Mohon tunggu...
M Bayu Dwi Saputro
M Bayu Dwi Saputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang debt collector

Hobi membaca, tertarik pada bidang filsafat, literasi, sastra, sejarah, seni, dll.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Hilang

15 Desember 2024   08:38 Diperbarui: 16 Desember 2024   23:09 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami dulu paling sering main Play Station berdua, Om," jawab Alfath.

"Nah, coba ajak kakakmu main PS ketika dia pulang kerja atau libur nanti."

Alfath teringat, dia dan kakaknya dulu sering main PS hingga lupa waktu. Dari malam hingga subuh. Ketika mendengar suara pintu kamar orangtua mereka terbuka, mereka dengan gesit mematikan TV dan PS, lalu pura-pura tidur.

 "Terkadang kita terlalu meratapi yang pergi hingga mengabaikan yang tersisa," kata Yudha.

*

Ojek online yang ditumpangi Alfath melintas di antara deretan ruko berplakat siger. Banyak toko-toko baru. Toko-toko yang lama banyak yang sudah tutup. juga semakin banyak rumah-rumah baru, menempati lahan-lahan kosong yang dulunya merumpakan tempat anak-anak bermain bola atau layang-layang. Ke mana mereka sekarang? Mungkin sekarang mereka sedang bermain E-football.

Alfath sampai di pelataran rumahnya. Rumput-rumput liar tumbuh tinggi-tinggi. Cat rumah pudar dengan jamur di setiap sudut.

Alfath masuk dengan kunci yang ditinggal kakaknya. Disembunyikan di bawah pot tanpa tanaman. Di dalam rumah, perabotan tidak sebanyak dahulu. Rumah ini terasa lebih lapang, namun sepi.

Setelah berkeliling sebentar, Alfath ke dapur. Dia membuka tudung saji di meja makan. Kosong. Dia membuka kulkas, kosong dan gelap. Di laci tempat biasa menyimpan bahan-bahan dan bumbu dapur hanya ada teh, gula, dan kopi. Tidak ada bawang, tidak ada jahe dan kunyit. Alfath mondar-mandir ke ruang keluarga, ke halaman belakang, lalu ke dapur lagi, membuka kulkas lagi. Masih kosong. Dia membuka kembali tudung saji di meja makan. Kosong.

Dahulu, Alfath punya kebiasaan membuka tudung saji, menjambal tempe, atau berulang-kali membuka kulkas, berharap Ibu atau ayahnya menyimpan stok minuman dingin atau camilan. Meski terkadang tidak ada yang bisa di makan, paling tidak, waktu itu kulkas masih menyala. Masih mengeluarkan hawa sejuk ketika dibuka. Masih ada bahan-bahan yang menjadi petunjuk kira-kira Ibunya akan masak apa besok.

Setelah merasa cukup menjelajah rumah yang hampir tak ia kenali lagi itu, Alfath tidur di sofa. Dia bangun menjelang malam, lalu menyalakan lampu-lampu rumah. Banyak lampu-lampu putus yang sepertinya memang sengaja dibiarkan. Hanya ruang-ruang tertentu yang memiliki penerangan. Taman, teras, dan garasi, semuanya gelap. Membuat rumah ini jadi seperti rumah kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun