Mohon tunggu...
Kemarau Basah
Kemarau Basah Mohon Tunggu... -

http://kemaraubasah.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kertas Putih

29 April 2014   16:18 Diperbarui: 13 Juli 2015   19:06 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba Dea merasa curiga ketika mengetahui laki-laki itu melirik kedua tangannya yang sedang memegang smartphone di atas meja. Barangkali laki-laki ini sudah berpura-pura dan sekarang memperhatikan jemari lentiknya yang indah tetapi tanpa cincin kawin. Rupanya, seperti laki-laki lain di situ, dia juga tertarik kepadanya. "Tipikal," gumam Dea dalam hati.

"Kamu tidak memilih?"

Udara di sekeliling Dea menjadi beku untuk beberapa saat.

"Maaf. Apa maksudmu?" Dea berusaha bersikap tenang meski sekejap tadi darahnya berdesir. Seumur hidup perempuan itu belum pernah berjumpa dengan orang yang dapat membaca pikiran orang lain. Dea mengamati dengan cepat laki-laki itu, matanya yang tajam, rambutnya yang agak panjang terurai di atas bahu, senyumnya yang penuh makna dan setelah memeriksa berbagai kemungkinan termasuk pemusik dan psikolog, bisa jadi dia semacam paranormal yang lebih terpelajar dan modern daripada dukun.

"Tidak memilih adalah sebuah pilihan."

Cukup. Laki-laki ini adalah seorang cenayang. Tubuh Dea menjadi kaku.

"Kamu baik-baik saja?" Laki-laki itu rupanya melihat perubahan tersebut, wajah Dea bahkan terlihat pucat, "Tidak apa-apa. Kamu tak perlu merasa tidak enak."

"Kamu tahu permainan Forex, jual beli mata uang asing secara online?" lanjutnya sedikit terbata-bata.

Dea hanya mengangguk. Dia sendiri khawatir pada kepanikannya yang sepertinya terlalu kentara hingga membuatnya bersikap kekanakan.

"Tidak melakukan apa-apa merupakan bagian dari permainan. Kita menjual dan membeli hanya pada waktu yang tepat. Risiko tinggi dan ketidakpastian membuat menunggu pun menjadi sebuah keputusan yang bijak."

Laki-laki itu lalu terdiam. Mungkin karena omongannya tak ditanggapi sama sekali, dia kembali pada layar laptopnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun