Beliau sebenarnya merupakan seorang guru yang mengabdikan diri pada dunia pendidikan hingga menjadi kepala sekolah di Meisjes Vervolog School (MVS).
Sariamin pernah mengikuti beberapa organisasi pejuang kemerdekaan seperti Gerakan Ingin Merdeka dan bahkan menjadi ketua Jong Islamten Bond Dames Afdeling cabang Bukittinggi.
Ia juga terkenal sebagai pejuang hak perempuan dengan opininya yang sangat vokal menentang poligami dan mendesak gaji adil untuk perempuan (terutama gaji guru), terlihat juga bahwa ia memiliki keinginan keras agar perempuan juga bisa meraih apa yang mereka inginkan dengan mengemukakan pendapatnya sebagai wanita terpelajar serta buku-buku karyanya yang menceritakan wanita berpendidikan dalam meraih cita-citanya.Â
Latar Belakang Penulisan
Dalam buku "Kalau Tak Untung" ini, Sariamin membawa tema penderitaan dan kemelaratan untuk membuka mata pembaca atas ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat bawah pada masa itu dengan media novel karena terinspirasi oleh kesengsaraan akibat penjajah yang sering merebut tanah dan hak-hak rakyat tanpa ganti rugi (tetapi dalam bukunya, melainkan ketidakadilan karena penjajah, masyarakat rendah mengalami kesengsaraan karena status sosial).Â
Selain itu, ia juga mengkritisi beberapa tradisi daerah terkait mana yang harus ditinggalkan dan mana yang harus dipertahankan.Â
Sinopsis
Buku ini bercerita mengenai sahabat karib Rasmani dan Masrul yang sudah berteman akrab sejak kecil walaupun status sosial mereka berbeda jauh.Â
Masrul berasal dari sebuah keluarga kaya yang terhormat, sedangkan Rasmani berasal dari sebuah keluarga kurang mampu yang sering dicibir warga lain.Â
Di saat keluarga lain mengacuhkan pendidikan dan mengawinkan anak-anak perempuannya saat mereka masih muda, keluarga Rasmani malah mendorongnya untuk menimba ilmu setinggi-tingginya lalu menjadi guru.Â
Pandangan mereka yang berbeda itulah yang menjadikan mereka bahan cibiran di desa, warga desa lain menganggap bahwa usaha orang tua Rasmani membiayainya sekolah aneh karena perempuan tidak butuh sekolah, seharusnya kawin muda saja lalu mengerjakan pekerjaan rumah.
Ketika Masrul berumur 19 tahun, ia mendapat pekerjaan sebagai juru tulis di Painan. Tetapi sebelum ia pergi merantau, ibunya memaksanya untuk menikahi salah satu anak Mamaknya agar ia tidak pergi merantau sendiri.Â
Masrul pun menolak karena ia tidak ingin memiliki istri yang tidak bisa membaca tulis serta tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah.Â