Suasana malam yang dingin nan sunyi seketika aku lupa, bahwa pagi tadi suasana kampus masih ramainya lalu lalang para mahasiswa kini menjadi sepi bak rumah kosong yang puluhan tahun tidak dihuni, Suara detak jantungku yang keras menggebu, keringat dingin mengalir di pelipis menetes ke dagu, suara derap langkah kaki dan tangan menapak dari tadi terdengar di setiap sudut tembok kelas yang gelap ,lampu kelas yang tiba-tiba padam menambah suasana mencekam membuat bulu kuduk berdiri. Hening terasa ,di antara gelapnya kelas, aku meringkuk di bawah meja dosen yang tampak cukup besar untukku bersembunyi dari kejaran makhluk itu, dengan tangan gemetaran aku berusaha mengeluarkan ponsel dari saku celanaku yang kusut karena berlari, seraya mengetuk layar ponsel dengan cepat semburat cahaya redup memancar ke seluruh celah wajahku yang penuh dengan tatapan cemas dan takut ,"GUBRAK !" suara benda jatuh terdengar keras entah itu kursi ataupun meja terdengar suaranya cukup keras seolah sedang dilempar, karena penasaran kucoba untuk mengintip tapi nihil hanya ruangan kelas yang sepi dan gelap terlihat tapi, di sana disudut kelas sekelebat bayangan tampak bergerak cepat diantara kelambu jendela membuatnya bergoyang seolah diterpa angin, seketika kualihkan pandangan mataku, suara degup jantungku kembali terdengar kencang , pikiranku teralih ketika ponsel yang sedari tadi kupencet asal berhasil menelepon seseorang, bergetar, dengan cepat kucoba mengangkat tapi, rasa menggigil itu kembali saat kudekatkan ponsel ke telinga, "tes" sebuah tetesan air jatuh dari langit ke layar ponsel bukan air karena tampak dengan jelas kulihat warnanya merah, darah !, seketika aku membeku melihat ke atas plafon kelas yang gelap nan samar terlihat sesosok mengerikan dibalik gelapnya bayangan, sosok itu merangkak pelan turun dari papan tulis di depan kelas otot uratnya memelintir badannya tertekuk menempel di langit--langit kelas, separuh kulit wajahnya terkelupas, papa tulis putih berubah warna saat sosok itu melewatinya, merah penuh darah menetes, terpaku, bau anyir menyeruak nafasku tercekat aku ketakutan, hatiku berteriak tapi suaraku tidak keluar sedangkan sosok itu semakin mendekat seakan mau menarikku dengan cengkeraman tangan panjangnya yang terus bergemeletuk patah, saat sosok itu berada tepat di depan wajahku mulutnya terbuka lebar hitam pekat kulihat di dalamnya mataku mulai buram terpejam pelan gelap, jatuh, aku pingsan.
 Aku merasa ada yang menepuk pipiku berat mata ini terpejam kubuka perlahan terlihat wajah pak Murdi yang berusaha membangunkanku dari tadi,pak Murdi adalah satpam kampus yang tiap pagi selalu membuka kunci pintu kelas.
" Bangun neng, ngapain atuh pagi-pagi tidur dikelas ? "
Aku yang setengah sadar langsung panik menoleh ke kanan dan kiri kelas masih kosong sambil melihat wajah Pak Murdi yang bingung melihatku seakan panik habis dikejar hantu.
" Sekarang jam berapa pak ? "
" jam 06:34 , emangnya kenapa neng ? "
Dengan cepat aku segera bangun dan merapikan rambut yang acak-acakan serta pakaianku yang kusut semalaman dan buru-buru hendak pergi,
"Eh...bentar neng ini tasnya tadi bapak Nemuin di ujung lorong ! "
Ku ambil tasku yang disodorkan pak Murdi.
"iya pak makasih "
Setelah itu aku pergi meninggalkan Pak Murdi yang masih Bingung dengan segala pertanyaannya.
Aku pulang Karena siang nanti akan ada kelas lagi dan harus kembali ke kampus nggak mungkin aku berangkat dengan pakaian kusut dan rambut lecek ,penasaran dengan apa yang sudah kulalui semalam pikiranku masih penuh dengan tanda tanya, bulan lalu belum pernah terdengar rumor tentang hal-hal mistis dan supranatural terjadi di kampus tapi akhir-akhir ini banyak sekali beredar cerita penampakan sosok hantu yang sering berkeliaran di beberapa tempat kampus seperti kemarin tentang sosok merayap yang selalu mengintai lorong-lorong kampus khususnya lantai gedung A ,yang mana cerita ini kudengar dari salah satu anak buah gengnya Andre yang selalu berisik di kelas , mereka tertawa terbahak-bahak bercerita bahwa si Doni pernah diintip oleh sosok itu di jendela saat dia hendak kembali ke kelas mengambil laptopnya yang tertinggal, mendengar cerita mereka yang mengatakan bahwa Doni berlari sambil ngompol di celana sulit untuk kupercayai saat itu sebelum aku mengalaminya sendiri dan betapa menakutkannya saat ku bayangkan lagi.
Siangnya saat kelas berlangsung aku tidak bisa fokus mendengarkan, suara dosen yang menjelaskan seperti angin lalu yang tak pernah sampai ke telinga, pikiranku berkecamuk,
"Hufff..." aku menghembuskan nafas, bosan.
 Aku arahkan pandangan mataku ke arah papan tulis yang penuh dengan tulisan ada yang aneh, tiba-tiba hening, kulihat ke depan kelas titik itu tepat di tengah-tengah papan tulis, kulihat setetes darah mengalir keluar, bagaimana mungkin?, kulihat lagi dengan cermat benar itu darah, menetes dan terus merembes keluar dari segala penjuru sisi papan, pandangan mereka kosong, sang dosen pun ikut diam membisu menghadap papan tulis, suasana kelas kembali hening darah itu terus merembes keluar seakan ada yang ingin keluar dari balik papan suara gedoran keras terdengar, tangan itu muncul, tangan mengerikan yang semalam ingin mencengkeram seluruh wajahku mencoba merangkak keluar dari celah atas papan sedikit demi sedikit wajahnya terlihat, dengan kulit terkelupas dari pipi sampai ke dahi itu meringis tersenyum ke arahku. Aku tersentak kaget.
" DINDA !!! " Suara Septi teman sebelahku yang keras membuatku tersadar.
Jantungku berdetak cepat tanganku gemetar.
" dari tadi aku ajak omong kok malah bengong sih ! "
" eh masa ?, emangnya kamu ngomong apa tadi ? "
Saat Septi ngomong kulihat sekeliling ku kembali normal bahkan dosen sudah keluar dari tadi, kualihkan pandanganku ke papan tulis di depan tampak bersih terlihat aziz si ketua kelas membersihkan nya, Aku menghembuskan nafas lega.
" DINDA !!! " Septi memanggil ku lagi tepat di telinga dengan suara nyaringnya.
" Apasih sep ? "
" Aku dari tadi ngomong kok di cuekin lagi sih, aku laper ke kantin yuk ? "
" iya iya, ayok aku juga laper . "
Daripada nanti aku yang dimakan oleh Septi kuturutilah permintaannya, saat aku tidak sadar ada seseorang yang mengamati dari tadi .
Saat dikantin Septi dengan lahap menyantap seporsi bakso dengan dua lontong diambilnya dari salah satu stan makanan. Kita duduk saling berhadapan di meja kantin.
" Lo ngak makan Din ? "
Septi bertanya karena melihat bakso yang aku beli sama dengan bakso miliknya masih banyak.
" Eh...makan kok dikit, lagi diet ?
Septi mengernyitkan keningnya tak percaya karena dari tadi lihat bakso yang masih hangat hanya kuaduk aduk sampai dingin, seakan tak peduli Septi lanjut menyantap baksonya dengan kerupuk yang memenuhi mangkok entah sejak kapan dia mengambilnya.
" DOR ! "tiba-tiba tepukan orang dari belakang membuatku kaget.
 " Astagfirullah hal Adzim, dasar musang kampus !!! " Septi kaget.
Si Andre tiba-tiba datang dan menyerobot duduk di sampingku sambil mengacungkan jari pistolnya.
" bengong Mulu Lo dari tadi ! "
" Apasih !, minggir nggak ! " kucoba mengusirnya.
Dia merebut mangkok bakso di depanku yang mana sendok dan garpunya masih aku pegang.
" nggak dimakan kan ? Mubazir. " sambil mengambil garpu di tanganku
Dengan cepat dia mengambil satu persatu bakso dan memakannya. Aku hanya bisa pasrah, lagi pula emang dari tadi nggak nafsu makan karena kepikiran apa yang terjadi dikelas tadi.
" belum diberi makan berapa hari Lo, rakus amat ? " Septi menyeletuk saat Andre dengan beringas menghabiskan baksoku.
Andre mengacungkan tangan isyarat ke Septi, " berhenti tanya gue lagi makan ". Setelah habis, dia menyambar es jeruk Septi yang masih separuh gelas dan meneguknya sampai habis.
" Ini anak, dibiarin malah ngelunjak ! " Septi ngamuk dan menimpuk kepala Andre dengan buku yang tadi dibacanya tadi dikelas.
" Aduh...pelit amat lagian minta sedikit doang !? "
Aku tersenyum melihat mereka bertengkar.
" lah gini kan enak kalo orang ngelihat. " Andre melihatku tersenyum.
" gombal Lo ! " dengan nada ketus aku menyangkalnya.
" Oh iya btw, kenapa Lo telepon gue semalam ? "
Dalam pikiran " emang kapan gue pernah nelpon Andre ? "
" semalam ? " aku teringat kejadian kemarin.
Septi yang mendengar itu segera menganga lebar seraya menutup mulutnya memikirkan hal-hal yang belum pasti antara Andre denganku.
" Serius Lo, kok nggak pernah cerita sih sama gue Din ? "
Andre tertawa terbahak-bahak melihat Septi kelabakan ingin minta penjelasan dariku secepatnya.
" ini bukan seperti yang Lo bayangin Septi !, bentar gue bisa jelasin ! "
Akhirnya aku menceritakan kejadian mengerikan yang aku alami semalam, bermula saat aku lembur dan mengerjakan tugas di ruang lab komputer di lantai atas gedung A dan rentetan peristiwa setelahnya sampai kejadian tadi siang dikelas.
" sekarang Lo percaya kan cerita gue soal si Doni ! "
" memang sering sih gue dengar cerita ginian tapi kok gue belum pernah ngalamin sendiri ya ? "
" ya enggak mungkin lah setan ketemu sesama setan. " Andre menyindir Septi.
Septi sebal dan ingin menimpuk lagi dengan buku, Andre mengelak menghindar.
" tapi kenapa kok ?, gue merasa diikutin terus ? "
" ihhh serem tau Din ! " Septi takut saat aku ngomong seperti itu.
" kelihatannya Lo anak indigo tapi Lo nggak sadar akan itu ! " Andre membalas perkataanku.
Aku masih bingung dengan ucapannya Andre, " gue anak indigo ?" dulu pernah, saat pamanku yang notabene orang pintar dari desa berkunjung ke rumah pernah bilang ke bapak bahwa harus menjaga anaknya dengan baik karena bilang aku adalah anak darah hangat ( getih anget ) aku tidak tahu apa artinya, setelah kunjungan itu pun ibu cuma berpesan jangan pulang terlalu malam kepadaku. Dan kemarin malam pertama kali aku melanggarnya dan terjadilah peristiwa itu.
" nanti sore habis jam perkuliahan terakhir ikut gue !, ada satu orang yang paham seluk beluk kampus ini dari dulu, mungkin saja beliau tahu kejadian yang sebenarnya "
" siapa ? " gue bertanya-tanya.
" ada pokoknya nanti ikut gue "
" gue ikut Din ! Jangan tinggalin gue setelah Lo cerita semua tentang itu "
" nanti mampir juga ke posko gerbang kampus pak Murdi, sekalian nanya hal penting !"
Andre menyipitkan matanya berpikir serius membuatku dan Septi semakin penasaran.
" Nanya apa emang ? " kali ini Septi yang gatal untuk bertanya.
" Mau nanya apakah pas waktu pak Murdi bangunin Dinda pagi tadi...apakah Dinda ngiler apa nggak ? "
tanpa aba-aba aku dan Septi menimpuk kepala Andre yang tertawa terbahak-bahak dengan buku bersama-sama.
Sekitar jam 16: 45 ketika kampus mulai sepi karena mata kuliah terakhir selesai setengah jam yang lalu, Andre mengajak kita berkumpul di belakang gedung aula, disana terdapat rumah tua kecil yang depanya berdiri pohon nangka besar disamping-Nya, berjejer bermacam kebun kecil dari sepetak sawah seperti singkong dan cabai, terlihat dinding rumah ditumbuhi akar pohon anggur yang merambat rapi ke atas dan tersanga ditiang-tiang kayu berbuah lebat mengitari rumah. Tampak seorang kakek-kakek sedang memanen anggur sambil membawa wadah kayu di tangannya.
" Assalamualaikum pak Samad " Andre memberi salam
Seketika beliau menoleh pelan.
" Waalaikum salam, Oalah nak Andre toh " pak Samad tersenyum seperti sudah lama mengenal Andre.
Septi dan aku ikut mengucapkan salam kepada pak Samad, beliau tersenyum ramah kepada kami sambil menaruh wadah kayu sambil berisi anggur dan masuk ke rumah.
" Monggo nak Andre dan mbaknya duduk dulu biar saya ambil air ke dalam "
Andre, Septi dan aku duduk di kursi rotan yang ada di depan rumah.
" Din, anggurnya kelihatannya enak banget " pandangan Septi fokus ke anggur yang menggelantung lebat di atas rumah.
" kok Lo bisa kenal sama pak Samad? " aku bertanya ke Andre.
" Gue sering kesini bareng teman pas waktu Jamkos, makanya kenal sama pak Samad "
" Nak Andre sering bolos kuliah kesini makanya bapak kenal "
Pak Samad keluar menyaut omongan Andre sambil membawa nampan gelas juga kendi berisi air putih dan piring kayu berisi anggur yang dipetik pak Samad tadi dan menaruhnya di meja seraya pelan duduk di kursi rotan yang tersisa.
" emang nakal dia pak, julukannya aja musang kampus ! " Septi menyeletuk.
Pak Samad dan aku tersenyum karena melihat Andre Meringis malu ketahuan bohong didepan pak Samad.
" Monggo diminum, dimakan anggurnya ! "
Tanpa babibu Septi menyambar buah anggur.
" Iya pak kedatangan kita kesini..." belum sempat Andre selesai ngomong.
" Bapak sudah tahu kenapa kalian kesini, khususnya untuk nak Dinda " pak Samad melihat ke arahku.
" Bapak sudah tau bahwa ada makhluk halus yang menghuni kampus ini ?" aku bertanya.
" Iya, bapak tahu sedikit ilmu kebatinan dan supranatural seperti itu, bapak juga sudah sepuluh tahun bekerja jadi tukang kebun di kampus ini jadi sudah terbiasa melihat hal-hal begituan. "
" kenapa saya rasa seperti diikuti sama mereka terus ?, tiba-tiba merinding dan kayak ada orang yang ngelihat dari jauh "
" kamu ini anak yang spesial nak Dinda, pernah dengar ungkapan anak getih anget ?
Seketika aku teringat omongannya paman.
" artinya apa tuh pak ? " Andre bertanya.
" jadi pada zaman dulu saat orang Jawa masih percaya akan ritual persembahan kepada alam untuk memperbanyak panen, keselamatan pembangunan jalan, jembatan dan infrastruktur, bahkan sampai pelancar rezeki, anak Seperti kamulah yang dicari buat dipersembahan anak dengan getih anget, konon katanya anak yang terlahir dengan getih anget dicintai oleh makhluk dari dua alam yang mana menurut mereka bau kamu tercium seperti bunga melati menarik para makhluk tak kasat mata atau dedemit. "
Aku meneguk pelan air yang disodorkan pak Samad mencoba mencerna apa yang diceritakan tadi.
Setelah itu kita masih berbincang tak terasa hampir masuk waktu Maghrib kita pun pamit pulang. Septi diberi sekantong anggur oleh pak Samad sebagai oleh-oleh karena dari tadi dia menghabiskan anggur di piring sendirian.
Setelah itu kita pulang Septi berjalan di depan aku beriringan dengan Andre dibelakang.
" Jangan terlalu dipikirkan Din " Andre bilang kepadaku.
" tapi masalnya hal aneh apa yang membuat mereka sekarang berani meneror padahal dulu tidak " aku masih kepikiran omongan pak Samad yang berkata dulu para makhluk halus tidak sesering sekarang menampakkan diri.
" entahlah Din aku juga nggak tahu,lebih baik kita perbanyak doa dan ibadah ! "
Kami pun sampai di parkiran.
Saat Andre dan Septi pergi mengambil sepeda motor tiba-tiba aku merinding saat sampai di parkiran.
" Dinda...." samar- samar aku mendengar suara wanita dari kejauhan.
Merinding sekan ada yang mengawasi dari jauh bulu kudukku berdiri dan benar saja dipojok parkiran tepat di bawah lampu yang remang berdiri wanita dengan baju putih bersimbah darah dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya, tawanya cekikikan menambah suasana mencekam. Aku tercekat dan tidak bisa bergerak.
" Tiiin " suara klakson keras membuyarkan lamunanku.
" Din Lo kenapa sih !!!, dipanggil Septi tuh dari tadi malah ngelamun cekikikan lagi !? "
" eh iya maaf "aku segera jalan ke arah Septi yang sepeda motornya menyala dari tadi dengan sedikit terhuyung kepalaku pusing sekali.
" Din jadi nebeng pulang nggak ? Lo nggak apa-apa muka Lo pucat banget ! "
Septi turun dari sepedanya memegang pundak dan menyentuh dahiku untuk mengecek suhu.
" badan Lo Panas Din !!!, Andre tolongin cepetan !!!" Septi panik begitu tahu suhu badanku.
Buru-buru Andre memarkir lagi sepeda motornya hendak menolong, belum sempat meraih pundakku yang dipegangi Septi, tiba-tiba pandanganku buram, terkulai Lemas aku jatuh dengan Septi yang masih memegangi badanku, saat hendak aku menutup mata samar-samar dari jauh aku melihat ke arah gedung A yang dekat dari parkiran motor waktu itu hampir malam tapi masih terlihat jelas tepat dilantai 3 sebuah sosok menempel tepat didinding gedung seperti cecak tapi bukan, tidak mungkin cecak sebesar itu, aku yakin itu dia makhluk yang merayap mengintai dibalik bayangan dengan jari-jari panjangnya. Aku pingsan, di saat aku pingsan aku mengingat perkataan terakhir pak Samad sebelum pamit.
" Mereka memang sengaja menampakkan dirinya di depan nak Dinda, tidak semua iseng dan jahat tapi ada beberapa yang punya maksud tertentu untuk mendekati nak Dinda ke depannya ! "
Merayap-selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H