Mohon tunggu...
Kemas Rachyuanda P
Kemas Rachyuanda P Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya\r\nHobi: menulis cerita fiksi, dan berkhayal\r\n\r\nMoto "Be the best version of you"\r\n\r\nKunjungi pula Blog "Langkah Menuju Paris"\r\ndi www.kemasrachyuanda.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teach Me About Love - Part 4 (Ciumlah Aku)

18 Maret 2011   06:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ciumlah Aku

“Deg! Deg! Deg!”

“Kenapa hatiku berdebar-debar?” Perlita masih terdiam di dalam pelukan Aubrey, ia tak mengerti apa yang terjadi, sesuatu yang lebih ingin ia rasakan, lebih dalam tentang cinta.

“Tugas berikutnya!” Perlita mencoba melepaskan rangkulan Aubrey, Ia menatap dalam mata Aubrey, begitu dekat, begitu hitam, namun bersinar. “Ciumlah aku!”

Aubrey masih terdiam, kata-kata yang dilontarkan oleh Perlita sungguh jelas, permintaan yang aneh untuk seorang wanita yang baru ia kenal. Lidahnya membeku, tatapan mata Perlita sungguh dalam, namun permintaan ini terlalu berat bagi Aubrey, “Ka-kaa…” Aubrey masih tergagap, “Ka-mu serius?!”

“Tentu saja! Ayo cepat lakukan.” Perlita menyentuh kedua pipi Aubrey, perasaanya semakin berdebar, wajah Aubrey membiusnya.

Sementara Aubrey hanya terdiam, ia mematung, membeku, bagai bongkahan es yang hanya terdiam, tak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti apa yang diinginkan Perlita, hatinya mulai terbius oleh permainan cinta yang dibuat-buat. Hingga semakin dekat, wajahnya menghadap kearah Perlita, desahan nafas, harum parfum Perlita semakin merasuki sukma Aubrey, dan…

“ARGHHH!!! AUBREY!!!” Sebuah teriakan dari balik candela kaca.

Aubrey dan Perlita terkagetkan, mereka menatap dua orang sedang memergoki mereka, Perlita tak mengenal siapa orang itu, yang jelas seorang wanita berambut hitam dengan poni lancip, serta seorang lagi memiliki rambut bergaya harajuku, hanya Aubrey yang mengenal mereka, tentu saja mereka berdua juga pasti pernah menyatakan cintanya kepada Aubrey.

Aubrey dan Perlita segera saling menjauhkan badan. Perlita memilih untuk segera pergi, “Kali ini kau aku lepaskan, tapi lain kali kau harus melakukan!” Ungkap Perlita, sembari melewati dua orang siswi yang memergokinya akan menciup Aubrey.

“Sial! Aku harus melakukan sesuatu untuk membuatnya menghentikan tindakan bodoh ini.” Ucap Aubrey dalam hati.

“AUBREY APA YANG TERJADI?” Ucap seorang wanita berambut harajuku, mencoba mendekati Aubrey.

“Akh, aku tahu!” Ungkap Aubrey dalam hati.

“Sebenarnya….”

***

“TANG! TANG! TANG! TANG!!!”

“Horeee!!!!”

Sorak sorai terdengar sangat gaduh jam sekolah telah berahir, hari ini sekolah hanya setengah hari karena guru ada rapat. Semua orang menyambut dengan senang. Namun semenjak jam istirahat, Perlita terus terdiam, karena sosok Aubrey tak kelihatan berada di dalam kelas. Gossip yang beredar mengatakan dia juga sedang ikut rapat dewan guru untuk mengajukan kegiatan yang akan dilakukan osis.

“Memegang tangan seseorang, dan dipegang tangan oleh seseorang, pelukannya, tinggal sedikit lagi, kalau dia menciumku, dunia yang tidak aku kenali akan terbuka untukku, dunia seperti apa lagi yang akan terlihat?”

“Perlita, kamu dari tadi ngelamun apa, sih? Ayo kita pulang!” Ungkap Devin sembari menarik tangan Perlita.

“Erghh… I-iya.” Perlita segera mengemasi buku-bukunya dan melangkah keluar bersama sang sepupu.
Devin kembali menyalakan sebatang rokok dalam perjalanan menuju rumah Perlita, ia mematik korek dan segera menghisap asap dan menghembuskannya kelangit kembali, “Huuf… Kulihat dari tadi kau terus-terusan melamun, ada apa, sih? Jujur saja, semenjak kau memumutuskan membuat novel cinta sikapmu berubah…”

“Ergh, masa? Aku sedang mencari bahan, sedikit lagi juga selesai…”

“Novelmu bagus, aku sudah membacanya, tentang pertemuan dua orang lain Negara di Paris, dua orang yang saling membenci karena berebut mendapatkan tiket melihat tiket kembang api di Eiffel. Menarik, tapi jujur saja, kamu jadi sering melamun di kelas ahir-ahir ini… Hufff” Devin menghbuskan asap rokok kembali.

“Itu bagian dari karyaku, jadi harus sering melamun! Kita sudah sampai, buang rokokmu, jangan sampai Papa tau!”

“Oke, oke!” Devin segera membuang batangan rokok ke rerumputan dan menginjaknya, sebuah rumah dengan arsitektur jepang sudah terlihat. Ia melihat Perlita berlari dengan cepat meninggalkannya sendiri dibelakang yang masih berjalan dengan santai. Devin mengerti sekali perasaan Perlita, bertemu dengan sang Ayah yang jarang ia lihat, adalah kebahagiaan, seperti dirinya saat melihat sang Ibu baru pulang dari kantor.

Perlita segera memasuki rumah, ia  menatap seorang pria bertubuh besar masih mengenakan kemeja berwarna putih, dan celana kain hitam. Matanya sedikit sipit, mengenakan kaca mata, sosoknya masih terlihat muda dan dewasa. Orang tersebut sedang menaruh berbagai makanan di meja makan, bila orang  tak mengenalnya mungkin ia dikira masih single, walau kenyataanya dia telah beranak satu. Anak yang begitu cantik, dan cerdas.

“PAPA!!!” Panggil Perlita sembari berlari menghampiri pria tersebut. Lalu memeluknya dengan erat. Perlita begitu bahagia saat menatap sang Ayah seperti seorang anak TK yang baru saja pulang dijemput sang ibu disekolah.

“Oh, Perlita sayang sudah pulang! Cium papa sayang!”

“Emoooh!!” Ucap Perlita bercanda, lalu ia segera mencium pipi kanan dan kiri ayahnya.

“Mana Devin?” Tanya Sang Ayah sembari melepaskan pelukan sang putri.

“Di belakang, Pa!” Ucap Perlita sembari menatap pintu, lalu dalam sekejap Devin segera masuk kedalam rumah.

“Siang Paman.” Ucap Devin sambil masuk kedalam rumah.

“Ayo, masuk Devin! Ini ada makanan buat kalian, pasti kalian lapar, kan?”

Tiga buah hamburger porsi besar sudah tersedia di atas meja bersama dengan kentang goreng yang dibuat sendiri oleh ayah Perlita, mereka bertiga duduk di meja makan sembari menikmati makanan kecil yang disajikan. Suasana kehangatan keluarga yang membuat iri Devin, ia jarang merasakan semua ini sendiri, dia memiliki rumah, tapi seolah hanya dia seorang yang tinggal dirumah itu, sebelum ayah dan ibunya bercerai semuanya indah, namun semenjak kejadian tersebut semua mulai berubah.

“Nyam… Ergh…” Devin mengecap perlahan hamburger buatan Ayah Perlita, semuanya enak dan masih segar, daun seledri, timun, tomat, daging sapi dua tumpuk, dan keju benar, benar nikmat.

“Emm… Paman kok bisa pintar masak, sih?” Tanya Devin sembari terus mengecap hamburgernya.

“Terimakasih Devin.” Ayah Perlita tersenyum sejenak ia melanjutkan pembicaraanya, “Semua itu karena mamanya Perlita, dia yang mengejarkan Paman memasak.”

“Heh, Papamu orang yang romantis, ya? Kamu mungkin bisa tanyakan tentang cinta ke dia…”  Bisik Devin yang berada di samping Perlita.

Perlita hanya mengangguk, “Paa! Rasanya mencium seseorang itu gimana, ya?”

“Brrruuuuott!!!!!”

Hening……

“Yeaaakh, jorok!” Perlita mengamati meja makan yang kotor dengan sekejap karena hemburan keras dari mulut Devin, dan Ayah Perlita.

“KENAPA TIBA-TIBA TANYA KAYAK GITU BODOH!!!!” Tanya Ayah Perlita, dan Devin bersamaan, Daging sapi, campur keju, selederi, dan timun berjajaran mengotori meja dalam seketika. Ayah Perlita, dan Devin segera meletakan sisa hamburger dan membersihkan sampah mereka bersamaan,

“Kenapa tanya rasanya ciuman?” Tanya sang Ayah sembari membersihkan mejanya,

“Gag jadi deh… Nyam, nyam….” Mulut Perlita penuh dengan makanan, meski sebenarnya ia ingin memuntahkan semuanya juga karena melihat kelakuan Ayahnya dan Devin.

“Hemm… Mungkin aku harus melakukannya, karena ciuman adalah bagian penting dari novel cinta.” Perlita berkata dalam hati sembari menikmati makanannya.

“Kamu serius tanya seperti itu, Perl?” Tanya sang Ayah kembali,

“Enggak usah dipikirin, aku mau nulis lagi!” Ungkap Perlita sembari berlari menuju kamarnya, “Oya! Jangan lupa bersihin sampai bersih, cowok-cowok jorok!” Perlita segera membuka pintu kamarnya, dan langusng duduk di depan laptop.

Ayah Perlita dan Devin hanya saling menatap tak mengerti apa maksud pertanyaan Perlita barusan.

“Paman, aku ke kamar Perlita dulu, ya!” Devin segera meninggalkan serbetnya dan pergi menyusul Perlita dikamar.

“Ya, Devin!”

Sedari pulang sekolah Devin masih menemani Perlita menulis cerita-cerita di Blognya, perlahan malam mulai datang, bila ada Ayah Perlita, Devin tidak mau menginap, karena tugas Devin hanya menemani Perlita bila ayahnya tidak ada. Rumah Devin tak terlalu jauh dari kediaman Perlita, hanya beberapa gang saja, ia membuka pintu rumahnya, rumah yang kosong, tanpa penghuni, hanya Devin seorang yang berada di rumah, tak ada ibunya, tak ada siapa-siapa. Sang Ibu masih bekerja di kantor, pulang mungkin seminggu tiga kali di ahir pecan saja. Bila hari biasa, kesendirian menyelimuti Devin.

Rumah Devin berlantai dua, bagian bawah, tempat ruang tamu, kamar mandi, dan kamar sang ibu. Bagian atas hanya ada kamarnya, kamar kosong, dan ruangan khusus Devin bermain game.

Devin segera memasuki kamarnya yang berantakan, putung-putung rokok berhamburan di mejanya, bersanding dengan asbak kecilnya. Devin segera melentangkan tubuhnya diatas kasur sembari menyalakan sebatang rokok
kembali.

“Huff… Apa yang sebenarnya dipikirkan Perlita?” Tanya Devin dalam hati, semenjak kehadiran Perlita di kehidupannya, ia merasakan kesenangan, dapat tersenyum, karenanya ia rela melakukan apa saja asal bisa bersama Perlita untuk mengisi waktu kosongnya.

Devin mengambil sebuah kertas dari dalam sakunya, sebuah kertas yang ia ambil saat seusai pelajaran, surat tanpa nama, sebuah potongan kertas kecil yang memberikan sebuah ancaman terhadap Perlita,

BERANINYA MAIN PAKSAAN!! TEMUI AKU BESOK JAM ISTIRAHAT DI BELAKANG TAMAN! ATAU KUJEMPUT KAU!!

“Siapa yang menaruh ini dimeja Perlita? Apa yang sebenarnya terjadi?” Devin merasa gusar karena surat tersebut, ancaman serius dari orang yang tidak dikenal. Yang jelas saat ini Perlita sedang dalam bahaya, entah apapun yang terjadi, besok Perlita tak boleh lepas dari Devin.

***

Keesokan Paginya.

“Perlitanya, sudah berangkat kesekolah Devin tadi ada temannya perempuan yang menjemputnya, ada apa, ya?”

“Be-begitu, ya, Paman? Terimakasih…” Devin segera berlari secepat-cepatnya ia tahu ada yang tidak beres saat ini, semua berkaitan dengan surat rahasia itu, Devin terus berlari sekencang-kencangnya menuju ke sekolahan,

“Sial! SIAL!! SIAL! Andai saja aku menyadarinya!!” Devin terus berlari…

***

“BRAKKK!!!”

“AUUUU!!” Tubuh Perlita di pojokan di tembok, ia tak mengira Anita menjemputnya lalu mengajaknya ke taman belakang, tiba-tiba saja sudah ada 5 orang wanita yang  sekelas dengan Perlita mengepungnya.

“HEEEH PELACUR!!! APA YANG KAU LAKUKAN DI UKS BERSAMA AUBREY!!!” Ucap Anita yang memepet Perlita

“APA KAU MENGAMBIL UNTUNG DENGAN MEMAKSA AUBREY KARENA DIA TERLALU BAIK?? DASAR PELACUR!! ANAK BARU TIDAK TAU DIRI!!!” Ucap Clara seorang teman sekelas Perlita.

“Aku tidak takut dengan kalian…” Ucap Perlita perlahan, “Anita, apa kau tidak malu dengan Clara yang tidak pernah memiliki jerawat? Bilang saja kau iri dengan kecantikan Clara, karena bukankah itu alasanmu membenci dia? Clara bahkan lebih di lirik karena tak memiliki Jerawat ketimbang kamu, kamu memang pintar itu adalah andalanmu untuk menarik perhatian Aubrey, kan?”

“Kaa-kaamu….” Anita menatap wajah Clara yang mulai sinis ia lantas berlari pergi meninggalkan teman-temannya.

“Lalu Kau Clara, apa kau tidak marah saat teman-temanmu disini diam-diam menghinamu karena kau hanya menjadi parasit saat mereka berbelanja di mall? Aku tau kau sangat marah, karena kau mendengarnya sendiri di kamar mandi wanita. Terutama terhadap Farah, bukankah kau iri dengan Farah karena dia memiliki tubuh yang seksi?”
Tanpa mengatakan apa-apa Clara segera berlari meninggalkan mereka semua. Perlita kini menatap kearah Farah,

“Farah, kenapa kau tidak marah saja kepada teman-temanmu karena mengejek gambaranmu yang jelek, daripada harus menahannya dan menangis berjam-jam di toilet?”

“Kamu tau da-dari mana?” Tanya Farah.

“Aku tau segalanya tentang kalian, apa kalian mau aku sebarkan semuanya? Tentang kebencian masing-masing anggota geng Cubies terhadap anggota lain? Geng macam apa kalian? Membenci satu teman dengan yang lain, tidak lebih dari seonggok sampah yang tak berguna!!!”

“A-aaaapaa?”

“Arhhhhh!!!”

Semua kawanan wanita yang mengepung Perlita pergi satu persatu meninggalkan Perlita sendiri di belakang taman.

“Huufff…. Ahirnya selesai juga, ini pasti karena Aubrey, dia benar-benar jahat! Bagaimana mungkin memanfaatkan orang yang mencintainya untuk melakukan hal bodoh ini?” Ucap Perlita dalam hati.

“PERLITA!!! KAU TIDAK APA-APA?” Tanya Devin tiba-tiba saja datang.

“Lhoo, kok, kamu disini?”

“AKU MENGHAWATIRKANMU BODOH!!!”

“Oh! Hahaha, tau darimana?”

“Tau, aja, kau tidak apa-apa? Kamu dikeroyok?”

“Enggak apa-apa kok Dev, aku bisa mengatasinya, tapi jujur aku iri dengan mereka rela melakukan apapun demi orang yang mereka cintai, meski mereka tidak mau melakukan itu.” Perlita segera melangkah kembali, “Oya, kamu masuk kedalam kelas saja dulu, masih ada urusan yang mau aku selsein sekarang.”

“Ah? Tapi? Aku ikut, ya!”

