Berbicara soal konflik agraria tentu topik ini bukan sesuatu yang ringan untuk dibahas, sangat rumit dan berbelit. Meski begitu dalam tulisan ini saya berusaha menjelaskan dengan bahasa yang "manusiawi". Â
- Agraria adalah segala urusan pertanahan, tanah pertanian, dan pemilikan tanah.Â
- Hukum agraria adalah bagian dari hukum yang mengatur tentang pertanahan, pemilikan tanah, dan pemanfaatan tanah.
Badan Bank Tanah diberikan kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial, umum, kepentingan pembangunan, konsolidasi lahan, pemerataan ekonomi, dan juga Reforma Agraria.
Lembaga ini terbilang masih sangat muda lantaran baru dibentuk pada tahun 2021 atas Peraturan Presiden (Perpres) No 113 Tahun 2021 tentang Struktur, selanjutnya penyelenggaraan Bank Tanah baru efektif bekerja setahun setelahnya.Â
Salah satu alasan mengapa pembicaraan soal pertanahan ini menarik adalah karena maraknya mafia tanah yang menggarong tanah milik masyarakat.
Apa itu Mafia Tanah?
Mafia tanah merupakan tindak kejahatan pertanahan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, dan/atau badan hukum secara terencana, terstruktur, dan/atau terorganisir untuk memperoleh hak atas tanah dengan cara melakukan tindak pidana.
Para pelaku mampu merekayasa bukti-bukti kepemilikan karena melibatkan pejabat di bidang pertanahan seperti Notaris/PPAT, BPN dan pemerintah desa dan mampu membuktikan secara autentik penguasaan dan kepemilikan saat berperkara di pengadilan.
Memangnya apa efek mafia ini ke kehidupan kita?
Gampangnya begini, anda punya tanah sekaligus rumah di atasnya, ini bisa dibuktikan lewat sertifikat tanah. Suatu hari ada orang yang menggusur anda dari rumah karena tanah itu diklaim olehnya, dia punya sertifikat dan dokumen pendukung bahkan melebihi apa yang anda miliki.Â
Tiba-tiba ada dua sertifikat tanah, meski anda menggugatnya di pengadilan, anda akan kalah karena dokumen legalitas hukum mereka lebih lengkap.Â
Contoh kedua yang lebih umum. Seorang kaya raya memborong tanah di suatu wilayah, kadang ia manfaatkan atau sekadar menimbunnya. Otomatis tanah yang beredar di wilayah tersebut kian berkurang.Â
Sesuai rumus pasar, jika produk yang beredar lebih sedikit ketimbang permintaan maka harganya akan naik. Harga tanah di wilayah tersebut naik tak terkendali, orang bergaji UMR tak akan mampu membeli tanah di tempat kelahirannya sendiri.Â
Kejadian ini sudah jamak terjadi, sebut saja di Kota Jogja dimana UMR hanya dua juta tapi harga tanahnya miliaran. Bagaimana mungkin mereka bisa membelinya?Â
Semoga Bank Tanah mampu untuk setidaknya membantu menstabilkan harga di suatu wilayah.Â
Bisakah Bank Tanah Memerangi Praktik Mafia?
Sayangnya Bank Tanah tidak memiliki wewenang langsung untuk mengatur harga tanah. Namun, melalui kewenangan dalam mengelola dan mendistribusikan tanah secara adil, Bank Tanah dapat membantu mengurangi dampak buruk dari praktik mafia tanah.Â
Penanganan harga tanah yang melambung akibat mafia tanah lebih banyak bergantung pada upaya penegakan hukum dan kebijakan pemerintah.
Singkatnya, mereka tidak bisa secara langsung menentukan harga jual tanah di suatu wilayah karena tidak memiliki wewenang mutlak atas tanah.
Sedangkan "kejahatan agraria" menjadi tanggung jawab aparat hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan BPN. Merekalah yang memiliki wewenang untuk menindak pelaku yang melakukan tindakan ilegal dalam penguasaan atau penjualan tanah.
Meski begitu, tentu kita punya harapan pada masa depan generasi selanjutnya soal kepastian kepemilikan lahan untuk tempat tinggal lewat peranan Badan Bank Tanah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Konflik Agraria
Sektor agraria adalah salah satu sektor yang sering memicu konflik di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, dari tahun 2015 - 2022, terjadi sedikitnya 2701 konflik agraria di berbagai daerah di Indonesia.Â
Dari jumlah itu 1934 orang dikriminalisasi, 814 di aniaya, 78 orang tertembak, dan 69 orang di antaranya tewas. Konflik agraria ini meliputi tanah seluas hampir 6 juta hektar dan mencakup lebih dari 1,7 juta keluarga.
Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria di laman databoks (01/24), konflik agraria terbesar terjadi di Ibu Kota Nusantara (IKN), yakni seluas 235.751 hektare.
KPA juga mencatat kasus "konflik agraria struktural", yakni konflik lahan yang disebabkan kebijakan pejabat publik, serta mengakibatkan terancamnya dan/atau tersingkirnya hak-hak konstitusional masyarakat atas sumber-sumber agraria.
