“Novelmu bagus, aku sudah membacanya, tentang pertemuan dua orang lain Negara di Paris, dua orang yang saling membenci karena berebut mendapatkan tiket melihat tiket kembang api di Eiffel. Menarik, tapi jujur saja, kamu jadi sering melamun di kelas ahir-ahir ini… Hufff” Devin menghbuskan asap rokok kembali.
“Itu bagian dari karyaku, jadi harus sering melamun! Kita sudah sampai, buang rokokmu, jangan sampai Papa tau!”
“Oke, oke!” Devin segera membuang batangan rokok ke rerumputan dan menginjaknya, sebuah rumah dengan arsitektur jepang sudah terlihat. Ia melihat Perlita berlari dengan cepat meninggalkannya sendiri dibelakang yang masih berjalan dengan santai. Devin mengerti sekali perasaan Perlita, bertemu dengan sang Ayah yang jarang ia lihat, adalah kebahagiaan, seperti dirinya saat melihat sang Ibu baru pulang dari kantor.
Perlita segera memasuki rumah, ia menatap seorang pria bertubuh besar masih mengenakan kemeja berwarna putih, dan celana kain hitam. Matanya sedikit sipit, mengenakan kaca mata, sosoknya masih terlihat muda dan dewasa. Orang tersebut sedang menaruh berbagai makanan di meja makan, bila orang tak mengenalnya mungkin ia dikira masih single, walau kenyataanya dia telah beranak satu. Anak yang begitu cantik, dan cerdas.
“PAPA!!!” Panggil Perlita sembari berlari menghampiri pria tersebut. Lalu memeluknya dengan erat. Perlita begitu bahagia saat menatap sang Ayah seperti seorang anak TK yang baru saja pulang dijemput sang ibu disekolah.
“Oh, Perlita sayang sudah pulang! Cium papa sayang!”
“Emoooh!!” Ucap Perlita bercanda, lalu ia segera mencium pipi kanan dan kiri ayahnya.
“Mana Devin?” Tanya Sang Ayah sembari melepaskan pelukan sang putri.
“Di belakang, Pa!” Ucap Perlita sembari menatap pintu, lalu dalam sekejap Devin segera masuk kedalam rumah.
“Siang Paman.” Ucap Devin sambil masuk kedalam rumah.
“Ayo, masuk Devin! Ini ada makanan buat kalian, pasti kalian lapar, kan?”