukarela kemudian berubah menjadi komersial akibat peraturan pada masa Orde Baru. Munculnya bisnis kematian ini juga mulai digunakan untuk menunjukkan status sosial dan ekonomi sebuah keluarga. Keluarga yang memiliki status sosial lebih tinggi biasanya akan mengadakan upacara yang lebih besar dan mewah.

Penelitian ketiga yang dijadikan pembanding yaitu penelitian yang berjudul “Pemaknaan Bong Pay Pada Warga Keturunan Tionghoa Di Kelurahan Sudiroprajan Surakarta” oleh Demartoto, et al. (2015). Penelitian yang dilakukan di daerah Sudiroprajan tersebut membahas tentang bagaimana masyarakat etnis Tionghoa memaknai bong pay. Bong pay melambangkan bentuk kasih sayang, wujud bakti, sekaligus penghormatan terakhir seseorang atau keluarga terhadap anggota keluarga yang baru saja meninggal. Dalam penelitian tersebut juga membahas pemaknaan prestise pada bong pay. Tidak semua masyarakat etnis Tionghoa mampu secara finansial untuk membuat bong pay.

Penelitian terakhir yang digunakan sebagai acuan adalah penelitian oleh Alvia Fatnaniatus Sokhifah (2018) yang berjudul “Tata Letak Dan Bentuk Pemakaman Masyarakat Etnis Tionghoa Menurut fengshui Di Kawasan Sentong Raya Wonorejo - Lawang”. Penelitian yang dilakukan oleh Sokhifah membahas tentang tata letak serta bentuk pemakaman masyarakat etnis Tionghoa dengan fengshui. Dalam penelitian Sokhifah, ia menjelaskan bahwa bentuk, ornamen, letak, dan bahkan material sebuah makam berkontribusi pada baik atau buruknya fengshui makam tersebut. Diharapkan dengan mengikuti prinsip fengshui, makam leluhur dapat terhindar dari bencana alam, perubahan cuaca ekstrim, serta tidak lekang dimakan waktu.

Dari keempat penelitian tersebut terdapat sejumlah perbedaan mendasar yang ditemukan, seperti metode yang digunakan, lokasi objek yang diteliti, serta tahun penelitian. Pada penelitian pertama oleh Liza, et al. menggunakan metode penelitian sejarah dengan fokus pada Makam Sungai Penuh di Kota Sungai Penuh, Jambi, yang dilakukan pada tahun 2019. Penelitian kedua oleh Santoso dan Shinta juga menggunakan metode sejarah, namun ditinjau dari sudut pandang budaya dan ekonomi, dengan objek kajian berupa Makam Etnis Tionghoa di Surabaya. Penelitian ketiga oleh Demartoto, et al. berfokus pada bidang sosiologi dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik, dengan lokasi penelitian di Kelurahan Sudiroprajan, Surakarta, yang dilakukan pada tahun 2015. Sementara itu, penelitian keempat oleh Sokhifah lebih fokus mengkaji dari sisi budaya dan sejarah dengan lokasi objek penelitian berada di Daerah Sentong Raya, Wonorejo yang dilakukan pada tahun 2018.

Berbeda dengan keempat penelitian tersebut, penelitian ini akan lebih fokus membahas objek makam menggunakan metode kualitatif dalam perspektif estetika desain. Lokasi objek yang dikaji pada penelitian ini yaitu Makam Tionghoa-Katolik di Daerah Gunung Sempu, Bantul, Yogyakarta.

PEMBAHASAN

Makam atau pusara dibangun untuk menandakan bahwa di area tersebut terdapat jenazah yang dimakamkan. Tanpa penanda yang jelas, gundukan tanah saja akan mudah hilang termakan waktu dan kondisi alam. Selain itu, keberadaan makam juga akan memudahkan anggota keluarga untuk berziarah ke makam mendiang.