Beberapa di antaranya melibatkan Badan Bank Tanah yang kemudian dimenangkan oleh lembaga tersebut lewat pengadilan. Tak masalah bila terjadi konflik karena memang tugas yang diemban cukup berat.
Semoga negara tidak represif dan mengutamakan dialog dengan masyarakat lokal dalam penyelesaian sengketa lahan.
Â
Mengutip dari laman Hukum Online (05/21), Sekjen KPA, Dewi Kartika mengkritisi pembentukan Badan Bank Tanah karena dinilai menggadopsi asas domein verklaring yang memungkinkan terjadinya penyimpangan seolah pemerintah memiliki kekuasaan absolut atas tanah negara.Â
Mungkin anda asing dengan kata domein verklaring?
Istilah ini berasal dari Belanda, tepatnya saat Indonesia belum lahir, yakni era kolonial Hindia-Belanda.Â
Domein verklaring artinya tanah yang tidak mampu dibuktikan secara sah di mata hukum maka hak kepemilikannya diambil alih oleh negara.Â
Sekilas memang tampak masuk akal. Tapi coba anda bayangkan, masyarakat adat sudah tinggal di suatu wilayah selama puluhan tahun bahkan sebelum negara Indonesia ini terbentuk. Tiba-tiba mereka digusur karena tanah yang mereka tempati dianggap ilegal lantaran tidak punya secarik kertas bernama sertifikat.Â
Padahal aturan resmi soal kepemilikan tanah ini baru diwujudkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya aturan sertifikat tanah baru didibuat lewat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996.
Sedangkan masyarakat adat sudah ada di sana jauh sebelum Indonesia merdeka. Bukan salah mereka jika tidak mempunyai sertifikat, melainkan kewajiban negara untuk menjamin hak warga negara atas tanah mereka, misalnya dengan menerbitkan sertifikat tanah gratis.Â
Tak hanya menyasar rakyat biasa, konflik agraria dan kasus mafia juga menyasar tokoh publik. Salah duanya adalah sengketa tanah antara Rocky Gerung dengan Sentul City dan Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal yang tanahnya dirampas mafia.Â
Semoga saja lembaga baru ini mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola tanah milik negara dengan menyalurkannya untuk kemaslahatan rakyat.Â
Mampukah Bank Tanah Menyelesaikan Konflik Agraria?
Badan Bank Tanah memiliki tugas utama mengelola tanah milik negara dengan tujuan mendukung pembangunan, pemerataan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan konflik agraria, mereka harus mampu memberi kepastian pada keadilan dalam penguasaan lahan.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan tanah, Bank Tanah berupaya mencegah konflik agraria. Dengan kinerja yang baik, lembaga ini wajib memastikan pembagian lahan sesuai dengan tujuan penggunaannya, sehingga mengurangi risiko sengketa akibat tumpang tindih kepemilikan.Â
Ketika konflik agraria sudah terjadi, peran Bank Tanah menjadi lebih dibutuhkan. Mereka harus menjadi penengah yang mengutamakan dialog antara pihak-pihak yang bersengketa. Bersama dengan kementerian terkait, pemerintah daerah, dan lembaga hukum, Bank Tanah mencari solusi terbaik dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab.
Selain menangani konflik, Bank Tanah juga mendukung reforma agraria dengan mendistribusikan tanah kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti petani kecil atau komunitas adat. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan lahan yang selama ini menjadi salah satu pemicu konflik agraria.
Bukan hanya itu, Bank Tanah juga mengelola tanah yang terbengkalai atau tidak produktif. Tanah seperti ini bisa diambil alih dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik, sehingga mengurangi risiko konflik akibat klaim sepihak.
Kritik & Masukan Penulis
Dalam proses pembuatan konten tekstual maupun visual, kita membutuhkan data untuk membangun argumen. Prioritas data haruslah diambil dari sumber resmi, yakni official website dan sejenisnya.Â
Sayangnya langkah pertama justru tidak bisa dilakukan karena konten website resmi justru tidak sempurna bahkan tidak berfungsi karena masalah sederhana, yakni logo yang menutupi keseluruhan halaman.Â
Memang sangat sepele tapi cukup menganggu bagi saya yang sering berurusan pada hal teknis terkait website dan segala sesuatu di dalamnya.Â
Akan tetapi, jika pembuat website memang sengaja mendesainnya dengan gaya minimalis maka ini sudah benar. Hanya ada satu logo yang menutupi semua halaman, sangat minimalis.
Semoga website banktanah.id bisa lebih responsif dan human-friendly ketika digunakan.
Selanjutnya, ada kekhawatiran bahwa Bank Tanah dapat berpotensi menjadi "big boss" para mafia tanah, namun harapan besarnya adalah lembaga ini mampu menekan praktik mafia tanah yang selama ini meresahkan masyarakat.
Harapan tertinggi adalah agar Bank Tanah tak hanya ideal secara teori, tetapi benar-benar berfungsi sebagai lokomotif pengadaan tanah yang sehat, transparan, dan berkapabilitas tinggi.
Sebab, tanpa lahan yang jelas dan bersih dari sengketa, proyek pembangunan apa pun tidak akan dapat berjalan. Tanah adalah dasar dari segalanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI