"Metta.. Metta.. Bangun.." teriak Mamanya. Mama sudah teriak 3 kali. Teriakan terakhir membuat Metta tersadar dan sangat kaget melihat bantal yang empuknya dibasahi oleh air yang hangat.
"Ma, kok bantal Metta basah?" tanya Metta heran.
"Oh, itu. Kamu tadi menangis Met. Kok kamu tidak sadar? Kamu nangis kenapa?" tanya Mama dengan lemah lembut.
Metta pun menceritakan mimpinya tadi malam. "Ma, pas tidur Metta mimpi kalau Papa sakit parah. Papa tidak apa-apa kan Ma? Kata orang kalo mimpi itu bakal terjadi beneran ya Ma?" tanya Metta khawatir.
"Maafkan Mama Metta, Mama membohongimu." ucap Mama sedih.
"Maaf kenapa Ma? Bohong? Mama kapan berbohong dengan Metta?" kata Metta bingung.
"Papamu sedang sakit sekarang. Tapi Mama kasih tau satu hal. Kamu pasti sudah membaca-baca isi-isi di dalam Dhammapada. Mama yakin. Ingat ya Metta tubuh ini sangat rapuh, sarang penyakit dan lemah, mengeluarkan zat-zat yang busuk dan berbau melalui sembilan lubang pengeluaran, mudah hancur, karena kematian akan mengakhirinya." jelas Mama.
"Maksudnya apa Ma?" tanya Metta bingung.
"Semua orang pasti akan mengalami yang namanya usia tua, sakit, dan kematian. Apalagi Papamu sekarang sudah tua. Walaupun masih muda bagi Mama tapi semua orang tidak akan tau kapan kematian itu datang. Doakan saja Papamu akan sembuh." jelas Mamanya dengan mata berkaca-kaca.
"Oh begitu Ma. Berarti Metta nanti bisa jadi tua dong?" tanya Metta dengan sedikit bodoh.
"Ya iyalah Metta. Kamu sudah SMP ternyata akal mu masih seperti anak TK." jawab Mama dengan sedikit tertawa.