Tak jarang konsumen yang sudah membeli produk tersebut memberi ulasan panjang lebar, menjelaskan sisi pro dan kontra dari produk yang dibeli itu sekaligus mengkomentari layanan dari si penjual.
Berbeda di Amazon, berbeda pula di Indonesia.
Setidaknya dari pengalaman pribadi sebagai orang yang juga berjualan di beberapa marketplace kebanyakan konsumen enggan memberi ulasan ataupun rating (bintang).
Jangankan ulasan, sekedar mengkonfirmasi bahwa barang sudah diterima pun mungkin hanya sekitar 40% konsumen yang bersedia. Sisanya membiarkan sistem menutup transaksi.
Padahal kalau mau dipikir-pikir sebagian besar dari kita ketika hendak berbelanja secara daring (online) akan membuat proses keputusan beli yang relatif lebih panjang ketimbang berbelanja luring.
Alasannya jelas karena kita tidak bisa lihat dan pegang langsung barangnya, jadi pemberian rating serta ulasan sangat besar maknanya sebagai sumber informasi pada proses keputusan beli tersebut.
Jadi sebagai pembeli mungkin kadang kita perlu mempertimbangkan seberapa besar artinya bintang dan ulasan yang diberikan bagi orang lain, dalam hal ini adalah calon konsumen.
Alih-alih sekedar memberi lima bintang lalu menulis "Thanks.........." atau "Mantap........" coba buat ulasan yang lebih bermanfaat.
Bermanfaat bagi calon pembeli lainnya dan bermanfaat memberi umpan balik bagi penjual/penyedia jasa.
Peran Penjual/Penyedia Jasa Pada Kegagalan Sistem
Penjual atau penyedia jasa di marketplace atau layanan hail-ride pun punya peran sama dalam mencipta kegagalan sistem penilaian semacam ini.
Tak sedikit penjual atau penyedia jasa yang hanya melihat konsumen/penumpang sebagai objek pembangun reputasi dan tak lebih dari sekedar kantong pundi-pundi.