“Jangan, kamu masuk aja dulu, bilang ke gurunya, aku ke UKS sebentar…”

“Perl…” Devin terdiam, ia begitu menghawatirkan Perlita.

Perlita segera melangkah ia tahu siapa yang harus ia cari saat ini Aubret dalang dari semua kericuhan di pagi senja. Belum lagi tasnya hilang karena diambil salah satu dari geng Cubies,  ini semua pasti karena perintah Audrey juga untuk mengambil copian catatan. Tapi Perlita sudah mengetahui catatan itu sudah tersimpan di kamar Perlita, untuk berjaga-jaga, pengalaman saat penggeledahan tas sudah member pelajaran bagi Perlita, belum lagi ia memang harus terus membaca isi catatan tersebut, untuk mengetahui data-data tentang Aubrey. Perlita menatap sebuah gudang kosong yang biasanya terkunci, ia tahu disana ada Aubrey.

“KLIIIIIK!!!!” Perlita menggunakan ponselnya untuk memotret kelaukan Aubrey yang sedang sibuk menggeledah tas Perlita. “Aubrey, suka menggeledah tas, cewek…”

“ARGGGHHHH!!!” Teriak Aubrey terkagetkan dengan kelakuan Perlita dari belakang.

“Tak kusangka, aku mendapat bukti, dan foto yang bagus…” Perlita melangkah menuju Aubrey.

“Aku sangat marah padamu, Aubrey!! Kau boleh saja, mencari kelemahanku, tapi berbeda bila kau memanfaatkan cewek yang suka padamu!!!”  Perlita mendekatkan wajahnya kehadapan Aubrey,

“Hemm, perkataan yang bagus untuk orang yang tidak mengerti tentang perasaan dan cinta sepertimu Perlita.” Perlita hanya terdiam mendengar perkataan Aubrey, “Itu benar, karena itu aku mencoba untuk mengerti…”

“Jangan lupa ciuman kemarin sempat tertunda, kan Aubrey!!”

Aubrey terdiam, ia tahu keseriusan dari wajah Perlita, ia masih belum bisa menemukan kelemahan Perlita agar gadis cina itu menjauh darinya, cara satu-satunya adalah menyelesaikan semuanya dengan cepat.

“Aku tau, hanya melakukannya, kan?” Aubrey segera memojokkan Perlita di tembok gudang tua, semakin dekat, dan sangat dekat, tubuh, dan wajah mereka berhadapan, mengalunkan detakan jantung yang mulai seirama, melodi-melodi dengan rytme yang sama, aliran darah mengalir cepat, jantung memompa lebih cepat dari sebelumnya.

Tatapan mata Perlita dibalik lensa tipisnya.

“Tutup matamu!” Pinta Aubrey

Perlita mengikuti apa yang dikatakan Aubrey, “Aku cuma bisa mendengar nafas yang lembut, antara dia dan aku, hanya dengan itu sudah memberitahu kalau dia mendekatiku, dan bibirnya akan…”
Hening….

“Cup!”  Aubrey segera menjauh dari hadapan Perlita

“JANGAN BERCANDA LAKUKAN DIBIBIRKU!!!!”  Teriak Perlita yang merasa tidak puas karena Aubrey hanya mencium pipi Perlita.

“APA KATAMU!! KAN HANYA CIUMAN TAK MASALAH BILA DI PIPI!!!”  Teriak Aubrey, “ DAN LAGI KACAMATU MENGGANGGU!!!” Aubrey segera menyenyuh kacamata Perlita

“JANGAN AMBIL KACAMATAKU!! JANGAN SENTUH AKU!!! TOLONG JANGAN AMBIL KACAMATAKU!!!” Teriak Perlita histeris.

Aubrey tetap tak mendengarkan Perlita ia segera mengambil kacamata tersebut, menatap kacamata itu, dan Perlita hanya terdiam menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Kelemahanmu, kacamata ini, ya?”

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anda sedang membaca Part 4
"Mohon penilaian, dan comentnya, untuk kebaikan penulis terimakasih..."

note: Naskah no edit bahasa kaku, kalimat tidak efektif dll, mohon dimaafkan n_n

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun