Cerita ini aku tulis sudah dari minggu yang lalu untuk lomba Waisak di sekolah. Tapi menurutku lumayan bagus. Jadi aku publish disini. Semoga suka!
Rembulan yang indah dilangit menyinari kamar Metta, dengan suara detik jam yang berbunyi. Tik tok tik tok, Metta hanya terdiam melihat bulan dan bintang-bintang disana. Metta mempunyai harapan, jika nanti memperingati hari Waisak lagi bersama keluarganya, Metta ingin sekali pergi ke Candi Borobudur. Sejak lahir Metta tidak pernah diajak pergi ke Candi Borobudur. Kedua orang tuanya selalu mengajak saudaranya. Karena bagi kedua orang tuanya, Metta masih belum cukup umur untuk pergi kesana. Metta sangat kesal dengan alasan kedua orang tuanya itu kalau Metta masih belum cukup umur. Metta juga berfikir apa hubungannya umur dengan pergi ke Candi Borobudur? Dan Metta juga sempat marah dengan ibunya karena tidak diperbolehkan ikut ke Candi Borobudur. Sekarang Metta berumur 13 tahun, tepat pada kelas 7. Metta sekolah di Ehipassiko, sekolahnya sangat dekat dengan rumahnya. Kalau dikira-kira dalam jalan kaki ke sekolahnya hanya membutuhkan 30 menit. Sekolah nya adalah sekolah Buddhis, sama dengan agama Metta yaitu Buddha. Arti Ehipassiko juga bagus lho ternyata, "Datang Lihat dan Buktikanlah". Teman-temannya juga baik dengan Metta. Sekolah ini tidak hanya menerima anak-anak beragama Buddhis tetapi juga ada yang beragama non-Buddhis. Karena di Indonesia memiliki banyak agama, agama-agamanya juga mengajarkan perbuatan yang baik.
Pagi hari yang cerah, sinar matahari yang menyinari kamar Metta, dan burung-burung berkicau. Metta terbangun dari tidurnya, dan Metta segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Metta berangkat ke sekolah bersama papa dan mamanya. Sesampai di sekolah ia menaruh tas dikelasnya dan kemudian pergi ke taman bunga di sekolahnya. Disana banyak bunga-bunga yang indah, ada bunga mawar, melati, buah tomat, cabai, mentimun, dan lainnya. Bunga-bunga ini yang merawati siswa-siswa di sekolah ini. Yang mengajari tentang tanaman itu Ms.Cantika. Ms.Cantika adalah guru yang mengajar di jenjang SMP yaitu mengajar Biologi. Cara mengajar Ms.Cantika sangat menarik, sehingga Metta dan teman-temannya menyukai Ms.Cantika. Guru favorit Metta tidak hanya Ms.Cantika, Metta juga menyukai cara mengajar Ms.Nadya yang mengajar agama Buddha. Metta sangat menyukai pelajaran agama Buddha, kalau disuruh menjawab pertanyaan tentang agama selalu Metta ahlinya. Metta juga sering dibilang gadis cilik yang rajin. Disekolah Metta selalu mendapatkan nilai tertinggi dibanding dengan teman-temannya. Kadang banyak anak yang iri dengan nilai tinggi Metta. Metta tidak pernah mendapatkan yang namanya dibawah KKM. Â
Metta selalu mengidamkan pergi ke Candi Borobudur. Metta selalu menanyakan hal ini ke mamanya.
"Ma, Waisak nanti apakah Metta boleh pergi ke Candi Borobudur? Metta kan tidak pernah kesana. Metta ingin sekali melihat pemandangan disana. Kata teman-teman pemandangan disana sangat indah dan sejuk. Apakah benar Ma?" tanya Metta.
"Iya sayang, nanti Mama pikirkan dulu. Usul Mama sih nanti Waisak kita pergi ke Candi Borobudur. Tapi Mama belum pasti ya sayang. Tapi kali ini Mama pasti ajak kamu kok." jawab Mama.
"Pokoknya Ma, Metta gak mau tau. Waisak kali ini Metta mau pergi ke Candi Borobudur." kata Metta. Kemudian Metta kembali ke kamarnya. Metta pun berdoa agar bisa pergi ke Candi Borobudur untuk Waisak kali ini.
