Mohon tunggu...
Kemarau Basah
Kemarau Basah Mohon Tunggu... -

http://kemaraubasah.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kertas Putih

29 April 2014   16:18 Diperbarui: 13 Juli 2015   19:06 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal sebenarnya kata-katanya yang cukup serius telah membuat Dea merasa tertipu dengan penampilannya. Dia juga tak pernah membayangkan sebelumnya seorang cenayang asli bermain di pasar mata uang asing. Indera keenamnya tentu dapat meramal fluktuasi nilai Dollar, Euro, Yen atau Poundsterling secara mengerikan tepatnya. Ina yang sedang mencoba bermain saham pasti akan tertarik dengan orang ini. Dea serta-merta tersenyum.

"Kamu sedang bermain Forex?" Dea mencoba mencairkan keadaan.

"Oh, tidak. Saya hanya pernah iseng mencoba-coba dan mempelajarinya di internet. Saya seorang arsitek. Mau lihat?" laki-laki itu memutar laptopnya ke arah Dea.

Gambar kerja tiga dimensi sebuah bangunan rumah tinggal dua lantai terpampang pada layar. Dea terkagum. Seorang cenayang berprofesi sebagai arsitek. Namun sepertinya kemampuannya hanya berguna dalam meramal kenaikan nilai jual tanah yang bisa dilakukan semua orang. Dea lalu memberikan pujian pada rancangan rumah tersebut.

"Kamu tadi bilang tidak memilih adalah sebuah pilihan, bagaimana kamu—apa maksudmu?"

Laki-laki itu memandangi Dea seperti sedang membaca kembali pikirannya. Dia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya ke atas lalu membalikkannya satu kali. Jemari arsitek itu bersih dan halus serta telanjang tanpa seikat cincin.

"Saya juga tidak."

Dea belum pernah dirayu seperti ini. Namun laki-laki itu tidak boleh berharap terlalu banyak.

"Sistem pemilihan umum kita harus diubah lebih cerdas. Setidaknya ia harus benar-benar dapat menghasilkan wakil rakyat yang bekerja dan bisa dipercaya—berbeda dari yang sudah-sudah."

Setelah tercenung sebentar, Dea merebahkan punggungnya pada sandaran kursi, meraih kopi espresso-nya dan menyedotnya dalam-dalam. Jadi sedari tadi laki-laki ini membahas bekas celupan tinta hitam pada ujung jari sebagai penanda telah memberikan suara pada pemilihan legislatif hari ini. Sama sekali bukan soal cincin kawin. Dia juga sama sekali bukan cenayang. Dea tidak tertarik dengan politik apalagi setelah peristiwa sore ini yang telah memerahkan mukanya.

"Kamu tak tertarik dengan politik?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun