Alfath kehilangan orientasi. Tanpa PS itu, apa yang bisa mereka mainkan bersama? Jaka juga terlihat acuh dengan adiknya. Dia masih sibuk menatap layar ponselnya.
Alfath penasaran dengan apa yang sedang dimainkan kakaknya di smart phone. Dia berdiri, mengintip dari belakang. Layar menampilkan gambar-gambar emblem warna-warni berjatuhan, efek petir, dan Zeus yang terlihat gagah.
Rahang Alfath mengatup kuat. Dia mengemasi barang-barang di kamarnya ke dalam tas dan suit case, lalu pergi.
Di jalan, Alfath hanya terus melangkah tanpa memikirkan tujuan. Sedari awal, niatnya datang ke sini untuk pulang dengan harapan, paling tidak, dia bisa merasakan sedikit nostalgia. Sekecil apa pun, sudah cukup baginya. Dia telah menurunkan ekspektasinya sedemikian rupa supaya tetap bisa menikmati hal-hal kecil yang mungkin masih tersisa di rumahnya. Hal apa pun yang membuat hatinya yakin bahwa dia memang pulang. Namun dia tidak lagi menemukan rumah di sini. Tidak secuil pun.
 *
Siang itu, Yudha membawa segelas milkshake. Tubuhnya berkeringat di dalam kemeja putih berlengan panjang yang dilipat. Wangi parfum beraroma citrus tonic tertinggal di gang yang baru saja ia lalui. Dia berbelok memasuki lahan yang tidak berpaving.
Kakinya melangkah anggak berjingkrak-jingkrak supaya tidak menginjak batu nisan. Sepatunya menginjak ranting-ranting pohon kamboja yang kering. Bergemeretak hampir di setiap langkahnya. Cahaya matahari hanya lolos sedikit dari dedaunan pohon kamboja yang rimbun.
Terakhir kali istri Yudha meminum milkshake adalah ketika mereka masih berpacaran. Setelah menikah, Yudha tidak pernah mengizinkan istrinya meminum milkshake karna istrinya sedang rutin mengkonsumsi obat-obat ARV. Mereka jadi sering bertengkar. Istrinya ingin Yudha melupakan penyakit istrinya supaya mereka bisa menikmati milkshake bersama seperti ketika masih berpacaran. Tapi Yudha selalu menolak. Upaya sekecil apa pun akan dia lakukan selama hal itu bisa memperpanjang harapan hidup istrinya. Setelah sepuluh tahun, baru inilah dia memberikan sesuatu yang selalu diidam-idamkan istrinya.
Dia duduk di samping batu nisan istrinya, menaruh milkshake-nya di samping, lalu memanjatkan do'a, "mengirim" Al-Fatihah. Setelah selesai berdo'a, Yudha menuang milkshake buatannya itu ke tanah makam istrinya. "Kalau saja waktu itu aku tak menganggapmu sakit," katanya. "Paling tidak, kamu bisa berbahagia di hari-hari terakhirmu."
Yudha tertawa. "Betapa bodohnya aku. Bahkan setelah sepuluh tahun kamu 'terbebas' dari penderitaan, baru kemarin aku terpikir untuk memberikan sesuatu yang sejak lama kamu idamkan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H