Dirumah Metta selalu membantu Mamanya untuk membereskan rumah. Metta juga mempunyai 2 adik. Yang satu laki-laki dan yang satu lagi perempuan. Setiap hari libur makan pagi, siang, dan malam selalu Metta yang memasak. Karena Mamanya selalu sibuk, dan kalau pulang selalu malam. Metta selalu lelah dihari libur karena harus menjaga adik-adik yang bandal-bandal. Tapi terkadang adik-adiknya baik dengannya. Kalau saja Metta tidak mengajak ribut dengan adik-adiknya. Metta kadang memang sedikit jail. Saat Mama pulang dari tempat kerjanya dan sampai dirumah Mama memberi kabar gembira untuk Metta. Apakah kabarnya? Kabarnya, Mama memberi tau kalau saat Waisak nanti keluarga Metta akan pergi ke Candi Borobudur dan setelah dari Candi Borobudur mereka akan jalan-jalan di Magelang. Setelah mendengar kabar gembira ini Metta sangat senang. Metta menjadi tidak sabar akan hari itu. Tetapi apakah Mama beneran mengajak Metta pergi ke Candi Borobudur?
Saat hari minggu pagi, Metta terbangun dari tidurnya. Ia takut jika Mamanya hanya berbohong dengan Metta. Metta berkhayal-khayal tentang hal-hal yang negatif. Dan Metta juga bermimpi, dalam mimpinya ada seorang anak perempuan yang berbicara dengan Metta tentang pergi ke Candi Borobudur. Wanita itu hanya berkata janganlah bersenang-senang dulu. Dan kemudian Metta langsung terbangun dari tidurnya. Metta masih belum mengetahui siapa wanita itu. Metta meninggalkan tempat tidurnya dan beranjak ke kamar tidur Mamanya dan membangunkannya.
"Ma, Ma, kita jadi kan pergi ke Candi Borobudur pas Waisak? Ma, bangun Ma." panggil Metta sambil membangunkan Mamanya.
"Kenapa sih Metta? Mama kan masih tidur? Emang gak bisa tanya nanti ke Mama?" jawab Mama dengan mata tertutup.
"Ma, tapi ini penting bagi Metta. Metta gak mau tau Ma! Kalau Metta kali ini gak pergi ke Candi Borobudur aku benci sama Mama! Titik!" jawab Metta pergi meninggalkan kamar Mamanya dengan kata keras yang membuat hati Mamanya terluka.
"Ya ampun ini anak, kenapa dia? Salah apa aku? Ya tuhan..." ucap Mama dalam hatinya dengan mengalirkan air matanya.
Didalam kamar, Metta merasakan gemuruh rasa di dadanya tak bisa ditahan lagi. Metta memberantakan semua yang ada di mejanya sehingga kamarnya sangat berantakan seperti kapal pecah.
"Huh! Apa-apaan sih? Cuma jawab doang lama! Benci banget deh! Benci benci benci!" teriak Metta dalam hatinya dengan amarah yang sangat meluap. Metta meredakan amarahnya dan memikirkan satu hal. Metta memikirkan bagaimana caranya ia bisa membuat Mamanya itu sedih akan anaknya. Metta tidak pernah memikirkan hal ini baik atau tidak sebelum bertindak. Karena rasa ingin pergi ke Candi Borobudur Metta kelupaan dirinya sendiri. Sudah 2 hari Metta tidak makan, minum, mandi, dan lain sebagainya. Di sekolah pun Metta hanya terdiam dan akibatnya, ulangan Metta hanya mendapatkan nilai 38. Metta juga tidak merasakan nilai 38 hal yang memalukan.
Sesampai dirumah Metta tetap seperti patung. Sampai akhirnya ia terbaring diatas kasur. Bibi dirumahnya langsung memanggil kedua orang tua Metta dari kantornya. Orang tuanya bergegas pulang secepat kilat. Metta pun dibawa ke rumah sakit. Metta tidak menyadari hal ini. Metta tidak sadar kalau ia sedang ada di rumah sakit. Saat terbangun, Metta hanya terbisu melihat kedua orang tuanya yang sedang bertanya.
"Sayang, kamu gak apa-apa kan? Mama sangat khawatir dengan keadaanmu. Hati Mama sangat sakit seperti tertusuk panah. Sayang, jawab pertanyaan Mama." Mamanya berkata dengan sangat sedih. Hatinya yang paling dalam seperti tertusuk benda yang paling tajam.
"Metta, ini Papa nak. Kamu gak apa-apa kan? Kamu kenal Papa kan?" Papanya bertanya dengan muka sedih.
"Dok, anak saya kenapa? Kok tidak mau berbicara? Ada apa dengannya?" tanya Papa dengan heran dan cemas.
"Oh, tidak apa-apa. Anak bapak hanya butuh istirahat. 2 hari kemudian anak bapak bisa keluar dari rumah sakit." jelas Dokter dan meninggalkan kamar inap Metta.
"Terima kasih Dok!" ucap Papanya.
Mamanya hanya termurung sedih melihat anaknya jatuh sakit.
"Ma, maafkan Metta. Metta tidak makan, tidak minum dari kemarin. Metta mau makan." ucap Metta.
"Kenapa kamu tidak makan dan minum? Nanti kalau kamu kenapa-kenapa Mama harus gimana? Lain kali jangan membuat Mama sedih begini ya. Mama sangat sedih melihat kamu sakit." jawab Mamanya kaget. Kemudian Mamanya mengambilkan makan dan minum untuk Metta. Mama membawakan makanan kesukaan Metta yaitu bubur ayam dan jus apel. Metta makan dengan sangat lahap. Metta menghabiskan makanannya hanya dalam waktu 1 menit karena rasa laparnya. Mama sangat senang melihat Metta menghabiskan makanannya dengan sangat bersih. Setelah selesai makan Metta mulai kumat lagi. Metta kembali menanyakan apakah ia boleh pergi ke Candi Borobudur. Mamanya hanya terdiam. Mama merenung sebentar dan menjawab.
"Maafkan Mama ya Metta. Kemarin itu Mama lagi ngantuk banget. Seharusnya kamu tidak melakukan itu. Mama akan mengajakmu ke Candi Borobudur kok." Mamanya berbohong kepada Metta. Mama hanya ingin membuat Metta senang.
"Benar Ma? Yey!!! Terima kasih Ma!" jawab Metta senang.
Mama berbohong juga mempunyai alasan. Mama tidak mau melelahkan suami nya untuk mengantarkan satu keluarga ke Candi Borobudur. Apalagi saat ini suaminya sedang sakit. Ia tidak mau penyakit suaminya tambah parah. Metta belum mengetahui hal ini. Papanya jarang sekali pergi kerja akhir-akhir ini. Papanya hanya menutupi Metta. Tapi Mamanya tau hal ini tidak akan bertahan lama. Pasti anaknya bisa tau hal ini.
2 hari kemudian. Hari ini hari keluarnya Metta dari rumah sakit. Mama dan bibi menyiapkan masakan yang enak yang berprotein, bergizi, dan tidak berlemak untuk Metta. Metta sangat senang bisa keluar dari rumah sakit. Seumur hidup Metta baru pertama kali dirawat dirumah sakit. Kesegaran di rumah sendiri berbeda dengan di rumah sakit. Dirumah Metta bisa menghirup udara yang segar di halaman rumahnya. Tetapi kalau di rumah sakit, ia hanya bisa berbaring diatas kasur putih. Metta sudah tidak sabar untuk pergi ke Candi Borobudur. Rembulan yang indah kembali menyinari kamar Metta. Benda-benda yang kecil diatas langit berkedip-kedip. Metta sangat ingin mengambil bintang. Dimalam hari, Metta menyanyikan lagu "bintang kecil".
"Bintang kecil, di langit yang biru
Amat banyak, menghias angkasa
Aku ingin, terbang dan menari
Jauh tinggi, ke tempat kau berada"
Cita-cita Metta ingin menjadi penyanyi yang selalu naik daun. Hobi Metta yaitu bernyanyi. Tidak ada 1 hari yang tidak diisi dengan bernyanyi. Nyanyian Metta juga sangat merdu, kata orang saja, nyanyian Metta bisa membuat orang terlelap. Metta sangat menyukai bulan dan bintang, setiap malam Metta selalu pergi ke luar untuk melihat langit yang hitam kebiruan. Metta menyukai semua yang ada diatas langit dan angkasa. Tak lama kemudian Metta terlelap dikasur yang empuk. Metta bermimpi dirinya terbang diatas langit dengan sayap peri yang indah. Metta terbang diatas kasur. Didalam mimpinya ia melihat kerlap-kerlip bintang dan rembulan yang menyinari bumi. Ia pun terbangun lagi, dan kemudian tertidur lagi. Dan ia bermimpi lagi. Mimpi ini berbeda dengan mimpi yang tadi. Ia bermimpi tentang Ayahnya. Diceritakan didalam mimpi Ayahnya sakit parah, Mamanya tidak memberi tau hal ini. Metta sangat sedih sekali ia menangis sambil tertidur. Saat paginya, Mama dengan wajah heran melihat Metta tidur dengan mengalirkan air mata.