Pada komplek makam keluarga Koh Bing, terdapat pemetaan kavling yang dikhususkan untuk anggota keluarganya di masa depan. Berdasarkan hasil pengamatan, kavling dalam komplek pemakaman berjumlah lima belas petak kavling yang masing-masing berjumlah dua liang. Setiap kavling memiliki lebar 250 cm dan panjang 275 cm.

Material utama makam menggunakan campuran granit beling atau serbuk kaca dengan perekat serbuk kaca. Konstruksi bangunan makam Koh Bing memiliki tinggi 230 cm dari permukaan tanah dengan lebar 250 cm dan panjang 335 cm. Posisi makam Koh Bing menghadap ke timur dengan posisi kepala mendiang di barat. Yang berbeda dari makam Koh Bing dengan anggota keluarga lain adalah peletakan posisi nisan yang ada di kaki atau di sebelah timur makam.

Rincian ukuran dan posisi makam diuraikan pada tabel di bawah:


Lebar makam: 250 cm

Panjang makam: 275 cm

Tinggi makam: 60 cm

Lebar nisan: 22 cm

Panjang nisan: 190 cm

Tinggi nisan170 cm

Lebar meja dupa: 60 cm

Panjang meja dupa: 150 cm

Tinggi meja dupa: 60 cm

Dari hasil observasi tentang makam Koh Bing, ditemukan kaitan antara sila estetika desain, teori estetika strukturalisme, dengan tiga fungsi DKV. Jika diperhatikan lebih saksama pada makam Koh Bing, ketiga fungsi DKV dapat dianalisis sebagai berikut:

  • Fungsi Identitas

Fungsi identitas pada makam mencerminkan karakteristik yang memudahkan pengenalan terhadap siapa yang dimakamkan di makam tersebut. Nisan Tionghoa yang dikaji memaparkan identitas mendiang yang berisikan nama, gelar, tanggal lahir, tanggal wafat, agama yang diimani, dan juga daftar anggota keluarga yang ditinggalkan. Tertulis mendiang bernama R. Andreas Herianto Kurniawan, SH, MBA. (Hoei King Bing/Koh Bing). Selain nama, tertera juga gelar yang dimiliki mendiang, yaitu SH dan MBA. SH merupakan singkatan dari Sarjana Hukum, yang merupakan gelar perolehan dari pendidikan Strata 1 atau jenjang sarjana. Seseorang yang menyandang gelar ini menandakan bahwa orang tersebut yang sudah pernah menyelesaikan pendidikan dasar ilmu hukum. Berbeda dengan SH, MBA merupakan singkatan dari Master of Business Administration, yaitu gelar pascasarjana dari seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan pascasarjana bidang administrasi bisnis dan manajemen. Dengan menyantumkan kedua gelar di belakang nama mendiang pada nisan ini, dapat diketahui bahwa mendiang sudah menempuh pendidikan tinggi hingga pascasarjana.

Pada baris setelah nama lengkap mendiang terdapat nama lain, yakni Hoei King Bing/Koh Bing yang ditulis dengan ukuran font yang sedikit lebih kecil. Hoei King Bing merupakan nama Tionghoa mendiang, sedangkan Koh Bing adalah nama panggilan yang lebih dikenal dan lebih kerap digunakan oleh masyarakat dalam memanggil mendiang. Beralih dari nama, baris berikutnya mencantumkan tanggal lahir dan tanggal wafat mendiang. Tertulis bahwa mendiang lahir pada tanggal 18 November 1958 dan wafat pada tanggal 26 Juni 2018. Melalui penulisan tanggal ini, diperoleh informasi bahwa mendiang wafat pada usia 59 tahun kurang 145 hari.

Selain nama dan tanggal lahir, identitas yang disampaikan melalui nisan ini yaitu terkait agama yang dianut oleh mendiang. Ikonografi yang terdapat pada nisan di antaranya, ukiran Bunda Maria, ukiran Yesus Hati Kudus, gambar salib yang diukir di baris paling atas nisannya, dan juga pencantuman ayat alkitab pada nisan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mendiang beragama Katolik.

