Putus cinta, dan salah satunya kemudian menunjukkan gejala yang tidak biasa secara psikologis. Terdengar bukan hal yang baru.
'Secara teknis, Resti sekarang walinya Loka ya. Dan saya rasa Resti lebih banyak tahu tentang Loka dibanding orang tua Loka sendiri, jangan raguragu menceritakan pada saya juga apa yang tidak Loka ceritakan pada orang tuanya ya, karena ini untuk kebaikan Loka, jangan khawatir, kode etik profesi saya, semua rahasia klien aman.' Papar saya pada Resti, karena melihat Resti seperti mengetahui sesuatu tapi belum berani mengutarakan.
'Iya Pak saya menegerti, apa yang harus saya ceritakan?' tanya Resti.
'Perilaku Loka akhir-akhir ini, tapi boleh diceritakan dulu kenapa Loka putus dengan Abe?'
"Menurut cerita Loka, Abe adalah sosok yang seenaknya. Mungkin dari sisi posesifnya Loka nggak begitu mengeluhkan, karena dia merasa masih ada teman meski tidak banyak, dan nggak merasa kesepian karena waktunya dihabiskan dengan Abe. Seenaknya disini adalah Abe kerap 'morotin' Loka, karena dianggap Loka anak dari orang kalangan berada"
"Maksud kamu, Loka merasa Abe itu cowok matre?"
"Kurang lebih seperti itu, jadi Loka mempertanyakan ketulusan perasaan Abe karena yang ditanyakan selalu uang dan uang. Selain matre Abe juga kasar. Puncaknya saat Abe memaksa meminjam uang sekitar 5 juta rupiah, bilangnya untuk keluarganya. Tapi akhir-akhir ini mulai ketahuan, Abe biasa habiskan uang di tempat hiburan malam bersama perempuan lain. Loka berusaha menjelaskan dengan baik-baik kalau ia tidak ada uang, karena uang yang ia punya diperlukan untuk penelitian skirpsinya. Abe marah, mencaci maki Loka bahkan katanya sempat sampai ditampar" ujar Resti.
Saya memperhatikan dengan seksama sambil menulis poin-poin penting di kartu konseling.
Unusual Approach
'Apakah Loka pernah berujar sesuatu yang janggal tentang Abe?' tanyaku to the point.
'Maksudnya Pak?' tanya Resti keheranan.