"Metta.. Metta.. Bangun.." teriak Mamanya. Mama sudah teriak 3 kali. Teriakan terakhir membuat Metta tersadar dan sangat kaget melihat bantal yang empuknya dibasahi oleh air yang hangat.
"Ma, kok bantal Metta basah?" tanya Metta heran.
"Oh, itu. Kamu tadi menangis Met. Kok kamu tidak sadar? Kamu nangis kenapa?" tanya Mama dengan lemah lembut.
Metta pun menceritakan mimpinya tadi malam. "Ma, pas tidur Metta mimpi kalau Papa sakit parah. Papa tidak apa-apa kan Ma? Kata orang kalo mimpi itu bakal terjadi beneran ya Ma?" tanya Metta khawatir.
"Maafkan Mama Metta, Mama membohongimu." ucap Mama sedih.
"Maaf kenapa Ma? Bohong? Mama kapan berbohong dengan Metta?" kata Metta bingung.
"Papamu sedang sakit sekarang. Tapi Mama kasih tau satu hal. Kamu pasti sudah membaca-baca isi-isi di dalam Dhammapada. Mama yakin. Ingat ya Metta tubuh ini sangat rapuh, sarang penyakit dan lemah, mengeluarkan zat-zat yang busuk dan berbau melalui sembilan lubang pengeluaran, mudah hancur, karena kematian akan mengakhirinya." jelas Mama.
"Maksudnya apa Ma?" tanya Metta bingung.
"Semua orang pasti akan mengalami yang namanya usia tua, sakit, dan kematian. Apalagi Papamu sekarang sudah tua. Walaupun masih muda bagi Mama tapi semua orang tidak akan tau kapan kematian itu datang. Doakan saja Papamu akan sembuh." jelas Mamanya dengan mata berkaca-kaca.
"Oh begitu Ma. Berarti Metta nanti bisa jadi tua dong?" tanya Metta dengan sedikit bodoh.
"Ya iyalah Metta. Kamu sudah SMP ternyata akal mu masih seperti anak TK." jawab Mama dengan sedikit tertawa.
Setelah lama bertanya-tanya, Metta mengingat pergi ke Candi Borobudur.
"Ma, Metta tidak jadi ke Candi Borobudur deh. Metta mau dirumah sama Mama dan Papa. Candi Borobudur mah kapan saja bisa kesana. Nanti Metta besar Metta kan bisa pergi sendiri. Benar kan Ma?" jawab Metta dengan dewasa.
"Iya Metta. Akhirnya kamu berfikir dewasa juga." kata Mama dengan senang melihat anaknya sudah bisa berfikir dewasa.
Masalah Metta ingin pergi ke Candi Borobudur pun berlalu. Besoknya Metta mengusulkan ke Mama untuk menyuruh Papa memeriksa ke dokter. Dan Metta sangat berharap penyakit ini akan cepat sembuh. Satu keluarga dengan adiknya Metta pergi ke rumah sakit dengan mobil yang bersih dan mewah. Walaupun kecil tapi kalau dibanding mobil lain lebih nyaman dengan mobil sendiri.
30 menit kemudian satu keluarga mereka keluar dari ruang dokter dengan wajah bahagia. Ternyata hanya sakit biasa. Tidak perlu dikhawatirkan. Metta sudah sangat yakin Papanya tidak akan terjadi apa-apa. Karena Papanya adalah Ayah yang paling baik sedunia. Setelah keluar dari gerbang rumah sakit Papa mengajukan untuk pergi makan. Metta langsung menjawab ingin pergi makan pizza.
"Haduh. Ini anak. Kalau pergi aja semangat banget. Hahahaha." kata Mamanya dengan senang.
"Hahahaha" ketawa satu keluarga bahagia di mobil.
Inilah kisah satu keluarga yang bahagia.
Kata renungan Dhammapada Bab XVI Perasaan,
"Dari keinginan timbullah kesedihan, dari keinginan timbullah kekuatan. Seseorang yang terbebas dari keinginan tidak akan mengalami kesedihan dan ketakutan."
Kata renungan Dhammapada Bab III Pikiran,
"Seseorang yang pikirannya tidak ternoda oleh nafsu terbebas dari kebencian, dapat mengatasi baik dan buruk, maka tidak ada lagi perasaan takut."
Terima kasih sudah membaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H