Tidak hanya memiliki identitas sebagai penganut Katolik, mendiang juga merupakan keturunan Tionghoa. Hal tersebut dapat dilihat dari pencantuman nama Tionghoa mendiang dan juga adanya altar beserta tempat dupa yang disediakan di atas altar. Ciri khas makam Tionghoa juga dapat dilihat dari adanya tempat pembakaran kertas sembahyang  di dekat makam dan juga tempat dewa penjaga di sisi yang berseberangan. Hal ini semakin diperjelas dengan adanya customized granite tile yang menampilkan foto mendiang dengan pakaian tradisional Tionghoa dan juga foto mendiang bersama barongsai.

  • Fungsi Informasi

Fungsi informasi berperan untuk menunjukkan keterangan tambahan yang tertera pada nisan di luar dari identitas pribadi mendiang. Pada nisan makam ini terdapat penjelasan keturunan mendiang dari anak, menantu, hingga cucunya. Posisinya terletak dibawah tulisan “Kami yang mengasihi” dengan warna merah yang menunjukkan bahwa orang-orang tersebut masih hidup. Untuk nama yang diberi warna emas menunjukkan bahwa orang tersebut sudah meninggal. Selain menggunakan warna emas, keterangan nama keluarga yang sudah meninggal juga ditandai dengan ikon salib kecil yang diletakkan di sebelah kanan nama keluarga yang dimaksud. Tidak hanya itu, penulisan nama keturunan juga dilengkapi dengan gelar pendidikan yang telah ditempuh.

Pada makam ini, terdapat juga beberapa customized granite tile oleh keluarga mendiang untuk mengabadikan pencapaian serta hobi mendiang R. Andreas Herianto Kurniawan, SH, MBA. alias Koh Bing. Koh Bing merupakan salah satu tokoh masyarakat yang mempopulerkan terobosan investasi emas batangan HK melalui Toko Emas Kranggan Group miliknya dan bisnis Golden Skincare Spa & Salon milik istrinya.  Selain itu, mendiang juga merupakan pecinta musik yang menikmati lagu-lagu campursari karya Didi Kempot dengan versi mandarin, khususnya lagu Sewu Kutho. Hal ini terlihat dari foto yang terdapat pada customized granite tile yang ditempatkan di tiga sisi makam mendiang Koh Bing, tepatnya pada sisi kanan, kiri, dan depan makam.

  • Fungsi Promosi

Fungsi promosi berperan untuk menyampaikan pesan, menarik perhatian, dan mempermudah agar pesan itu diingat. Koh Bing merupakan pengusaha ternama di Kota Yogyakarta. Beliau telah berhasil mendirikan Toko Emas Kranggan Group yang berdiri hingga kini. Tidak hanya itu, beliau juga yang mengenalkan terobosan investasi emas batangan HK kepada para pelanggan dengan berjualan lesehan di Pasar Godean dan Pasar Tempel. Meskipun toko emas ini sudah berganti kepemilikannya, nama Koh Bing tetap dikenang sebagai pendiri dari Toko Emas Kranggan Group lewat makamnya.

Sebagai salah satu pokok pembahasan dalam penelitian ini, makam Koh Bing selain dapat ditinjau keterkaitannya dengan tiga fungsi DKV juga dapat ditinjau dari makna tersirat yang ada pada nisannya. Makna yang dimaksud merupakan hasil penjabaran tiga sila yang mengacu pada lima sila estetika desain; Sila Masa Depan, Sila Simbol, serta Sila Tata Nilai dan Tata Peradaban.

1) Sila Masa Depan

Ketahanan makam Koh Bing dipengaruhi oleh material yang digunakan. Lapisan paling luar makam dilapisi dengan granit beling atau serbuk kaca dicampur dengan acian mortar perekat serbuk kaca. Material ini menghasilkan bangunan yang cenderung kokoh dan tahan lama, tidak seperti nisan kayu.

Kompleks makam Koh Bing telah dirancang dengan struktur tembok dan atap yang melindungi makam-makam di dalamnya dari paparan cuaca ekstrim, sehingga dapat memungkinkan makam-makam tersebut untuk bertahan lebih lama. Selain perlindungan dari elemen luar, struktur tanah di dalam makam juga telah dicampur dengan pasir, yang mempermudah proses penggalian makam kembali ketika ada anggota keluarga yang meninggal.

Fasilitas yang disediakan untuk peziarah di makam memiliki peran penting dalam menciptakan kenyamanan. Salah satunya adalah tempat dupa, yang memungkinkan peziarah untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut, sehingga mendukung kegiatan spiritual mereka dengan lebih khusyuk dan bermakna.Untuk memberikan kenyamanan lebih, disediakan pula kursi atau tempat duduk di komplek makam. Kursi berguna terutama bagi peziarah yang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Kursi memberikan ruang interaksi antara peziarah, memungkinkan mereka berbagi pengalaman dengan sesama peziarah. Selain itu, terdapat toilet yang mudah untuk diakses, memungkinkan peziarah untuk berfokus pada kegiatan spiritual tanpa khawatir mengenai kebutuhan fisik mereka,

Di bawah nama mendiang tertulis nama istri dan keturunan mendiang dengan warna merah. Penulisan nama ini dapat diperbarui apabila terdapat anggota keluarga wafat. Nama anggota keluarga pada batu nisan akan diubah dari warna merah menjadi warna emas dengan cara dilapisi grenjeng/foil berwarna emas.

2) Sila Simbol

Salah satu aspek dalam sila estetika desain merupakan simbol. Simbol ini digunakan pada batu nisan untuk menggambarkan kejayaan dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan oleh seseorang yang telah meninggal. Selain itu, foto Koh Bing yang mengelilingi sisi-sisi makam menggambarkan deretan pencapaian dan peran mendiang semasa hidup. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap kehidupan dan kontribusi yang telah mendiang berikan.

3) Sila Tata Nilai & Tata Kelola Peradaban

Menurut Supartono (2004 : 48) nilai kemanusiaan terbagi atas delapan unsur, yaitu cinta kasih, keindahan, keadilan, penderitaan, pandangan hidup, tanggung jawab, kegelisahan, dan harapan. Namun, apabila diinterpretasikan dari makam ini, penulis menemukan tujuh unsur, yaitu:

a. Cinta Kasih

Makam adalah tempat tinggal atau persinggahan terakhir bagi manusia yang telah meninggal. Umumnya, proses pemakaman diatur dan dilaksanakan oleh keluarga atau kerabat. Sehingga mulai dari upacara pemakaman hingga desain makam itu sendiri, semuanya dipersiapkan sedemikian rupa sebagai bentuk kasih dan kepedulian dari keluarga yang ditinggalkan.

b. Keindahan

Keindahan berasal dari kata indah yang artinya, bagus, elok, cantik, molek, dan sebagainya. Dalam budaya Tionghoa, meninggal bukan berarti hilang begitu saja, melainkan jiwa mereka tetap hidup, bahkan menjaga kehidupan keturunannya di dunia (Erniwati, 1995). Oleh sebab itu, makam dibuat seindah mungkin sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang. Keindahan ini tercermin mulai dari rangkaian upacara pemakaman hingga makam itu sendiri, mulai dari arsitekturnya, keberadaan gundukan tanah yang tinggi, meja persembahan, ornamen, dan patung hias. Dalam hal ini, makam Koh Bing secara spesifik memiliki akulturasi dengan kepercayaan Katolik, dengan turut menempatkan ornamen keagamaan di makam mendiang.

c. Penderitaan

Semua makhluk hidup, termasuk manusia, mengalami siklus kehidupan, yaitu berawal dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan kematian (Senduk, et al., 2013). Pada dasarnya, keberadaan makam menjadi simbol penderitaan yang dirasakan oleh keluarga akibat kepergian orang tercinta. Dengan desain yang nyaman dan indah, makam menyediakan ruang bagi keluarga untuk mendoakan dan merasakan kehadiran emosional sang mendiang, membantu mereka mengatasi rasa kehilangan dan duka yang mendalam.

d. Pandangan Hidup

Nisan yang dikaji memiliki unsur yang mencerminkan filosofi atau pandangan hidup mendiang. Contohnya seperti ayat Alkitab Mazmur 65:5, ikonografi Bunda Maria, Yesus Hati Kudus, salib, serta Alkitab. Ikonografi ini menandakan mendiang adalah penganut agama Katolik. Sedangkan penulisan nama Tionghoa dan penggunaan warna merah untuk mendiang serta emas untuk keluarga yang ditinggalkan menginformasikan mendiang berasal dari etnis Tionghoa.

e. Tanggung Jawab

Makam sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi mendiang, memerlukan rangkaian prosesi yang panjang dan tidak mudah. Oleh sebab itu, dibutuhkan tanggung jawab dan gotong-royong dari pihak keluarga untuk mempersiapkan mulai dari upacara pemakaman, pengurusan jenazah, pembangunan makam, dan lain sebagainya. Maka, dapat dikatakan bahwa adanya makam menjadi salah satu hasil dari bentuk tanggung jawab keluarga itu sendiri.

f. Kegelisahan

Dalam ajaran Katolik dan Tionghoa, makam dirancang untuk melindungi mendiang dari roh jahat dan memberikan ketenangan kepada keluarga yang merasa kehilangan. Sebagai contoh, ikonografi malaikat dan patung dewa di ujung kompleks sama-sama menyimbolkan perlindungan bagi sang mendiang.

g. Harapan

Patung Bunda Maria, Yesus Hati Kudus, Salib, dan lilin menunjukkan harapan akan kasih Tuhan, keabadian jiwa, dan kehidupan yang lebih baik setelah kematian.

KESIMPULAN

Penelitian ini mengkaji estetika makam Tionghoa-Katolik di Pemakaman Gunung Sempu V, Bantul, dalam konteks estetika desain dengan menggunakan pendekatan tiga fungsi Desain Komunikasi Visual dan Lima Sila Estetika Desain. Analisis pada makam R. Andreas Herianto Kurniawan alias Koh Bing menunjukkan perpaduan tradisi Tionghoa dan nilai-nilai Katolik, yang tercermin dalam elemen seperti foto mendiang, material bangunan, serta simbol-simbol keagamaan dan sosial. Sila Masa Depan terlihat dari infrastruktur makam yang mendukung kenyamanan jangka panjang, Sila Simbol tercermin dalam ornamen dan informasi yang menonjolkan prestasi mendiang, dan Sila Tata Nilai mencerminkan penghormatan keluarga terhadap tradisi dan cinta kasih. Penelitian ini memberikan wawasan baru tentang estetika desain makam dalam konteks akulturasi budaya, sekaligus memperkaya literatur tentang desain komunikasi visual dalam ranah budaya, tradisi, dan keagamaan masyarakat Tionghoa di Indonesia.

KRITIK, SARAN, SERTA SOLUSI

Makam yang diteliti menunjukkan keunggulan berupa desain yang bermakna serta merupakan hasil dari perpaduan unsur budaya Tionghoa dan Katolik. Fasilitas seperti tempat duduk, atap, serta penggunaan material seperti marmer dan granit mencerminkan sikap hormat kepada mendiang, mengedepankan kenyamanan peziarah, serta kemudahan perawatan. Selain itu, adanya penjaga makam turut membantu menjaga makam sekaligus kebersihan area makam. Namun, terdapat kritik terhadap konten promosi pada nisan yang dapat dianggap kurang sesuai dengan suasana khidmat. Sehingga, diperlukan pertimbangan terkait konten promosi apa yang cocok untuk disematkan pada makam, misalnya berupa kontribusi yang cenderung bersifat kemanusiaan. Lalu, ukuran nisan yang besar juga mempengaruhi efisiensi penggunaan lahan. Mengingat ketersediaan lahan kini tidak sebesar dulu, diperlukan kompromi terkait tradisi penggunaan makam berukuran besar. Tak hanya itu, desain menarik dengan permukaan luas dapat meningkatkan risiko pencurian dan vandalisme. Sebagai langkah preventif, disarankan untuk memperketat regulasi terkait akses publik di area pemakaman, memasang sistem keamanan seperti kamera pengawas, atau menambah penjagaan untuk memastikan keamanan makam. Adanya beberapa bekas dari konten dan informasi yang terhapus atau dihapus menandakan bahwa konten tersebut bersifat temporer dan hanya relevan dalam periode waktu tertentu. Dalam hal ini, informasi yang terhapus pada nisan bukan berarti kehilangan makna, tetapi lebih kepada perubahan yang dilakukan untuk memastikan bahwa setiap detail yang tertera tetap relevan, menghormati tradisi, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dihargai oleh keluarga atau masyarakat setempat. Oleh karena itu, meskipun konten pada nisan bisa bersifat temporer, proses pembaruan dan pengelolaannya harus dilakukan dengan penuh penghormatan dan kesadaran akan pentingnya setiap elemen yang terhubung dengan sejarah dan warisan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Refan. (2024). Bong, Urusan Kematian Tionghoa, dan Yang Terbengkalai. Universitas Gadjah Mada.

E. H. Ramsden. (1941). The Halo: A Further Enquiry into Its Origin. The Burlington Magazine for Connoisseurs, Vol. 78, No. 457 (Apr., 1941).

Julianto, R., & Lelono, M. J. (2024). BERAGAMA KATOLIK, BERBUDAYA TIONGHOA SEBUAH KAJIAN TERHADAP HIBRIDITAS UMAT KATOLIK-TIONGHOA PAROKI ST. MARIA IMMACULATA SLAWI. Divinitas Jurnal Filsafat dan Teologi Kontekstual, 2(1), 183-194.

Liza, Y., Firman, F., & Rusdinal, R. (2019). MAKNA PEMAKAMAN BAGI ETNIS TIONGHOA DI SUNGAI PENUH. Jurnal Pendidikan Tambusai, 3(3), 1489-1492.

L Maulidiyah. (2021). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strukturalisme.

Repository. Syekhnurjati.

Mansyur, S. (2016). Tinjauan Awal Aspek Tipologi Dan Data Inskripsi Batu Nisan Di

Hollandische Kerk Banda Neira. Patanjala, 8(2), 251-266.

Masruroh, Y., Haryono, B., & Demartoto, A. (2018). Pemaknaan Bong Pay Pada Warga Keturunan Tionghoa Di Kelurahan Sudiroprajan Surakarta. Jurnal Analisa Sosiologi, 4(1).

Prasetyo, Yudi.  (2015). SEJARAH KOMUNITAS TIONGHOA DI YOGYAKARTA 1900-1942.

Safrina, A. (2022). Pemahaman Ayat-Ayat Nazar Dan Prakteknya Di Kalangan Peziarah Makam Syekh Muda Waly (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry).

Santoso, O. D., & ISR, S. D. (2019). Bisnis Di Balik Upacara Kematian Etnis Tionghoa Di Surabaya, 1967–1998. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Budaya, 14(2).

Sokhifah, A. F. (2018). Tata Letak Dan Bentuk Pemakaman Masyarakat Etnis Tionghoa Menurut Fēngshuǐ Di Kawasan Sentong Raya Wonorejo-Lawang (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Stroessner, Steven J. et al. (2020).What's in a Shape? Evidence of Gender Category Associations with Basic Forms. Journal of Experimental Social Psychology.

Too, Lillian. (1993). FENG SHUI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Disusun oleh:

Kezia Victoria Tisar Ayuratri

Diana Nurbaiti

Friska Angela Gijantoro

Gendis Gynandra Ahimsa

Hendra Suryadinata

Jehoshua Alstheno Donne Graciano

Muhammad Ramadhan Yudhistira

Nanda Ifania Febtanti

Silvia Wahyuningrum

Tegar Areyza Eljati

Damardiaz Kumara


Desain Komunikasi Visual

Fakultas Seni Rupa

Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun