Nigeria menerbitkan Undang-Undang Kontra Terorisme. Adapun ketentuan dalam undang-undang tersebut diantaranya adalah hukuman mati bagi anggota pemberontak dan hukuman penjara tidak kurang dari 20 tahun bagi pemodal, simpatisan, dan kolaborator.Â
Undang-undang tersebut memperbolehkan surat perintah yang tidak terbatas bagi aparat keamanan untuk menggeledah rumah dan menangkap serta menyita barang dan uang yang diduga milik pejuang nyata dan atau potensial. Namun undang-undang ini mendapat kritik keras.Â
Banyak orang menggambarkan tindakan pemerintah sebagai bermotif politik daripada kepentingan yang sebenarnya membendung kelompok pemberontak. Terlepas dari kritik luas, undang-undang yang semula rata-rata selama enam bulan diperpanjang berturut-turut untuk dua periode berikutnya. Undang-undang ini berakhir pada tahun 2014.
Berdasarkan uraian strategi di atas dikaitkan dengan kerangka teori, maka kita dapat melihat bahwa pendekatan strategi kontra-pemberontakan (counterinsurgency) yang digunakan oleh pemerintah Nigeria dalam menghadapi kelompok Boko Haram adalah enemy-centric approach.Â
Seperti yang sempat diuraikan di atas bahwa pendekatan yang berpusat pada musuh berfokus pada pemusnahan total para pemberontak atau formasi dan kader gerilya mereka sambil meminimalkan pentingnya pembangunan bangsa serta langkah-langkah untuk mendapatkan dukungan rakyat.Â
Sayangnya, pendekatan ini juga menghasilkan rezim yang represif dan otoriter. Operasi militer Nigeria sangat ketat dalam menghadapi Boko Haram.Â
3. Â Efektivitas Strategi Kontra-Pemberontakan (Counterinsurgency) Pemerintah Nigeria Dalam Menghadapi Kelompok Boko Haram
Boko Haram seperti banyak pemberontakan modern lainnya meletus dalam serangkaian masalah kompleks yang melintasi lingkungan sosial, politik dan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Moore (2007) bahwa secara struktural, pemberontakan paling sering terjadi dalam kondisi politik, sosial, atau ekonomi yang kurang berkembang atau tidak adil.
Dalam operasi kontra-pemberontakan, Nigeria menggunakan kekuatan militer yang berlebihan. Kekuatan militer tersebut tidak hanya menyasar kelompok Boko Haram, namun juga masyarakat yang dicurigai terlibat dengan kelompok tersebut.Â
Pemberontak dan penduduk lokal yang dieksekusi melalui pembunuhan tanpa pandang bulu, penangkapan massal, dan penahanan tanpa pengadilan sangat signifikan dalam merusak efektivitas kontra-pemberontakan yang dilakukan oleh pemerintah Nigeria.
Dalam melawan pemberontakan Boko Haram di Nigeria, operasi keamanan telah melepaskan serangan brutal terhadap warga sipil tak berdosa dan pemberontak. Warga menderita pelanggaran hak asasi manusia terus-menerus. Salah satu pelanggaran hak asasi manusia paling berat yang dilakukan oleh pasukan keamanan pemerintah selama operasi kontra-pemberontakan adalah pembunuhan warga sipil.