Dalam konteks pemilihan presiden terdapat pola yang cukup konsisten dimana calon presiden yang diusung PDI Perjuangan memiliki tendensi untuk dipilih oleh masyarakat dengan berpendidikan rendah, data ini konsisten sejak 2004-2014. Walaupun pada 2014 data menunjukan bahwa terdapat regresi pemilih berpendidikan rendah dalam suara elektoral PDI Perjuangan pada 2014. Megawati pada pemilu 2004 dipilih oleh sekitar 62% pemilih Megawati adalah masyarakat berpendidikan rendah. Hal itu juga menjadi faktor penting bagi capres PDIP di tahun 2009 dimana 64% pemilih Megawati-Prabowo merupakan masyarakat
berpendidikan rendah. Pada tahun 2014 mayoritas pemilih Jokowi yang didukung oleh PDI Perjuangan merupakan masyarakat berpendidikan rendah, hal ini berbanding terbalik dengan Prabowo yang pemilihnya mayoritas berasal dari lulusan universitas. Hal ini tentu menjadi menarik apabila mengingat isu pelanggaran HAM yang menjadi isu yang selalu naik setiap mendekati pemilu dan bagaimana sosok Prabowo lebih meyakinkan masyarakat berpendidikan tinggi dibandingkan Jokowi.Â
Dalam konteks pilihan politik terhadap calon presiden, level pendidikan di masyarakat menjadi faktor sosiologis yang cukup konsisten, stabil, dan independen dimana dapat dilihat pola yang jelas antara relevansi level pendidikan di masyarakat dengan preferensi pemilih dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden di IndonesiaÂ
b. Dampak Ketidakmerataan Akses Pendidikan dan Polarisasi Politik terhadap Preferensi PolitikÂ
1. Ketidakmerataan Akses Pendidikan dan DampaknyaÂ
Ketidaksetaraan akses pendidikan dapat menyebabkan disparitas dalam pengetahuan dan kesadaran politik seseorang. Partisipasi tiap-tiap individu dalam proses politik dapat terhambat karena adanya keterbatasan kesempatan pendidikan yang berdampak langsung pada keabsahan dan keluasan informasi yang diterima. Dalam kacamata lain, kurangnya akses ke pendidikan berkualitas dapat berkontribusi pada kesenjangan sosial dan ekonomi, yang dapat mempengaruhi preferensi politik.Â
Ketidakmerataan pendidikan berpengaruh pada politik masyarakat dan memiliki peran penting dalam mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk politik. Ketimpangan dalam akses dan kualitas pendidikan dapat mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak dapat menikmati kesempatan pendidikan, terutama bagi mereka yang kurang mampu. Ketidaksetaraan dalam pembangunan pendidikan nasional juga dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Hubungan sebab-akibat antara faktor sosial dan ekonomi dalam masyarakat berkontribusi pada ketimpangan kualitas pendidikan. Studi oleh Muttaqin (2018) menyatakan bahwa ketidakmerataan tersebut berasal dari perbedaan karakteristik di berbagai tingkat masyarakat serta variasi sumber daya, seperti ekonomi, manusia, sosial, politik, dan infrastruktur.Â
Sejak Indonesia mengalami transisi menuju demokrasi pada tahun 1998, ketidakmerataan kekayaan di negara tersebut telah mengalami peningkatan yang signifikan. Dampak dari kesenjangan sosial yang semakin membesar ini ternyata juga berpengaruh terhadap politik dalam masyarakat. Peran politik redistribusi menjadi semakin menonjol sebagai tanggapan terhadap ketimpangan ini, yang tercermin dari peningkatan minat pemilih pada politisi yang berkomitmen untuk menerapkan kebijakan-kebijakan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial lainnya.Â
Tingkat pendidikan pemilih dalam pemilu memiliki implikasi sosial dan politik yang signifikan. Pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih aktif dalam partisipasi politik. Meskipun beberapa kelompok pendidikan rendah mungkin terlibat dalam kampanye, motivasinya seringkali didorong oleh bayaran dan kurangnya pemahaman tentang calon yang mereka dukung. Di sisi lain, kelompok pendidikan tinggi cenderung lebih berpartisipasi secara langsung dalam politik, seperti terlibat dalam parlemen atau menjabat dalam pemerintahan. Kelompok pemilih dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung membuat pilihan politik dengan kesadaran, pertimbangan, dan pemahaman yang matang terhadap pemimpin yang mereka dukung.Â
2. Efek Polarisasi PolitikÂ
Polarisasi politik dapat diartikan sebagai perbedaan pilihan politik yang menyebabkan terjadinya perpecahan pada masyarakat dan menghadirkan permusuhan seperti rasa saling tidak percaya dan kebencian (Mansyur, 2023). Polarisasi politik sering ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya yang menganut sistem demokrasi karena setiap warga memiliki kebebasan dalam hal preferensi politik. Atas beragamnya preferensi politik yang hadir, tidak jarang kita menemukan berbagai perdebatan mengenai preferensi manakah yang lebih baik dan hal ini seringkali menimbulkan perpecahan dan akhirnya terjadi polarisasi politik. Selain itu, polarisasi politik merupakan senjata bagi aktor politik karena mereka bertujuan mengejar tujuan politik mereka melalui strategi polarisasi seperti memecah belah pemilih, menyebarkan ujaran kebencian, dan memanfaatkan keresahan masyarakat (Mccoy, Somer, 2019).Â