Dengan kata lain, keberadaan program ini membuat faktor jarak yang menghambat pendalaman sektor keuangan dapat diatasi. Disamping itu, melalui program Laku Pandai diperkirakan akan diperoleh tambahan tabungan nasional sebesar Rp 200 triliun, yang berarti lembaga sektor keuangan mendapatkan tambahan likuiditas dalam jumlah besar. T
erkait jumlah dana yang terhimpun ini, lewat kebijakan politik ekonominya, pemerintah dapat meminta pihak institusi keuangan terkait untuk mengarahkan dana pihak ketiga yang diperolehnya dari program Laku Pandai ke kelompok miskin dalam bentuk kredit mikro. Sehingga dengan demikian, pertambahan likuiditas ini akan memperkuat kapasitas institusi keuangan di dalam mendorong kegiatan perekonomian, khususnya kegiatan ekonomi skala mikro. Membesarnya likuiditas untuk kelompok miskin juga dapat membantu menurunkan tingkat suku bunga kredit yang dikenakan. Selain itu, kebutuhan jumlah agen dalam jumlah besar juga berdampak pada positifnya penyerapan tenaga kerja di daerah. Â
Sebagai kesimpulannya, upaya perwujudan keuangan inklusif dalam rangka menciptakan layanan keuangan yang universal, noneksklusif serta nondiskriminatif perlu untuk diperjuangkan. Dari tulisan ini dapat dirangkum beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya inklusivitas keuangan, yakni manfaat pertama, akses. Akses ke dalam permodalan akan dapat digunakan untuk memulai, atau bahkan mengembangkan, kegiatan usaha ekonomi produktif khususnya untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah.Â
Kendala penyerapan tenaga kerja yang rendah, yang selama ini masih menjadi kendala terbesar di Indonesia, kiranya dapat direduksi dengan adanya akses permodalan yang proposional bagi orang miskin. Ini sangat penting, sebab tingkat penyerapan tenaga kerja yang rendah berdampak pada rendahnya produktivitas. Yang mengakibatkan taraf hidup sebagian besar masyarakat menjadi rendah pula.Â
Manfaat kedua, terbukanya jaringan ke dalam sektor keuangan formal memungkinkan kalangan miskin dapat mengakses berbagai macam jenis kredit usaha, memanfaatkan berbagai opsi tabungan, plus memanfaatkan berbagai produk asuransi dengan persyaratan yang lunak. Manfaat ketiga adalah dalam hal biaya, terbukanya akses modal usaha ke sektor keuangan formal akan mereduksi ketergantungan kalangan miskin terhadap sumber pembiayan informal, seperti kelompok rentenir, yang seringkali menetapkan beban bunga pinjaman yang sangat tinggi.Â
Pola-pola yang dijalankan oleh kelompok rentenir ini sangat eksploitatif dan memberatkan kalangan miskin, sehingga menyulitkan mereka untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Sementara itu, manfaat yang lebih makro dari perwujudan sistem keuangan yang inklusif adalah keseluruhan dana yang diperoleh (dari keseluruhan masyarakat) dan disimpan di dalam perangkat keuangan formal dapat dimanfaatkan untuk membiayai investasi nasional, seperti pembangunan infrastruktur.Â
Kegiatan ekonomi produktif dapat berlangsung dengan baik karena di dukung sisi permodalan yang kuat. Pelaksanaan pembangunan nasional tidak terus bergantung pada pinjaman luar negeri, oleh karena besaran tabungan nasional kita yang telah memadai untuk membiayai pengerjaan proyek-proyek nasional. Dengan memanfaatkan sumber dana domestik, nilai tambah yang kita hasilkan tidak mengalir keluar dalam bentuk pembayaran beban bunga dan pokok pinjaman ke luar negeri, tetapi nilai tambah tersebut akan dinikmati oleh rakyat sepenuhnya. Pendalaman sektor keuangan yang terjadi akan menguatkan stabilitas makroekonomi kita.Â
Perwujudan keuangan yang inklusif menjadikan sektor keuangan dapat berperan sebagai agen transformasi sosial yang efektif di dalam perekonomian. Dari sisi moneter, keuangan yang inklusif akan memperkuat pengaruh kebijakan moneter dalam mengantisipasi fenomena konjungtur (gejala resesi dan booming ekonomi yang sifatnya siklikal) di dalam perekonomian yang selama ini dirasa tidak terlalu efektif. Setidaknya sejumlah studi empiris mendapati temuan yang menunjukkan jika kebijakan moneter memang tidak terlalu efektif di negara berkembang yang karakteristik dari sektor keuangannya belum inklusif.Â
Padahal bersama-sama dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dapat menjadi kebijakan yang efektif dalam mendorong pembagunan ekonomi nasional agar tetap berkelanjutan. Dengan demikian, mekanisme koreksi, baik yang berasal dari kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal, akan dapat berlangsung optimal. Oleh karena itu, wajarlah kalau dikatakan bahwa potret keuangan yang inklusif adalah masa depan sistem keuangan. Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H