Ulama fiqih berbeda pendapat dalam memahami pengertian dari rahn :
Menurut ulama Syafi'iyah yaitu barang yang dijadikan jaminan hutang dan bisa digunakan untuk pelunasan jika orang yang berutang tidak bisa melunasi nya. Sedangkan, menurut ulama Hanabilah yaitu pembayaran harga (nilai) utang dari harta yang dijadikan hutang. Disaat yang berutang tidak bisa melunasi hutangnya kepada yang memberikan pinjaman.
SIFAT RAHN
Secara garis besar rahn termasuk akad yang bersifat sukarela, alasannya sebab apa yang diberikan penggadai (rahn) kepada penerima gadai (murtahin) tidak adanya penukaran dengan yang lain. Yang di berikan murtahin kepada rahn adalah utang karena meminjamkan uang nya, bukan pertukaran atas barang yang telah dijaminkan nya. Rahn juga termasuk akad yang ainiyah yakni akan sempurna setelah memberikan barang yang dijadikan akad seperti hibah, pinjam-meminjam, titipan dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (tolong menolong) yang akan sempurna sesudah memegang (al qabdu).
DASAR HUKUM RAHN
Dalam Islam, rahn termasuk sarana untuk saling memberikan bantuan bagi umat Islam, tanpa disertai adanya upah atas jasa. Menurut Al-Qur'an, as-sunnah dan ijma' rahn hukumnya boleh atau jaiz.
Adapun dasar hukum pegadaian syari'ah ini yaitu:
1. Al Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 283
"Apabila kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai, sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang"
Dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa apabila seseorang sedang dalam keadaan safar dan ingin bermuamalah atau hutang piutang, kemudian ia tidak memperoleh seseorang yang pandai dan adil dalam hal pencatatan transaksi hutang, sebagai amanah hendaklah meminta bukti yang lain, yaitu dengan memberikan sesuatu hal yang berharga sebagai jaminannya. Hal ini sangatlah diperlukan untuk memberikan rasa saling percaya antara keduanya, sehingga tidak menyebabkan kecurigaan dan pertengkaran.
Jaminan tersebut sebagai amanah untuk yang berpiutang dan tidak boleh menggunakan nya atau memanfaatkan nya. Jaminan tersebut wajib dikembalikan secara utuh setelah orang yang berutang melunasi hutang nya. Orang yang berutang harus tepat waktu dalam membayarnya agar orang yang berpiutang tidak rugi.