Mohon tunggu...
Kesdik Bayu
Kesdik Bayu Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SEO Specialist

Menulis dengan gaya yang mungkin terlalu sarkastik untuk beberapa orang, tapi cukup menghibur untuk yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mampukah Bank Tanah Melawan Mafia dan Menyelesaikan Konflik Agraria?

26 Januari 2025   20:38 Diperbarui: 26 Januari 2025   21:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aksi demonstrasi (foto: gurugembul.id)

Dari jumlah itu 1934 orang dikriminalisasi, 814 di aniaya, 78 orang tertembak, dan 69 orang di antaranya tewas. Konflik agraria ini meliputi tanah seluas hampir 6 juta hektar dan mencakup lebih dari 1,7 juta keluarga.

Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria di laman databoks (01/24), konflik agraria terbesar terjadi di Ibu Kota Nusantara (IKN), yakni seluas 235.751 hektare.

KPA juga mencatat kasus "konflik agraria struktural", yakni konflik lahan yang disebabkan kebijakan pejabat publik, serta mengakibatkan terancamnya dan/atau tersingkirnya hak-hak konstitusional masyarakat atas sumber-sumber agraria.

Beberapa di antaranya melibatkan Badan Bank Tanah yang kemudian dimenangkan oleh lembaga tersebut lewat pengadilan. Tak masalah bila terjadi konflik karena memang tugas yang diemban cukup berat.

Semoga negara tidak represif dan mengutamakan dialog dengan masyarakat lokal dalam penyelesaian sengketa lahan.
 


Mengutip dari laman Hukum Online (05/21), Sekjen KPA, Dewi Kartika mengkritisi pembentukan Badan Bank Tanah karena dinilai menggadopsi asas domein verklaring yang memungkinkan terjadinya penyimpangan seolah pemerintah memiliki kekuasaan absolut atas tanah negara. 

Mungkin anda asing dengan kata domein verklaring?

Istilah ini berasal dari Belanda, tepatnya saat Indonesia belum lahir, yakni era kolonial Hindia-Belanda. 

Domein verklaring artinya tanah yang tidak mampu dibuktikan secara sah di mata hukum maka hak kepemilikannya diambil alih oleh negara. 

Sekilas memang tampak masuk akal. Tapi coba anda bayangkan, masyarakat adat sudah tinggal di suatu wilayah selama puluhan tahun bahkan sebelum negara Indonesia ini terbentuk. Tiba-tiba mereka digusur karena tanah yang mereka tempati dianggap ilegal lantaran tidak punya secarik kertas bernama sertifikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun